"Hansel?"
Hansel dan Charin reflek berbalik dan melihat Hilda yang berdiri di depan pintu. Keduanya langsung berjalan dan mendekati Hilda yang wajahnya sudah pucat dan pias.
"Hil, ini nggak seperti yang lo liat. Gue cuma bercanda sama Hansel." ucap Charin pertama.
"Hil, kamu gapapa, kan?" giliran Hansel yang mencoba bicara dengan Hilda.
Hilda menatap keduanya bergantian. Ada kilat kesedihan di mata bulat Hilda. Namun bibirnya tetap melengkungkan senyuman yang membuat Hansel dan Charin menghela nafas lega. Hansel memeluk tubuh mungil Hilda lalu mengusap puncak kepalanya lembut.
"Maaf. Aku salah." ucap Hansel pelan namun Hilda tetap mendengarnya.
Hilda mengangguk lalu melepas pelukan Hansel. Ia tersenyum tipis pada Hansel lalu menariknya untuk duduk di sebelah Hilda.
"Gue minta maaf ya, Hil. Gue jadi nggak enak sama lo." ucap Charin.
Hilda mengangguk lalu menoyor kepala Charin. "Gue maafin kok. Asal lo traktir gue nasi padang, somay, sama bakso nanti waktu istirahat."
"Kamu kalau makan nggak tau porsi tapi nggak gemuk-gemuk. Kena kutukan ya?" sela Hansel yang dihadiahi cubitan oleh Hilda.
"Demi maaf, gue rela deh. Gue pergi dulu ya. Mau ke toilet, selamat berduaan." kata Charin lalu melenggang pergi.
Sekarang hanya ada Hansel dan beberapa siswa yang sudah masuk ke dalam kelas. Hansel menatap mata Hilda yang masih menampilkan kilatan kesedihan. Hansel menangkup wajah Hilda dengan kedua tangannya lalu tersenyum tipis.
"Jangan pikirin yang tadi. Aku cuma bercanda sama Charin. Lupain aja, ya. Nanti kita jadi ketemu Mama. Katanya Mama nggak sabar ketemu calon mantunya."
Hilda tersenyum malu. Pipinya sekarang sudah memerah karena senyum Hansel yang ada diatas rata-rata manisnya. Kalau itu adalah gula, mungkin kadar gula di dalam tubuh Hilda akan naik dan Hilda terkena diabetes. Hilda tersenyum karena Hansel. Kilatan kesedihan itu hilang. Berganti dengan binar yang ada di mata Hilda.
"Kayaknya aku nggak sia-sia pindah kesini." ucap Hansel sambil mengusap pipi Hilda.
"Why?"
"Because, i find the girl like you. Cantik dan baik hati. Kamu tau, kamu itu kayak Mama. Selalu sabar meskipun aku selalu ngeyel. Selalu memaafkan meskipun salahku udah nggak bisa dihitung. You're my perfect girl for me. Thank you."
Hilda terdiam. Tidak ada reaksi apapun walaupun hanya senyum. Ucapan Hansel sukses membuat hatinya berbunga-bunga seperti ketiban bulan.
"Ah, aku udah baca sampai habis novel yang kamu beliin waktu itu. Ceritanya bagus dan lucu. Jadi pengen ketemu sama aslinya." ucap Hilda banting setir mengganti topik karena tidak tau mau ngomong apalagi.
"Lucuan juga kamu." sahut Hansel sambil menyentil dahi Hilda.
"Kenapa?"
"Suka ganti topik disaat nggak bisa jawab apapun lagi."
"Hansel apaan, sih?!"
Hansel tertawa dan malah mendapat tabokan mulus dari buku matematika yang super tebal. Kalau Hilda salting bahaya juga.
"Aku punya sesuatu buat kamu." ucap Hansel lalu memberikan sebuah jam tangan bewarna putih pada Hilda.
"Jam tangan?" tanya Hilda bingung.
"Iya. Biar kamu selalu ingat waktu dan ingat aku. Meskipun kadang rindu nggak pernah ingat sama waktu. Biar kamu makin sayang juga sama aku karena aku kasih hadiah." jawab Hansel.
"Tanpa hadiah juga aku sayang sama kamu."
Hansel mengacak rambut Hilda dengan gemas. Gadis kalem dan manis yang berhasil membuatnya jatuh hati. Hansel membantu Hilda untuk memakai jam tangan pemberiannya di pergelangan tangan mungil Hilda.
"Makasih," ucap Hilda setelah jam tangan itu terpasang di pergelangan tangan Hilda.
Hansel mengangguk lalu menatap mata Hilda. Mata hitam yang membuatnya enggan pergi darinya. Hansel sedikit terkejut karena bel masuk berbunyi dengan keras. Kemungkinan Pak Raden, sebagai guru kesiswaan menaikkan volume bel masuk agar para siswa mendengarnya. Karena setiap siswa yang telat masuk pasti pakai alasan tidak dengar bel.
"Kuping gue masih normal. Kenapa volumenya harus digedein, sih?" kesal Angga yang baru saja masuk ke kelas.
"Halah, sekarang aja lo baru ngomong normal. Yang kemarin lo selalu telat masuk berarti kemarin kuping lo congekan?" sahut Ardo yang ada dibelakang Angga.
"Sembarangan lo kerdus susu! Eh, yang pacaran udahan, woy. Kuping lo congekan apa kawe?" tanya Angga. Lebih tepatnya menyindir Hilda dan Hansel. Iri sebenarnya, pemirsa. Dia kan jomblo dari kelas sepuluh.
Hansel dan Hilda terkekeh. Hansel mengusap kepala Hilda lalu tersenyum. "Nanti jangan lupa."
"Kita sekelas. Mana mungkin lupa." kata Hilda lalu membiarkan Hansel duduk di tempatnya.
Setelah Hansel kembali ke mejanya dan mulai mengoceh bersama geng gilanya yang tidak tertolong itu, Hilda mulai fokus pada bukunya dan beberapa tugas yang harus dikumpulkan hari ini. Di sebelahnya, Ifa juga sudah bersiap untuk menghadapi guru fisika yang satu ini. Bu Riya. Ngomongnya sih nggak galak. Tapi rasanya langsung menusuk ke dalam hati kalau nyindir. Pedas macam bubuk cabe yang bintang iklannya Rizki Febian dan Jazz.
Tanpa sepengetahuan Hilda, ada seseorang yang menekuk wajahnya dan menatap Hilda penuh rasa sebal karena melihat Hilda bersama Hansel.
***
Hallo! :)
Senang bisa kembali update setelah kena penyakit mager akut wkwkwk 😂 kalau ada yang usul roleplayer untuk Hilda dan yang lain, boleh ya tulis di kolom komentar. Karena aku ga pinter cari roleplay wkwkwk😁
Terimakasih telah membaca cerita Hilda 💙
See you❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Minggu Hilda [COMPLETED]
القصة القصيرةIni kisah malam minggu seorang cewek bernama Hilda Widya Develine. Malam minggunya ia habiskan seorang diri dengan cara menghias kamarnya dengan tumblr light, stiker minions, atau sibuk berselfie ria dan vidio call dengan sahabatnya. Semua itu ia...