18. Pertarungan Uji Coba

433 11 1
                                    

   Ramawijaya terdiam untuk sesaat lamanya, matanya tak henti memandang Hanoman yang hilir mudik, kebingungan berkaitan dengan huru-hara yang baru saja terjadi. Sementara Raja Sugriwa masih terkapar dari mulutnya keluar darah segar serta banyak luka dan memar-memar di sekujur tubuhnya. Namun beberapa saat kemudian datang beberapa prajurit dan atas perintah Hanoman beberapa prajurit itu pun segera memapah tubuhnya dan membawanya masuk kedalam kamarnya.

    "Tuanku Ramawijaya, sekarang apa yang meski kita lakukan, aku benar-benar kebingungan kali ini....?" tanya Hanoman dengan tubuh yang tak henti bergerak kian kemari selayak kera.

    "Sebenarnya aku sendiri juga masih belum mengerti masalahnya, aku belum tahu jelas apa yang tengah tengah terjadi diantara mereka berdua, bukankah mereka berdua adalah saudara, ya mereka kakak beradik ...?"

    "Ya itulah yang membuatku bingung, 'mengapa dua orang bersaudara harus bertarung', Mengapa mereka tidak mencoba menyelesaikan masalah dengan cara yang baik, apakah ini peradaban kalian dimana yang kuat adalah yang berkuasa, atau memang di antara mereka tengah di landang masalah besar?" tambah Laksmana. Sedang Ramawijaya terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu.

    "Kelihatannya, menurut pengamatanku, dalam masalah ini Paman Sugriwa-lah yang salah." sambung Ramawijaya sambil menatap Hanoman yang gundah.

    "Kita bisa bertanya langsung dengan Hanoman, Raka."

    "Ya,"  kata Rama, "apa kau dapat menceritakan duduk perkaranya pada kami, tuan Hanoman?"

    Namun Hanoman tak segera menjawabnya, mungkin karena pikirannya tengah diliputi galau yang tak menentu, dadanya terasa naik turun dan hidungnya mendengus sehingga nafasnya terengah-engah seperti orang yang baru saja berlari ratusan kilo.

    "Bagai mana tuan Hanoman?" tanya Laksmana menyadarkan.

    "Apanya?"

    "Ah agaknya tuan Hanoman tidak mendengar kata-kata Raka Ramawijaya, sepertinya tuan terbawa oleh kegalauan jiwa..." kata Laksmana kemudian, "Tuan Hanoman, Rakaku Rama ingin tahu bagaimana duduk perkara yang sebenarnya."

   "Oh begitu...," sanggah Hanoman kemudian,  "Baiklah kalau begitu aku jelaskan masalah ini, agar tuan Rama atau Laksmana sedikit jelas."

   "Ya, kami ingin mendengarkannya."

    Maka segeralah Hanoman menceritakan sebab musababnya hingga terjadinya konflik yang tengah melanda kedua pamannya sampai akhirnya terjadi peperangan di tempat itu, di istana Kieskenda. Sampai selesai tak ada sedikitpun cerita yang terlewatkan.

    "Begitukah kiranya," gumam Ramawijaya usai mendengarkan cerita Hanoman. "Baiklah sekarang sebaiknya kita obati dahulu tubuh pamanmu Sugriwa itu, nanti kita atur apa rencana kemudian," 

   "Baiklah, aku turuti apa perkataannya tuan Rama, setidaknya dalam menghadapi hal ini aku tak sendirian." jawab Hanoman lebih lanjut, "Marilah."

   Hampir tiga hari tubuh raja Sugriwa terbujur, dirawat, namun berkat perawatan tabib kerajaan yang dibatu Hanoman serta Rama dan Laksmana untuk memenuhi suplai kebutuhan macam-macam bahan obat yang rata-rata tanaman langka maka sedikit demi sedikit kini mulai bisa bergerak bahkan sudah bisa duduk.

   Dan Hanoman selalu menemani disamping tubuh pamannya yang terbaring sakit, setaip saat, maka ketika melihat keadaan pamannya yang sudah agak membaik segeralah ia menyapanya,

   "Bagai mana Paman, apakah Paman sudah agak mending?" tanya Hanoman kepada pamannya Sugriwa.

   "Ya," jawabnya singkat. Hanoman pun tak bertanya lagi walau barang sepatah, dua patah kata, ia merasa dalam kondisi tersebut kurang baik baginya menanyakan segala hal apapun, apalagi jika pertanyaannya membebani pikiran pamannya hanya akan memperlambat proses penyembuhan. Meski jauh dalam dadanya penuh kabut pertanyaan, maka ia hanya terdiam, menyimpan di dadanya, ia diam untuk beberapa saat lamanya.

RahwanaYanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang