19 Kematian Resi Subali

755 18 4
                                    


Dua hari kemudian

Tubuh Raja Sugriwa masih banyak yang memar bekas pukulan gada sakti, Resi Subali. Namun semangatnya membara, membuat ia tak merasakan semua sakit, ia merasa yakin dengan kecerdasan yang di miliki sekutunya, Ramawijaya.

"Bagaimana Raden, apakah kau sudah menemukan cara terbaik untuk melakukan serangan berikutnya terhadap Resi Subali...?" tanya Sugriwa saat menyambangi ke kediaman Raden Ramawijaya yang sudah lama, sudah hampir sepuluh hari ia tinggal di komplek istana Kieskenda, tak jauh dari kediaman Prabu Sugriwa. Ada disitu juga Laksmana dan Sinta, saat raja Sugriwa datang.

Nampak lama sekali Ramawijaya terdiam, ia seperti berfikir untuk menjawab pertanyaan Raja Sugriwa. Padahal ia cuma bingung dari arah manakah harus menerangkan kepada sang raja. Lalu, sambil menghela nafas pelan ia berkata.

"Ya, aku sudah tahu."

"Maksud Raden? Raden telah menemukan caranya?"

"Ya aku telah menemukan caranya. Cara paling tepat untuk melenyapkan Resi Subali, dan semoga tidak gagal kali ini."

"Ingat Raka, Resi Subali tak tersentuh kematian." sanggah Laksmana yang dari tadi telah ada di sampingnya, sambil memandang wajah Raja Sugriwa yang nampak berharap cemas. Sebab dialah orang yang pertama akan menanggung akibatnya jika sampai rencana tersebut gagal, jika Resi Subali gagal terbunuh.

"Ketahuilah laksmana, aku bersumpah, bersaksi atas nama para dewa, sunggug tidak ada mahluk yang tak tersentuh kematian, semua yang hidup pasti akan mati, Rayi."

"Itu mungkin hanya kata-kata yang patut di ucapkan Dewa, dan kita hanya manusia biasa, bukan Dewa....."

"Tapi ketahuilah bahwa manusia itu adalah 'Brahman' yang artinya adalah: siapa saja bisa menjadi kepanjangan dari tangan-tangan penciptaan para dewa, tangan-tangan pemeliharaan, dan juga tangan-yangan kehancuran itu sendiri, kita adalah bagian dari satu kesatuanNya, kesatuan dari kekuasaan para Dewa. Manusia adalah sisi lain dari pra dewa yang dibuang ke bumi, kita adalah salah satu dari keputusan besar yang terdapat di alam raya ini. Bisa jadi diri kita ini pilihan diantara sekian banyak manusia pilihan yang berhamburan di jagat raya, yang di tugaskan Dewa guna membangun dan menciptakan keselarasan."

"Tapi, tidak semua kebaikan akan selalu memenangkan setiap pertarungan, karena disatu sisi ke tidak baikan juga tangan-tangan dewa pula sebagai sisi penghancur, yang segalanya saling berdampingan dan seimbang...."

"Mengapa Rayi tak yakin...?" potong Ramawijaya seketika. "Ketahuilah olehmu, keyakinan adalah mata panah yang mampu menghancurkan si penghancur sekalipun. Artinya tiga kekuatan itu adalah satu, 'trilogi' dimana setiap kekuatan akan mampu menghancurkan kekuatan lain dikarenakan pancaran kekuatan itu nilainya tiada tetap dan akan berubah-ubah, menunggu hingga waktunya tiba. Seperti pagi, siang dan malam, sesuatu yang gelap akan sirnah dengan sendirinya ketika waktunya tiba. Dan itu keyakinan. Karena pagi adalah lambang kelahiran, lambang penciptaan, lalu malam adalah lambang penghancur, lambang kemusnahan, akan tetapi justru ia dimusnahkan oleh pagi."

"Hmmm mungkin Raden Laksmana ini hanya berfikir, 'bagaimana caramu melenyapkan Resi Subali...?' sama seperti apa yang aku pikiran, aku juga begitu."

"Jangan kuatir Sang Prabu, aku sudah memikirkannya masak-masak, besok kita berangkat, dan kau Laksmana, aku tugaskan kamu untuk membawa sebuah kuali."

"Kuwali tanah liat?"

"Ya,"

"Hemm, untuk apakah gerangan, memang kita hendak rebus apa... raka?"

"Sudahlah nanti akan aku jelaskan, ini adalah bagian dari strategi yang aku rancang."

"Baiklah kalau begitu."

RahwanaYanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang