Suatu hari, aku pergi ke hutan untuk berburu foto. Beruntungnya diriku, hewan pertama yang kutemui adalah seekor harimau. Harimau yang bercermin pada riak air. Bayangan yang dilihatnya selalu berubah-ubah. Begitu juga dengan emosinya. Karena sering tertipu dengan penglihatan yang kurang awas. Setidaknya, masih ada insting yang dipercaya. Meski terkadang membuat keadaan menjadi lebih parah.
Takjub, perlahan kubidik kameraku ke arahnya dari balik semak-semak pinggir sungai. Puas mengabadikan kilau lorengnya, aku lanjutkan langkahku. Tiba-tiba sekelebat bayangan dari langit mencuri perhatian. Penasaran, kuikuti jejaknya. Makhluk itu besar. Sangat besar. Aku terus berlari mengikutinya hingga sampai di ujung tebing karang. Sekilas kulirik ombak cantik yang menampar berisik di bawah sana. Hingga gemuruh, yang seakan mengalahkan suara apapun, membuat kepalaku menoleh. Menatap makhluk besar yang orang sebut naga.
Naga yang bercermin pada kobaran api.
Bayangan? Dia bahkan tidak perlu apapun untuk meyakinkan bahwa dirinya adalah yang paling hebat. Kepala kerasnya yang selalu berada di ketinggian, tidak mengharuskannya peduli pada apa yang ada di bawah. Sayap lebar yang menjadi kebanggaan, selalu siap dibanggakan. Tanpa berpikir bahwa suatu hari, sayap itu bisa robek dan membuatnya jatuh ke dinginnya tanah.
Masih mengatur nafas, aku berusaha secepat mungkin mengabadikan tubuh dengan lapisan sisik bagai tameng di hadapanku. Setelah mendapatkan yang kumau, kuputuskan untuk pulang. Karena mentari yang akan tenggelam mengingatkanku untuk segera memberi makan seekor makhluk lapar di rumah.
Aku memanggilnya Milk. Karena bulunya yang bagai susu coklat kesukaanku. Iya, Milk adalah seekor anjing jantan. Karena itu dia menggonggong senang ketika aku membuka pintu. Tidak lama, kini aku memandanginya yang sedang melahap semangkuk makanan anjing. Hanya sepuluh menit, dia telah menghabiskan makanannya. Menjilati mulut dan hidungnya sambil menatapku yang duduk di kursi kayu. Karena matanya yang cukup lebar, aku bisa melihat pantulan diriku di sana. Hingga membuatku bertanya-tanya.
Bagaimana dengan anjing?
Pada apa dia bercermin?
Apa anjing bercermin pada makhluk?
Ketika bertemu makhluk, dia akan waspada. Sembari memutuskan akan memupuk kepercayaan atau menambah musuh. Oleh karena itu, mereka bisa sangat berisik. Taring dan kuku yang selalu diasah, tajam siap menusuk kapanpun.
Milk tentu memilikinya. Apa dia percaya padaku, maka tidak menggunakannya? Apa dia telah bercermin padaku? Bagaimana dengan bayangan yang dilihatnya?
Atau, aku yang telah bercermin padanya?
Tanpa kusadari, Milk telah tertidur di atas karpet tidak jauh dari tempat makannya yang kosong. Menerbitkan senyuman di wajahku ketika mendengar dengkuran halus. Beranjak menuju dapur, kuucapkan kalimat khusus untuknya.
"Selamat malam, Milk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pena Bengkok
RandomSekumpulan coret-coretan, sajak, puisi, atau apalah kalian menyebutnya, dari orang iseng yang mencintai segala kata. Sebagian adalah tulisan lama. Enggak akan cepet nambah, karena ketergantungan akan kapasitas otak yang overdosis kerja. Semoga mengi...