11. Dewi Widyawati Terbunuh

530 11 0
                                    

      Sudah jauh Rahwana berlari, hampir setengah hari sudah pundaknya memapah tubuh Dewi Wedyawati yang ia culik, yang makin lama beban tersebut terasa semakin berat.

     Sementara hari perlahan berjalan, merambat, dengan pelan. Matahari semakin terik, hari menuju siang ketika Rahwana memutuskan untuk berhenti, saat melihat pohon rindang di tepi sungai, ada sedikit lelah tergurat diwajahnya, keringat bercucuran, "Ah, di bawah pohon rindang ini bisa untuk beristirahat. Ya, Pohon rindang itu bisa untuk menyandarkan tubuh perempuan ini." Gumamnya lirih dalam hati.
Indrapura telah jauh di tinggalkan, dihadapannya kini sungai besar yang membentang, adalah sungai pemisah antara Indrapura dengan Meruya.

"Mau dibawa kemana diriku ini, Kisanak?" tanya Dewi Wedyawati setengah memelas, tiba-tiba.

"Jangan banyak tanya, sebaiknya kau istirahat dulu disini, bersandarlah sejenak di pohon rindang ini." Sambil perlahan Rahwana meletakkan tubuh perempuan tersebut dengan pelan.

"Jika kau ingin membunuhku, lebih baik kau lakukan saja sekarang jangan bertele-tele kelamaan.!!"

"Jangan takut, aku tak akan melukaimu sedikitpun, gadis cantik."

"Tapi caramu itu terlalu picik, kisanak."

"Namaku Rahwana, bukan Kisanak, Ni mas."

"Ya, tuan Rahwana. Caramu itu sangat tidak terpuji."

"Tetapi ketahuilah olehmu, jika dibanding Ayahmu. Ayahmu jauh lebih tidak terpuji lagi, gadis kecil."

"Memangnya ada apa dengan Ayahku, apa yang telah beliau lakukan?"

"Pasukan Indrapura telah menghancurkan Meruya. Mereka; pasukan Indrapura telah banyak membunuh dan telah memisahkan banyak keluarga, disana paska perang tersebut, banyak janda karena suaminya mati, banyak anak-anak kecil terlantar karena orang tuanya terbunuh. Dan.... aku....." Rahwana sejenak berhenti, mengambil nafas panjang sepertinya ia mencoba menahan sedih, "Ketahui pula olehmu; aku sendiri kini berpisah dengan orang yang aku cintai..."

"Lalu...."

"Semua karena ulah ayahmu." katanya yang dilanjutkan dengan mendesah, "Oh dinda Mondodari, dimana kau sekarang?"

"Kenapa waktu perang terjadi kau cuma berdiam diri saja, dan sekarang baru menyesal?"

"Sudah aku bilang, kamu tak tahu apa-apa, lebih baik diam!!!" katanya "Andai saja aku ada di tempat kejadian sudah pasti peristiwanya tidak seperti ini...!!!"

"Kalau kau tak ada di tempat, lalu darimana kau tahu hal itu, apa kau hanya menduga saja, bahwa kejadian itu ulah prajurit Indrapura....?"

"Darimana aku tahu?" tanya Rahwana kaget, mukanya nampak memerah marah mengingat keganasan prajurit Indra yang telah menghancurkan Meruya; "Aku baru saja melihat kerajaan Meruya yang kini telah menjadi puing-puing, rata dengan tanah. Dasar bangsa agresor, bangsa penjajah. Akan aku balas kebiadapan ini, akan aku hancurkan kau, Indra....."

"Tidak!" jawab Wedyawati. "Selama ini aku tidak pernah melihat adanya persiapan pengerahan pasukan secara besar-besaran. Apa kau pikir selain pasukan Indrapura tak ada pasukan lain yang bisa menghancurkan negri kecil seperti Meruya?"

"Tapi aku tahu semua itu ulah pasukan indrapura...."

"Tuan Rahwana, jika akan ada perang tentulah ada sebuah persiapan yang lama, paling tidak satu bulan. Tapi selama ini aku tak melihat adanya hal itu, itu artinya tidak ada perang, jika pun ada tentu bukan ulah prajurit Indrapura."

"Sudahlah, Nimas diam saja. Tak perlu membela ayahmu atau....."

"Atau apa?"

"Ku hancurkan kepalamu sekalian."

RahwanaYanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang