Semenjak senyum elok mu yang sudah lama raib, siang ini terasa lebih gerah dari sebelumnya. Tak lagi ada kesejukkan yang selalu aku dambakan dikala teriknya sang surya.Hanyalah amarahku yang memuncak disaat mataku tertuju pada tanganmu, yang sedang mengenggam erat dia yang tak pernah kuduga sebelumnya.
Marah, emosiku naik setinggi-tingginya. Mengingat alasan perpisahanmu kala itu, yang tak ingin menggenggam siapapun.
Yang tak ingin melihatku semakin menderita.
Yang tak sanggup mencintaiku setulus-tulusnya.
Yang merindukan kesendirian.
Yang tanpa kau sadari, kau malah membuatku semakin menderita.Aku marah, karena mempercayai segala alasan yang pernah terlontarkan. Yang aku yakini, bahwa takkan kau genggam orang lain dengan penuh kebanggaan. Kini, kau lupa, alasanmu dulu telah membunuhku secara perlahan.
Bandung,
Mei 2017.
-- Raden Muhammad Firman, @manfeeer
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeruji Resonansi Hati
PoetrySebuah antologi dari beberapa pengarang resonansi hati. Menggelora, menggebu, melenakan, membutakan, meluluhkan. Bersiaplah menuju perasaan yang akan diaduk-aduk ke dalam jiwa-jiwa pelihat goresan diksi di dalam ini. Ya, kalian semua para pembaca. ...