13

24 4 0
                                    

Setelah Kimi merasa bahwa dia baik-baik saja, Kimi pun meminta untuk keluar dari UKS. Namun tidak semudah itu. Ardian melarang keras Kimi untuk keluar. Alasannya cuman satu; takut Kimi sakit lagi dan lagi-lagi akan digotong ke UKS juga. Jadi lebih baik beristirahat di UKS daripada berkeliaran tidak menentu di luar sana.

Tapi bukan Kimi orangnya yang tidak bisa berbuat seribu alasan agar tetap bisa keluar. Dia cukup keras kepala juga.

"Gue bilang lo tetap di sini aja. Entar lo kenapa-kenapa lagi di luar," sengit Ardian. Dia tidak mau Kimi untuk keluar luntang-lantung tidak jelas menyaksikan pertandingan. Sejak Kimi masuk rumah sakit, entah kenapa rasanya Ardian harus menjaganya. Mungkin karena dia pernah kehilangan adik perempuan yang seusia Kimi.

"Ngapain coba gue di sini sendirian? Ngebosenin, tau!" Kimi melipat kedua tangannya di depan dada, kesal.

"Kan berdua sama gue,"

"Trus kalo berdua sama lo, gue gak bakal bosen gitu?" Ardian mengangguk cepat. "Pede amat sih!"

"Lo itu masih belum totally sembuh. Kepala lo aja baru diperban itu,"

Kimi sekilas melihat nametag Ardian yang terdapat di sisi kanan baju. "Kak—eh maksudnya Ardian? Apa salahnya sih lep—"

Belum sempat Kimi menyelesaikan perkataannya, ponsel Ardian tiba-tiba berdering panjang, tanda telfon masuk. Dengan buru-buru Ardian mengangkat telfon tersebut. Kimi mendengus pelan.

"Iya, Din?" Ucap lembut Ardian. Sama gue aja gak selembut itu! Dih, dasar cowok kasar!

"Aku udah di kantin nih. Kamu dimana? Masih jaga-jaga?"

"Oh—hm, tunggu sebentar ya, Din. Aku ke sana sekarang. Kamu tunggu sebentar. Kalo haus atau laper pesan aja, nanti a—"

"Kamu yang bayarin nih?" Terdengar kekehan di seberang sana. Ardian pun tersenyum simpul.

"Iya," jawabnya lembut. "Yaudah, aku tutup dulu. See ya!"

Ardian pun menutup telfonnya kemudian menyimpan ponselnya kembali. Satu alis Kimi terangkat kesal.

"See?" Kening Ardian berkerut. "Cewek lo udah nunggu di sana. So, you have to go to there now. And you must to know, gue gak kenapa-kenapa. Lo bisa tinggalin gue sekarang juga."

"Terserah." Kemudian Ardian bangkit dari kursinya dan meninggalkan Kimi sendirian di UKS. Ada sebagian hati Ardian kesal dan marah. Dia sangat ingin berduaan di UKS seperti tadi, tapi dia juga tidak mau membatalkan janjinya kepada Dinda.

Sejak kapan gue bisa seemosional ini tentang cewek?

Ardian yang dulu adalah Ardian yang sangat tenang dan sedikit cuek tentang cewek. Kecuali jika cewek itu adalah bagian keluarganya. Dia cukup tidak memperdulikan cewek yang ada di sekitarnya. Dinda merupakan cewek pertama yang bisa sedekat itu dengan Ardian, menurut dia sendiri. Dulu-dulu belum pernah dia sedekat itu dengan cewek.

Ya, termasuk Kimi juga.

Rasa ingin menjaga dan melindungi Kimi itu tiba-tiba saja hadir dibenak Ardian. Apalagi setelah dia ditinggalkan oleh adik perempuannya yang seusia Kimi. Rasa sedih akan kehilangan adik perempuan masih dirasakannya sampai saat ini. Penyakit yang diderita oleh adik perempuannya sama persis dengan Kimi. Hanya saja penyakit adik perempuannya sudah mencapai tahap yang serius, hingga dia harus pergi untuk selamanya.

F a n g i r l

Sepeninggalan Ardian, Kimi mulai berjalan dan keluar. Kepalanya masih sedikit pusing, rasanya ingin membuka perban yang ada di kepalanya ini. Risih juga kalau lama-lama.

Perlahan jalannya tidak tertatih. Dia mulai berjalan seperti normalnya. Pusingnya juga sudah mulai menghilang. Tujuannya kini adalah kantin sekolah.

Tapi waktu santainya kini harus tertanggu oleh kehadiran seseorang yang tiba-tiba saja duduk di depan Kimi. Kimi yang menunduk perlahan mendongak. Senyum lebar cowok itu pertama kali yang dia lihat. Hingga matanya yang terlihat sangat senang. Kimi pun tersedak kaget. Jantungnya memompa darah sangat cepat di dalam sana. Perutnya ikut-ikutan berdekat akibatnya. Perban yang ada di kepalanya serasa sudah menghilang. Matanya seolah terkunci oleh mata berbinar cowok itu.

"Hai Kimi! Long time no see!" Sapa cowok itu dengan gembira, seakan dia kembali menemukan mutiara berharganya lagi. Dia sudah lama kehilangan mutiaranya ini, sekarang dia menemukannya. Tanpa sengaja dia menemukannya. Walau sebenarnya hatinya sangat kecewa oleh reaksi Kimi.

"Kamu apa kabar?"

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang sempat memenuhi kepalanya selama berbulan-bulan ini. Namun hanya satu kalimat tanya itulah yang mendominasi kapalanya saat ini.

"Kamu masih sakit maag?"

Senyum lebar cowok itu pun mulai memudar. Tapi matanya masih tetap bersinar bahagia.

"Kamu masih gak suka rumah sakit?" Cowok itu terkekeh pelan. "Apa perlu aku temenin kamu setiap kamu ke rumah sakit?"

Kimi masih terdiam.

"... Seperti dulu," lirih cowok itu pelan. Kini matanya mulai sendu.

"Kamu sekarang tinggal dimana? Kenapa gak kasih kabar ke aku? Nomor hp aku masih kamu simpan, kan? Atau kamu ganti nomor? Kadang aku telfon kamu malah gak nyambung. Kenapa gitu, ya?" Cowok tersebut tanpak perpikir, namun Kimi masih terdiam ditempat. Air muka Kimi sudah mulai terlihat mendung. Seolah ingin menumpahkan hujan deras di sana.

"Kok diem aja sih? Aku kangen lho ini. Masa kamu gak kangen aku juga?" Dia tertawa perih. Berulang kali dia mengedipkan mata agar tidak ada air yang keluar dimatanya itu. Dia berusaha menertawakan hidupnya yang sudah tidak beraturan lagi.

"Sekarang semua udah berubah ya? Dulu kamu terus yang nanya, aku terus yang jawab tanpa balik nanya. Sekarang? Entahlah, apa kamu masih ingat aku atau gak. Rasanya sekarang udah beda aja ya,"

Kimi memalingkan pandangannya. Dia tidak bisa berlama-lama menatap cowok yang ada di depannya. Malu rasanya kalau air mata ini jatuh saat di depan cowok ini.

"Kim, aku masih ada kan di sana? Di hati kamu?" Ucap cowok itu dengan pelan dan lembut. Ada nada ragu disuaranya, seperti canggung untuk menanyakan itu saat ini. Tapi dia sangat penasaran akan hal itu.

Setelah cowok itu bertanya, Kimi langsung beranjak dari kursinya. Dia meninggalkan cowok tersebut sendirian. Tanpa satu kata pun dia tinggalkan. Bahkan melihat cowok itu saja dia tidak mau.

F a n g i r l

A/n: next~~~

FANGIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang