Tunduk Pada Sang Penentu Takdir

44 3 0
                                    

Aku sakit,
Saat semua perjuanganku terasa sia-sia.
Saat apa yang aku harapkan, tak berbuah menyenangkan.
Saat takdir yang kudapat, malah takdir yang tak pernah ku impikan.

Aku sakit,
Saat semua doa-doa ku seperti terbang tak tentu arah.
Saat semua usaha ku tak bersisa, ditelan bumi kah?
Saat semua yang ku punya, hilang begitu saja.

Kemana kebahagiaan yang kuimpikan?
Mengapa malah kesedihan tiada tara yang menghampiri?
Takdir memang tidak bisa ditebak,
Sama halnya dengan masa depan yang tidak bisa diraba.

Aku..
Terdiam di bawah pepohonan.
Menumpahkan amarah dan semua kesakitan.
Sudah tidak ada tenaga untuk berteriak kencang.

Aku kehabisan kata-kata.
Keahlian ku merajut aksara hilang di telan semesta.
Luka baru yang muncul tak berbuat apa-apa.
Ia ikut diam dan bersender pada pundakku.

Senja pamit undur diri, menghilang dibalik perbukitan.
Adzan Maghrib berkumandang,
Menyadarkan tentang hakikat kehadiran ku yang sesungguhnya.
Hanya seonggok daging yang mesti tunduk pada ketentuan Dia, Sang Pencipta Alam, Penentu takdir yang sesungguhnya.

Bekasi, 7 Juli 2017.
-Maii, 17 tahun, calon anak rantau.

Jeruji Resonansi HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang