Part 19 - Sad Story (2)

2 0 0
                                    

Pagi ini, sekitar 3 hari kemudian setelah kami mengetahui apa penyakit yang sedang diderita ayah kami harus berhati-hati dan berjaga untuk ayah. Ayah sudah bekerja keras selama ini demi keluarga. Bahkan rela bekerja jauh ke negeri sana untuk menghidupi kami. Hari ini ibu ada wawancara dengan perusahaan, dan aku akan mengantarnya. Kami sadar, harus ada yang menggantikan posisi ayah. Ayah sudah cukup menjadi tulang punggung keluarga. Tapi, ayah masih tetap bekerja, hanya saja, kami ingin mengurangi beban ayah. Ayah sebenarnya tetap tidak membolehkan ibu bekerja, tapi ayah mungkin tersadar akan penyakitnya. Semoga ini yang terbaik, harapku. 

"Keiraaa! Ayok ke bawah sebentar ada yang mau di omongin."

"Lero juga bu?" tanya Lero dari lantai atas sambil kepalanya menongol sedikit ke arah bawah.

"Nggak nak, kakak aja." ibu menggeleng. 

Sebenarnya aku ada di dapur dan tentu saja menyaksikan kejadian barusan.

"Ada apa bu, yah?"

Ibu memberikan kode kepada ayah, dan ayah mengangguk. 

"ibu tau ini keputusan yang bener-bener sulit buat diterima," ibu berhenti sejenak. Dan sejenak aku berfikir kalau, jangan aja ini masalah kami berpindah kemana, atau ibu memutuskan untuk memberhentikan kuliahku. Kuharap tidak.

".. ayah kembali ditugaskan ke German. Ibu tau ini salah menurut kamu, tapi liat sisi baiknya. Ayah udah jelasin ke ibu kalau sudah pasti di German pengobatan akan lebih bagus. Dan kita harus ngedukung kan Kei?" ucap ibu dan aku langsung menganga pada saat yang bersamaan.

"Tapi bu.. Berarti ibu ikut ayah?"

"nggak Kei, belum dalam waktu dekat. Tapi nanti pasti kita kesana."

"Oke, kalau emang itu keputusan terbaik, Keira dukung," jawabku dengan tegar. Bahkan aku nggak tega kalau ngelepasin ayah pergi jauh lagi dengan penyakit begitu, tapi mendengar apa sisi baiknya, aku mengerti. Semoga ayah bisa sembuh disana.

"Nanti ibu diskusiin sama adekmu, ibu harap dia dukung juga," ucap ibu sambil tersenyum tapi dipaksakan. Karena aku tau di hati ibu, ibu bersedih harus pisah lagi dengan ayah.

Aku menjawabnya hanya mengangguk dan aku langsung memeluk ayah. 


Hari ini untungnya libur. Aku belajar dikamar untuk mengahadapi uas. Semangat, karena seusai uas akan ada libur yang panjang. Tapi tiba-tiba aku memikirkan kabar Rafa, dan mulai mengirim ia pesan.

Keira

Raf, apa kabar? Jarang ketemu belakangan ini, hehe.

Tidak menunggu lama, sekitar 1 menit kemudian pesanku dibalas.

Rafa

Baik, Kei. Maaf ya kemaren nggak sempat jenguk ayah kamu. Aku lagi sibuk banget sama tugas kuliah, apalagi bentar lagi mau uas. Maaf Kei.

Keira

Iya nggak apa-apa kok Raf, aku seneng kamu baik aja. Aku ngerti hehe.

Lalu nggak ada lagi balasan dari Rafa. Aku mulai ngerasa Rafa bener-bener beda kali ini. Masa sih harus aku yang mulai duluan? Masa tugas kuliah bener-bener buat dia sibuk? Sampai nggak sempat jenguk ayah dari sahabatnya yang bener-bener deket sama dia? Oke emang sekarang dia sama aku lagi nggak deket, tapi dulu-dulu? Kayaknya itu cerita sedih sekarang bukan menyenangkan punya sahabat dekat kayak Rafa. Dan juga, aku tau dari Dirha beberapa hari yang lalu Rafa sama Elena pergi nonton. Dirha ketemu mereka dan Rafa bilang jangan bilang siapa-siapa kalo dia pergi nonton denga Elena. Hello! Dirha mana bisa nutup mulut setutup-tutupnya kayak yang Rafa pikirin, Dirha itu pasti bilang ke aku soal Rafa. Apalagi saat Rafa dan Elena udah jadi deket banget, Dirha malah yang nyaranin ke aku buat rebut Rafa balik kayak dulu. Tapi aku mikir, aku nggak bisa se-egois itu, dan aku lebih mikir kalo Rafa mungkin membutuhkan sahabat baru, ya contohnya Elena. 


Let him goTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang