Part 17

976 54 3
                                    

Andi's P.o.V.

Ah,, lega rasanya. Akhirnya selesai juga bikin proposal pengibaran paskibra tingkat kecamatan Pangandaran ini. Walau aku juga belum yakin ini sudah sempurna. Karena kata Kang Regi juga dia hanya menyuruhku untuk membuat sebagiannya saja, karena untuk anggaran dana dan data peserta belum dicantumkan di dalamnya. Dan mesti dievaluasi dulu sama Kang Regi.

"Andi... Kamu belum tidur ? Cepetan tidur, sudah mau jam 1 pagi ini." Ucap bapakku di ambang pintu kamar yang lupa aku tutup sedari tadi.

"Belum pak, masih ada tugas ini. Bentar lagi tidur kok." Jawabku sambil merenggangkan otot-otot jari tanganku yang sedari tadi pegal mengetik di keyboard laptopku.

"Ya sudah. Cepetan tidur ! Besok kan kamu sekolah." Perintah bapakku sambil menutup pintu kamar.

Sudah berjam-jam aku di depan layar laptopku ini, mengerjakan dua tugas yang harus aku selesaikan malam ini. Mengingat besok sudah harus disetorkan ke guru pembimbing di sekolah dan juga proposal yang harus dievaluasi oleh Kang Regi karena sebelumnya si Lathif memberi tahuku lewat SMS ada rapat panitia inti besok sore di sekolahku. Untuk meminimalisir kesalahan aku pun berulang-ulang membaca proposal yang sudah aku ketik di laptopku dari awal kata pengantar sampai bab penutup dan sedikit mengedit saat aku menemukan kata-kata atau kalimat yang kurang tepat. Setengah jam sudah kuhabiskan untuk mengoreksi proposal dan membuat oksigen di otakku berkurang sehingga rasa kantuk pun membuat ku terus menguap. Aku rasa sudah cukup tugasku ini dan saatnya mengistirahatkan tubuhku di atas kasur kesayanganku ini tanpa lupa memasang alarm di handphone-ku yang aku letakkan di meja kecil sebelah tempat tidur.

.

"Bu... Motor Andi mana ? Kok gak ada ? Andi cari di depan juga gak ada." Tanya ku pada Ibu yang sedang masak di dapur setelah aku melirik pada jam tanganku yang sudah menunjukkan pukul 7 lewat 5 menit.

"Tadi bapak yang pake." Jawab Ibu sambil mengaduk-ngaduk sayuran yang sedang dimasak di wajan panas.

"Kok tumben bapak pake motor, kan biasanya dijemput sama temen kerjanya, Pak Adi. Ah, mana udah siang lagi." Ucapku sambil sedikit kesal.

"Lagian kamu sendiri bangun pagi kesiangan. Cepetan aja naik bus atau angkot."

"Ya udah. Andi berangkat ya bu."

Sekuat tenaga aku berlari setelah berpamitan dengan Ibuku. Jarak dari rumah ke jalan raya memang cukup jauh hampir 1 setengah kilometer. Jadi aku harus berlari menuju jalan raya untuk mengejar angkutan umum ke sekolah.

Tiid.. Tiiidd.. Tiiiiddd..

Suara klakson motor di belakangku terus berbunyi membuat aku berlari sedikit memepet ke sebelab kiri. Namun motor itu berhenti di dekat ku. "Tumben jalan kaki ? Motornya mana ?" Ucapnya sambil menengok ke arahku.

"Motornya dipake bapak. Jadi harus naik angkot berangkatnya, kang." Ucapku pada Kang Paksi yang sudah aku kenal dari motor yang ditungganginya walau pun si pengendara tidak membuka helm yang dikenakannya.

"Mending bareng aku aja. Daripada kamu capek-capek lari ke depan." Ajak Kang Paksi sambil menepuk-nepuk bantalan jok empuk yang ada dibelakangnya.

Rasa lelah dan keringat yang mengucur di punggung akibat berlari tadi sudah tak terasa lagi karena angin yang menerpa menyejukkanku di balik tubuh Kang Paksi yang tegap sambil mengendarai motornya. Namun darah yang mengalir dari pompaan jantung sejak aku berlari tadi kini semakin meningkat dan membuat detakan jantungku semakin derderu kencang apalagi dengan jarak yang sedekat ini dengan orang yang sudah lama aku rindukan.

"Kang Paksi pagi-pagi gini mau ke mana ?" Tanyaku disela berkendaranya.

"Akang mau ngambil pesanan baju di pasar. Buat persyaratan kuliah bulan depan." Jawabnya sambil terus fokus ke depan.

 Untuk Andi (Boyxboy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang