Semoga tetap terhibur..
Selamat membaca..*****
Jarum jam dinding yang menggantung di dinding kelas Luky menunjukkan angka 15.05 WIB. Sudah 15 menit yang lalu bel pulang sekolah berbunyi menyisakan beberapa siswa-siswi yang masih berkeliaran di sekolah yang sedang melaksanakan latihan ektralurikuler dari beberapa organisasi ataupun hanya sekedar menghabiskan waktu dan memanfaatkan fasilitas wi-fi gratis.
Luky masih ingat dengan janji Paksi yang menyuruhnya untuk menemuinya di belakang halaman sekolah, yang memang tempat yang cukup sepi dari pengunjung apalagi di jam pulang sekolah saat ini. Padahal tempatnya cukup nyaman untuk mengobrol santai ataupun sekedar berkumpul-kumpul bersama teman satu geng dengan luas lahan setengah lapangan sepak bola dan ada beberapa bangku terbuat dari besi yang menghadap ke kolam ikan dan ada juga beberapa yang sengaja di buat di tengah-tengah halaman dengan dipayungi rimbunan pohon ketapang kencana yang di tanam di sepanjang jalan yang membelah taman ini menjadi dua bagian.
Ini dulu, saat tempat ini mendapat perhatian lebih. Sejak kurang lebih setahun yang lalu dibiarkan terbengkalai begitu saja dan menyisakan sampah-sampah organik berserakan dari pepohon yang menggugurkan dedaunannya yang sudah kering dan kursi besi yang sebagian sudah mulai berkarat dan cat-cat yang melapisinya terkelupas serta kolam yang dulunya jernih tempat beberapa ikan mas dan ikan koi bermain yang dihiasi bunga lotus dengan kelopak-kelopaknya yang menawan itu di atas air jernih kini hanya menyisakan kolam yang kotor berwarna hijau pekat tempat habitat katak berkembang biak.
10 menit terhitung dari jam tangan yang dipakai di pergelangan tangan kiri Luky, menunggu orang yang menjanjikannya bertemu di sini. Sejak kejadian di kantin pada waktu istirahat tadi siang, sudah puluhan kali panggilan masuk dan beberapa pesan singkat Luky terima di layar smartphone-nya itu dengan pengirim yang sama. Namun Luky menghiraukannya, dia hanya ingin meminta penjelasan langsung darinya. Di sini, di taman ini tempat ia berada sekarang. Sendiri duduk terpatung di kursi besi dekat pohon ketapang yang meneduhkan menunggu kedatangan Paksi yang terlambat dengan alasan rapat OSIS, begitu isi pesan yang terakhir ia dapat dari Paksi.
Setengah jam berlalu. Luky sudah lelah menunggu kedatangan orang yang ia harapkan saat ini. Iapun beranjak dari tempatnya lalu berjalan meninggalkan taman yang kumuh ini dan berniat menyusul Paksi di ruang kerja OSIS hanya untuk memastikan berapa lama lagi rapatnya akan usai. Sengaja tidak ia tanya lewat telepon karena ia tahu semua ponsel anggota OSIS akan dikumpulkan dalam kotak di satu tempat dalam kondisi non aktif guna lancarnya diskusi, terkecuali yang ada kepentingan mendesak.
Luky berjalan melewati ruangan-ruangan organisasi, ruang kesenian, aula olahraga dan tinggal menyebrangi lapangan basket berbelok ke sebelah kiri akan tiba menuju ruang kerja Pengurus OSIS yang cukup terfasilitasi dengan baik. Belum sempat ia melewati lapangan basket, sebuah pemandangan yang membuat hatinya perih saat di kantin siang tadi terulang kembali.
Apa maksudnya lagi, pikir Luky. Dengan iris cokelat matanya yang mulai lembab saat melihat Paksi saling berpelukan dengan Puji di bawah ring basket yang Luky sekarang yakin bahwa Paksi telah melanggar janji-janjinya kepadanya saat Paksi dengan manisnya untuk saling mengasihi dan menjaga ia ucapkan di bukit kala itu.
Beberapa detik lamanya mereka berpelukan saling mengusap punggung dengan hangat, itu yang Luky saksisan saat ini. Merekapun terlihat berdialog yang membuat Luky penasaran dengan isi perbincangannya itu. Tak berapa lama Puji meninggalkan Paksi setelah sebelumnya saling berpamitan dengan diakhiri (hi-five).
Hendak merogoh saku kanan celana abu-abunya untuk mengambil ponsel pintar yang sedari tadi ia matikan dan berniat untuk menghubungi orang yang sedang menungguinya dan berharap ia masih setia di sana. Belum sempat ia menekan tombol power di ponselnya, matanya bertemu dengan sosok pria yang hendak ia hubungi berada di ujung sisi lain dari lapangan basket dekat pagar-pagar kawat yang melindungi lapangan bulu tangkis yang sedang menatapnya dengan tatapan teduh, sendu lebih tepatnya.
Paksi langsung melangkahkan kakinya untuk menghampiri Luky yang masih dengan posisi yang sama. Berdiri, menatap Paksi sambil menantinya yang mulai mendekat. Semakin mendekat Paksi berjalan semakin jelas ia melihat bahwa bukan tatapan teduh yang ia dapatkan dari Luky, melainkan tatapan lelah dengan air yang menetes dikedua ujung sisi mata Luky.
"Kamu kenapa ?" Pertanyaan yang Paksi lontarkan pada Luky saat ia sudah berada di hadapannya.
Samakin banyak frekuwensi air mata yang keluar dari mata lelahnya Luky. Menutup kedua kelopaknya, memaksakan untuk menahan luapan emosi yang menguras isi hatinya. Lalu menarik nafas sebelum akhirnya menjawab apa yang ditanyakan padanya.
"Menanyakan aku kenapa, setelah semua kejadian yang telah terjadi yang aku saksisan dengan begitu tiba-tiba ?" Ucap Luky yang masih mengeluarkan air matanya. Ia mengalihkan kepalanya, menepis saat jari-jari tangan Paksi hendak mengusap air matanya yang mengalir.
"Apa selama ini aku hanya dipermainkan ? Itu kah caramu ? Kita belum lama saling mengikat janji. Aku sudah banyak berharap darimu, tapi apa yang kamu buat ? Kamu menghancurkan semuanya. Apa semua yang ada di hatimu itu palsu, kebohongan ?" Luap Luky mengungkapkan rasa sesak di hatinya.
"Tenang dulu, denge---"
"Jika ini yang kamu lakukan pada ku, cukup. Aku tau kamu laki-laki dan lebih pantas mendapatkan cinta yang lebih dari orang lain, seorang perempuan. Bukan dariku, seorang laki-laki yang hanya ingin merasakan kasih sayang dari orang yang aku cintai." Kembali menarik nafas setelah beberapa kali menahan sesak di dada.
"Dan jika ini yang kamu lakukan, cukup. Tolong jangan beri harapan lagi untukku agar aku tidak akan sakit hati lagi. Cukup !" Tambah Luky sambil mengacungkan jari telunjuknya dihadapan Paksi---mengancam.
Paksi langsung mendekap Luky dalam pelukannya mencoba menenangkan hati Luky. Namun Luky meronta dan melepaskan pelukan Paksi darinya. Sekilas seperti ada kilatan cahaya, setelah Paksi mendongak melihat cuaca di langit yang mulai berawan gelap.
"Aku bilang CUKUP !!" Sambil mengacungkan telunjuknya Luky mundur beberapa langkah. Berpaling berbalik menjauhi Paksi, sedikit berlari kecil mendilkan kesedihannya.
Hendak Paksi ingin menarik tangan Luky namun ia telah menjauh meninggalkannya. Paksi tak tinggal diam, mengejarnya sampai ke gerbang sekolah. Namun kalah, Luky telah menaiki bus yang langsung membawanya pergi meninggalkan sekolah dan dirinya yang hanya bisa menatap bokong bus umum yang mulai menjauh di jalanan yang lenggang sore ini.
.
TBC
.#######
Ditunggu lanjutan bagian selanjutnya ya..!!
Makasih sudah tetap baca..
Jangan lupa, Vot ! Vot ! Vot !
Nampung kritik dan saran ya
Terimakasih..
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Andi (Boyxboy)
Random@@@_Bagian 14 saya private, jadi follow dulu baru bisa kebuka.._@@@ Sebuah cerita cinta sederhana yang tumbuh dalam sebuah naungan ikatan organisasi. Ini cerita bertema L(G)BT jadi yang gak suka sama cerita tema LGBT jauh jauh aja. Hehehe.. Dan sat...