Pulang sekolah, Hilda langsung masuk kamar. Rumahnya sepi karena ayah dan ibunya dinas ke luar kota. Kakaknya memilih indekos karena ingin tinggal lebih dekat dengan kampusnya. Sedangkan di rumahnya hanya ada Bibi yang setia bersama keluarganya dari kakaknya masih kecil.
Hilda membuka jendela kamarnya hingga ia cahaya masuk ke kamarnya dan ia bisa melihat pemandangan komplek dari balkonnya.
Setelah ganti baju, Hilda duduk di sofa balkon kamarnya sambil makan chiki dan berkutat dengan laptopnya. Ia menghubungi Sasha. Teman beda kelasnya yang yah... Lumayan gila dan sekelas dengan Charin tahap kegilaannya.
"Kangen lu ama gue?" tanya Sasha dengan heboh. Sasha sedang tiduran diranjangnya dengan banyak makanan sana sini.
"Lagi galau lu?" Hilda bertanya balik karena tau jika Sasha punya banyak makanan artinya dia punya banyak masalah pula.
"Halah, gue nggak pernah galau, ye. Elu kali yang tiap hari curhat sana sini soal malam minggu yang suram." Sasha membalas dengan ngakak. Hilda hanya cemberut. Sebenarnya Hilda tau kalau Sasha berbohong dan masalahnya ada pada gebetannya.
"Queen bee tadi jadi alasan lo beli banyak makanan gini. Emak lu masak kagak, sih?" tanya Hilda sambil memakan makanan yang ada di depannya.
Sasha menarik nafas lelah lalu mengambil boneka gambar Narutonya. Jangan salah, Sasha juga gila dengan Naruto. "Nggak. Biarin lah dia mau jalan sama siapa aja. Lagian gue bukan siapa-siapa dia, kan? Gue gapapa. Udah biasa buat kehilangan untuk kesekian kalinya."
Tuh, kan.
Hilda ikut menghela nafas dan merasa kasihan dengan Sasha. Selalu kehilangan lagi, lagi, dan lagi. Kadang kehilangan seseorang sudah dianggap hal biasa bagi Sasha. Bahkan kehilangan sahabat sekalipun, Sasha pasti bilang itu hanya hal sepele. Nanti kalau butuh pasti balik.
"Nggak ada orang yang terbiasa dengan kehilangan, Sha. Lo aja yang sok kuat." simpul Hilda. Sasha hanya terkekeh.
"Ada. Gue buktinya. Dalam hidup gue dari masa putih biru sampai udah mau masuk universitas gini, gue udah lebih dari sepuluh kali kehilangan orang disaat gue udah percaya sama mereka. Dan gue udah biasa soal itu. Santai aja. Lo mau cerita apa, dah? Anak baru itu gimana, coy?" tanya Sasha dengan senyuman hangatnya.
Hilda berdecak kesal. "Itu anak baru bikin kelas gue rame banget. Capek gue." jawab Hilda malas.
Sasha sudah mau mengeluarkan kata-katanya tapi ada yang memanggilnya dari luar. "Eh, udah ya. Nanti lagi. Emak gue manggil, tuh. Bhayy!" ucap Sasa lalu memutuskan sambungan skype nya.
Hilda menutup laptopnya lalu pindah pandangan ke ponselnya. Terlihat satu pesan misterius muncul disana. Hilda asing dengan nomor yang tertera disana. Seumur hidup, ia belum pernah mendapat pesan yang tidak ada namanya kecuali dari operator yang bilang bahwa kuotanya sudah habis. Nasib jomblo, dah.
Hilda membuka pesan yang nyangkut di ponselnya kayak layangan putus itu. Tanpa nama juga tanpa tulisan. Eh, maksudnya tanpa kejelasan.
08586564xxxx : Hai Hilda!
Sumpah ini serasa orang ogeb yang rela menghabiskan pulsanya hanya untuk mengatakan Hai Hilda. Sungguh tidak bisa dipercaya atau sungguh Hilda alay? Itu masih jadi misteri.
Karena tidak punya pulsa, Hilda membiarkan pesan misterius itu masih ada di ponselnya. Biarkan yang mengirim menunggu balasannya kayak dia nunggu kejombloannya berakhir.
***
Come!💜
Vote and comment nya sangat dibutuhkan yaa😊 biar bisa intropeksi diri untuk kedepannya.
-N-
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Minggu Hilda [COMPLETED]
Historia CortaIni kisah malam minggu seorang cewek bernama Hilda Widya Develine. Malam minggunya ia habiskan seorang diri dengan cara menghias kamarnya dengan tumblr light, stiker minions, atau sibuk berselfie ria dan vidio call dengan sahabatnya. Semua itu ia...