Part 3

218 23 3
                                    

Pagi itu, Hyunsun dan Kwangmin makan dalam diam. Sesekali mereka saling lirik, lalu melihat Youngsun yang matanya sembap.

"Sunny, apa semalam kau menangis?" yang Hyunsun, hati-hati.

Youngsun tersenyum, miris. "Tidak, semalam aku tak bisa tidur." ujarnya, membuat Hyunsun menatap Kwangmin.

"Apa ini karnaku? Apa semalam aku terlalu kasar?" tanya Kwangmin, pelan.

"Tidak, Oppa. Kau benar, aku salah. Aku tak seharusnya memasukkan pria tak dikenal kedalam rumah, bukan?"

"Sebenarnya bukan seperti itu, Sunny. Aku hanya memintamu untuk memberitahuku, itu saja." ujar Kwangmin, lembut. "Kalian berdua adalah adikku, aku harus menjaga kalian. Kalau kalian tak memberitahuku tentang semua hal, bagaimana cara aku melindungi kalian?"

"Iya, Oppa. Aku mengerti, aku salah."

"Kau tidak salah, Youngsun. Hanya saja aku yang terlalu lalai, lain kali beritahu aku semuanya. Oke?"

Youngsun mengangguk, Kwangmin tersenyum. Ia mengusap rambut kedua adiknya itu, lalu mengecup kepala mereka. "Aku menyayangi kalian, apapun yang terjadi." ujarnya sambil memeluk Youngsun dan Hyunsun, membuat keduanya tersenyum.

"Kami juga." jawab Hyunsun, tersenyum.

Youngsun hanya tersenyum, ia mempererat pelukannya pada tubuh Kwangmin.

***

Hyunsun berjalan menyusuri trotoar jalan seorang diri, ia baru saja pulang sekolah dan berniat langsung pergi ke kafe. Tapi saat ia sampai disebuah tempat sepi, seseorang menghadangnya.

"Apa yang kau lakukan semalam? Apa kau sengaja pulang bersama kakakmu agar dia memergoki kami?" tanya salah satu dari mereka, sinis.

"Apa? Aku sama sekali tak tahu apa-apa, minggir, aku ingin pergi."

"Hyun,..." ucapan itu seketika membuat Hyunsun membeku, suara yang begitu menyakitkan hatinya.

Hyunsun menatap pria itu, pria yang melukai hatinya beberapa bulan lalu. "Apa?" ucapnya, berusaha untuk terlihat tenang.

"Kenapa kau lakukan itu? Apa kau lupa, kalau aku menyukai Youngsun?" tanya pria itu, tanpa merasa bersalah.

Hyunsun tersenyum, sinis. "Bukankah itu pantas? Apa yang akan kalian lakukan, kalau kami tak datang?"

"Itu bukan urusanmu, jelek!" teriak salah satu dari mereka, membuat Hyunsun sedikit tersinggung. "Kenapa? Kau memang bodoh dan jelek, itu sebabnya Jimin tak menyukaimu." ujar pria itu lagi sambil menoyor kepala Hyunsun, berkali-kali.

Hyunsun hanya diam, matanya berkaca-kaca. Ia paling tidak suka bila dibandingkan dengan kakaknya, meskipun ia memang tak berarti apa-apa dibanding kakaknya.

"Jadi, bodoh. Mengertilah, kami menginginkan kakakmu." ujar pria itu, membuat Hyunsun menatapnya.

"Lalu, apa urusannya? Kenapa kalian menghadangku? Kenapa tidak kakakku saja yang kalian cegat?"

"Karna kami masih menghormati kakakmu itu, kami tak mau menyakitinya." ujar pria itu, membuat Hyunsun tersenyum sinis.

"Jadi, jangan pernah mengganggu kami lagi. Mengerti?" Ujar pria itu, tajam.

Hyunsun menghela nafas, pelan. Tiba-tiba kakinya terayun untuk menendang tulang kering pria itu, membuat pria itu memekik keras. Tanpa pikir panjang, gadis itu segera pergi.

"Kau tak papa?" tanya teman pria itu, tapi pria itu menghempaskan tangannya. "tangkap gadis itu, cepat!!!" teriaknya membuat mereka segera berlari menyusul Hyunsun yang telah menjauh.

Hyunsun berlari, tanpa memikirkan siapapun yang ia tabrak. Para pria itu masih mengejarnya, ia mencoba mencari tempat persembunyian.

Bruk!!!

Tanpa diduga, Hyunsun menabrak seseorang. Pria itu memeluknya, karna ia akan jatuh. Pria itu menatap gadis itu, kaget.

"Kau..."

"Tolong aku, aku..."

"Ya! Lepaskan gadis itu, dia milik kami." teriak salah satu pria yang berhasil menyusul Hyunsun, membuat Hyunsun membalikkan tubuh pria itu dan memeluknya erat.

Hyunsun bersembunyi dibalik tubuh pria itu, tanpa berniat melepaskan pelukannya. "Tolong aku..."

Pria itu menatap Hyunsun, lalu pada pria-pria yang berdatangan. Ia memutar matanya, kesal. "bukankah ini masih terlalu siang untuk membuat keonaran?" tanyanya, sebal.

"Apa maksudmu? Kami hanya ingin memberi pelajaran padanya, kami tak akan melakukan apapun."

"Pelajaran apa?"

"Jangan percaya pada mereka, tolong aku!!!" ujar Hyunsun, memohon.

Pria itu melirik beberapa pria besar yang sedari tadi memperhatikannya, ia mengisyaratkan sesuatu pada para pria berandalan itu. Tiba-tiba para berandalan itu memucat, lalu bergegas pergi.

Hyunsun terdiam, heran. Ia menatap pria itu, lalu melepas pelukannya. "Ma...maafkan aku, terimakasih."

"Apa yang kau lakukan? Kenapa mereka mengejarmu?"

"Itu bukan urusanmu, sekali lagi terimakasih." ujar Hyunsun sambil bergegas pergi, membuat pria itu kesal setengah mati.

"Dasar tak tahu malu, aku kan membantunya tadi." Ujarnya, kesal.

***

Siang itu, Youngmin tengah berjalan menyusuri anak tangga. Ia sedang menuju perpustakaan pribadinya, saat seseorang tiba-tiba memanggilnya.

"Youngmin, kemarilah!!!" ujar seorang pria sambil melambaikan tangannya, membuat Youngmin mau tak mau berjalan kearahnya. Pria itu segera membungkukkan badannya, saat melihat orang asing bersama pria yang merupakan ayahnya itu.

"Jadi, dia adalah anakmu? Tampan sekali, sepertimu ya..."

"Kau bisa saja, dia sangat mirip ibunya." ujar Mr.Kim Donghyun, tersenyum bangga. "Oh ya, Young, duduklah. Dia adalah Hyunseong, ayah Saeron." ujarnya, membuat Youngmin tersenyum hambar. Dia sedikit menyesal memutuskan turun tadi, kenapa ia tak berdiam diri dikamar saja saat ini?

Youngmin pun duduk disamping ayahnya, membuat orang asing itu tersenyum. Mereka mengobrol cukup lama, hingga pada akhirnya pria bernama Hyunseong itu pamit pulang.

Setelah Hyunseong pulang, Youngmin menatap ayahnya itu. "Apa perjodohan itu tetap dilangsungkan?" tanyanya, pelan.

Mr.Kim tersenyum, ia menatap putranya itu. "Tentu saja, kami sudah berjanji." ujarnya, membuat Youngmin menghela nafas berat. "Anak Hyunseong sangat cantik, kau takkan menyesal menikahinya."

"Appa, aku bahkan baru berusia 18thn." ujar Youngmin, sedikit merajuk.

"Youngmin, kau tetap akan dewasa nantinya. Appa harap, kau memperlakukan gadis itu dengan baik. Mengerti?" ujar Donghyun sambil beranjak dari duduknya, ia kembali menoleh pada Youngmin. "Nanti malam kita ada makan malam dengan keluarga mereka, kau harus bersiap."

"Baik, Appa." jawab Youngmin, pasrah. Ia pun beranjak dari duduknya, berjalan menuju kamarnya dengan malas. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas sofa bed itu, lalu menghela nafas. ah, dia seharusnya sudah menduga ini. Para orang kaya memang hobi menjodohkan anak mereka, semata-mata hanya untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan mereka. Terkadang Youngmin iri pada orang-orang yang bebas diluar sana, melakukan apapun yang mereka inginkan.

Tiba-tiba ia tertegun, ia pun beranjak mengambil jaket hangatnya. Ia akan merencanakan sesuatu, sesuatu yang mungkin bisa membebaskannya dari perjodohan ini selamanya.

TWINS LOVE (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang