12. Penakluk Indra

586 11 0
                                    

  Prabu Asyura beserta rombongan, setelah merambah hutan ambarata selama berhari-hari lamanya lalu berbelok kearah timur, melewati perbukitan kecil yang belum bernama yang sangat panjang, lalu beberapa hari kemudian sampailah mereka di sebuah huma kecil yang sangat subur, disitu banyak tanaman sayur serta aneka macam palawija yang agaknya terpelihara sangat rapi, dimana di ujung selatan dari perkebunan tersebut nampak ada beberapa rumah hunian yang walau tidak megah namun terlihat sangat asri. Rumah tersebut tak lain adalah padepokan Giriacarya, tempat Bagawan Sukra menempa murid-muridnya.

   Begawan Sukra seorang tetua yang punya kemampuan spiritual tingkat tinggi, muridnya banyak dari berbagai tempat, bukan hanya para rakyat jelata saja yang berguru padanya, akan tetapi banyak kaum kesatria serta anak para pejabat negara, serta calon nalendra.

  Huma tersebut letaknya memang agak tinggi sehingga kehadiran rombongan prabu Asyura ke Padepokan tersebut dapat segera diketahui sebelum mereka masuk ke gerbang pertapaan, dan begitu datang mereka langsung di sambut hangat oleh Sang Begawan yang di temani oleh beberapa muridnya.

  Karena Asyura juga pernah menempa diri di tempat tersebut, pernah menjadi siswa di Padepokan itu.
Beberapa cantrik yang telah mengenal Asyura, yang di panggil sang Begawan untuk mbantu membawakan barang yang dibawa oleh rombongan Prabu Asyura pun segera bergegas datang. Sedang yang lainnya tanpa di perintah sudah otomatis langsung menghantar, menunjukkan tempat yang telah di siapkan untuk para tetamu beristirahat. Sedang Dewi Mondodari agaknya di sediakan tempat sendiri, walau tak jauh dari ayahnya, karena dia perempuan.

"Hai, anakku Asyura, Bopo terkejut bukan kepalang, pantasan saja dari kemarin burung prenjak tak henti-hentinya berkicau. Tapi, jika boleh Bopo tahu ada kejadian apa yang membuatmu seperti tertiup angin, tanpa kabar dan pemberitahuan, tiba-tiba saja terbang kesini?" Tanya sang begawan setelah mempersilahkan Asyura.

"Ampun maha guru, Bopo Bagawan Sukra, kami telah di timpa musibah besar. Hamba minta izin untuk tinggal disini sementara, untuk beberapa waktu."

"Masalah besar....? Masalah besar apakah itu, anakku?"

"Kerajaan kami Meruya porak-poranda, diserang oleh pasukan Indrapura." kata Asyura. "Kami sekeluarga di buru, dikejar-kejar, dan kami tetpaksa mengungsi menyelamatkan diri hingga jauh kemari. Dan menurut hamba hanya tempat inilah yang tepat untuk bernaung sementara."

"Oh, anakku aku turut berduka cita mendengar kabar ini." Dahi Sang Begawan yang memang sudah keriput nampak seperti melepuh, berkerut-kerut, "Sekarang kau tinggal-lah sesukamu disini, sehari, dua hari, setahun, atau mungkin selamanya. Tempat ini adalah tempatmu juga."

"Terimakasih Bopo guru."

"Disini kau tak usah takut dan hawatir. Karena jika sampai ada yang mengusikmu, pastilah kami semua akan bahu-membahu untuk melindungimu dan rombonganmu."

"Mohon maaf sebesar-besarnya jika hamba merepotkan Bopo, betapa seperti tak kuasa hamba bertutur, Bopo."

" Bertutur apa lagi, anakku?"

"Untuk mengucap kata terimakasih yang sedalam-dalamnya, begitu banyak tanggungan permasalahan, termasuk putriku, Mondodari saat ini yang kemudian menjadi masalah Bopo."

"Ah.... hidup ini hanya perjalanan anakku. Intinya adalah jalani saja semuanya karena itu takdirmu, terima dengan ikhlas wahai anakku Asyur. Karena setiap permasalahan pasti ada pangkal dan ujungnya, setelah masa pasti ada pelaku peristiwa, dan setiap orang juga ada masanya. Masa suram segera akan lewat dan kemudian akan datang masa yang terang." Kata bijak Sang Begawan yang sembari berdiri. Lalu "Kau istirahatlah saja dahulu di dalam, aku tinggal sejenak."

"Baik, guru."

            🐧🐧🐧🐧🐧

  Sementara itu, Rhwana yang seperti hilang keseimbangan hanya berjalan dan terus berjalan. Berjalan walau tanpa arah dan tujuan masuk keluar hutan, melintasi padang rumput, siang dan malam sampai lupa makan juga lupa minum hingga berhari-hari lamanya. Hingga tubuhnya yang kekar seolah berubah menjadi lunglai, terasa lemas, limbung dan kemudian terjatuh, pingsan ditengah hutan yang entah, tak tahu hutan apa namanya.

RahwanaYanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang