15. Penghianatan Sugriwa

520 11 0
                                    

  Dilain tempat, Prabu Asyura beserta rombongannya setelah kembali ke Meruya. Mereka langsung mendirikan tenda-tenda darurat sebagai tempat tinggal sementara dan kemudian keesokan harinya dengan di bantu sisa-sisa rakyat Meruya yang ada segera memulai bekerja keras, membangun kembali kerajaannya yang telah luluh lantak. Saat mendengar kabar tersebut segenap rakyat Meruya yang semula nenyembunyikan diri di hutan dan goa-goa pun keluar, dan kemudian ikut membant. Mereka saling bahu-membahu, tanpa ada sedikitpun rasa takut lagi.

Saat-saat senggang kadang nampak pula Indrajid yang agaknya telah bisa berjalan meski hanya serapak dua tapak jatuh, namun ibunya, Mododari selalu mengawasi dari jarak yang tidak terlalu jauh. Dia bermain-main diantara hiruk-pikuknya orang yang ramai, bekerja, bahagia penuh canda dan tawa.

Tidak seperti yang terjadi di hutan Reksamuka, dimana, ayahnya, Rahwana yang kini telah benar-benar menguasai ajian baru, yakni perubahan dari Aji Rawarontek yang ia miliki.

"Nah sekarang setelah kau dapat memusatkan fikiran ke segala aliran darahmu, maka ajianmu itu akan segera ber-reaksi, namun olah lakumu yang kemrin akan nenuntunmu untuk menggunakan unsur angin yang berhembus lewat nafasmu." kata Subali. "Jadi intinya kekuatanmu tidak bertumpu pada satu unsur seperti semula yakni unsur tanah, sekarang kau bisa menggunakan unsur angin dan jika kau bisa melancarkan lagi darahmu, kau juga bisa menggunakan unsur air dan unsur yang lainnya sampai mencapai lima unsur."

"Apakah itu artinya jika tubuhku terluka, angin-pun dapat menyembuhkanku...?"

"Betul sekali. Bahkan bukan cuma angin, air, dan tanah juga."

"Lalu Ajian apa kemudian aku harus menamainya?"

"Ajian Lima anjing, mungkin, karena dalam kau bertapa brata kau di temui lima unsur perubahan dalam bentuk lima ekor anjing dengan aneka rupa dan warna?"

"Ya. Tapi itu sangat lucu sekali kedengarannya tuan Resi."

"Terus apa, kira-kira."

"Apa, ya." wajah Rahwana berkerut-kerut keningnya.

"Atau bagaimana kalau Panca Sona."

"Ya, Pancasona, itu lebih baik, panca itu lima dan Sona itu anjing, sama saja."

"Nah sekarang pusatkan pikiran dan duduklah diatas batu itu, aku akan mencobamu," Kata Resi Subali sambil menunjuk kearah batu besar yang seperti altar.

"Kenapa harus disitu?"

"Ya, biar darahmu tak terpercik ke tanah."

"Baiklah." kata Rahwana sambil berjalan menuju kearah batu tersebut.

Dan setelah Rahwana duduk memusatkan pikiran, Subali segera mengayunkan pedang dan diarahkan tepat hingga memenggal kepala Rahwana. Menakjubkan. Tidak memakan waktu terlalu lama, begitu semilir angin menerpa tubuh Rahwana yang terpenggal pun langsung bersatu kembali.

"Aku berhasil."

"Ya," kata Subali, "aku tak menyangka hasilnya akan sesempurna ini."

Tetapi keakraban antara Subali dan Rahwana didalam goa tidak seperti keadaan di luar goa. Karena Sugriwa dan Srenggala tengah dalam perjalanan menuju ketempat itu, dengan berbekal Gendewa besar yang di pinjamkan Indra mereka siap menghancurkan keduanya.

Sugriwa dan Srenggala yang hanya ditemani beberapa prajurit saja pun mendambatkan kuda-kudanya agak jauh dari goa tempat Resi Subali berada, lalu mereka berjalan kaki, mengendap-endap, mengintip, memperhatikan kearah mulut goa dari jarak yang agak jauh untuk memastikan; jika target mereka benar-benar ada di dalam.

"Bagaimana Srenggala, apakah kau mencium aroma mereka berdua, apakah kau dapat memastikan jika mereka berdua ada didalam?"

"Ya mereka berdua didalam aku mencium baunya tuan, tapi untuk lebih jelasnya kita tunggu saja sampai dia keluar atau masuk, sebab penciumanku bisa saja tertipu oleh aroma baju mereka."

RahwanaYanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang