10. Langkah awal untuk akhir yang baik

110 12 0
                                    

"Bikin puisi apa ya? Bangke dah, tuh guru. Tau gue kagak bisa bikin puisi juga." keluh Charin sambil menghentakkan kakinya ke lantai kayak anak kecil.

Sedangkan disisi lain, di habitat Angga and the geng, para manusia disana sedang berunding layaknya konferensi meja kotak. Entah itu berunding tentang arisan emaknya lah, anaknya satpam yang baru lahir lah, sampai siapa bapak dari anak kucing warna putih belakang sekolah.

"Puisi lo apaan, Ngga?" tanya Ardi, sahabat Angga dari jaman peperangan.

"Gue mau buat puisi tentang kembang kamboja." jawab Angga dengan santainya. Disebelah Angga, Hansel sedang serius membuat puisi.

"Elu apaan, Sel?" tanya Ardi kayak mencari hidayah. Hansel mendongak lalu menatap Ardi.

"Puisi untuk alam." jawab Hansel lalu kembali menulis.

"Gue puisi untuk sepeda aja, dah." ucap Ardi lalu kembali menulis.

Tidak lama kemudian, Bu Tina kembali dengan membawa buku nilai dan kawan-kawannya. Bu Tina duduk di singgasananya kemudian menatap seluruh murid.

"Sudah selesai?" tanya Bu Tina.

"Sudah, Buu!" jawab siswa kelas dengan kompaknya.

"Baik saya akan panggil secara acak. Yang pertama, Angga Dermawan nomor absen tiga. Silahkan maju." panggil Bu Tina. Dengan pedenya, Angga maju dengan membawa buku yang telah ia isi dengan puisi.

"Selamat mendengarkan. Bila ada komplain tentang puisi ini, hubungi nomor dibawah." ucap Angga lalu menunjuk lantai layaknya presenter. Angga pun membacakan puisi karyanya.

Kamboja.

Bunga kuburan bunga Kamboja
Bunga Bali bunga Kamboja
Yang kuakui indahnya
Oh, bunga Kamboja, semoga kau selalu jatuh menerpa
Di kuburan dekat rumah saya

"Terimakasih. Ada komplain?" tanya Angga setelah membacakan puisi absurdnya. Bukannya komplain, seluruh kelas malah tertawa ngakak.

"Woy Mangga! Puisi lo cakep!" seru Charin yang masih tertawa ngakak.

"Iya dong. Bu saya duduk, ya." ucap Angga lalu menuju habitatnya. Bu Tina hanya membiarkan Angga duduk sambil geleng-geleng kepala. Bocah aneh.

"Selanjutnya, Hansel, silahkan maju kedepan." panggil Bu Tina lagi.

"Iya maju emang kedepan, Bu. Kalo ke belakang namanya mundur." balas Hansel lalu berdiri dan maju ke depan kelas. "Nama saya Hansel. Saya akan membacakan puisi saya. Jika mau komplain, silahkan buka instagram saya lalu tap-tap dua kali pada fotonya. Selamat mendengarkan." Hansel pun membacakan puisinya dengan pedenya.

Surat untuk Nona.

Ku tuliskan surat untuknya
Untuk Nona yang amat ku cinta
Yang kupuja sepanjang masa
Ku ingin bicara
Aku mencintaimu Nona.
Ingin taukah siapa namanya?
Yaitu Nona Hilda.

Sontak, Hilda yang tadinya bersender ria di tembok langsung melotot tajam ke arah Hansel. Yang dipelototin malah nyengir dengan watadosnya. Hilda sudah malu setengah mati. Apalagi banyak sorak sorai yang membuat dirinya semakin malu.

"Duh, gue jadi pengen melayang." celetuk Ifa ngawur. Hilda menggeram lalu menutup wajahnya dengan buku tulisnya.

"Gila bangke emang tuh, bocah!" ucap Hilda kesal.

"Saya sudah bilang, jika ada komplain silahkan tap-tap dua kali di foto instagram saya. Terimakasih." Hansel nyengir sok suci lalu kembali ke tempat duduknya.

Angga, dan Ardi menatap Hansel kayak orang gila yang turun dari langit terus jatuh ke empang. Hansel duduk dengan senyuman yang masih mengembang.

"Gue kalah ini." celetuk Angga yang terkenal sebagai pakar cinta. Ardi menatap Hansel dengan tatapan sedih.

"Gue baru aja mau nembak Hilda." kata Ardi dengan wajah tersakiti. Hansel malah menggaplok kepala Ardi dengan buku tulisnya yang bergambar mobil punya mulut sama mata.

Hansel menaruh bukunya lalu berbicara. "Langkah awal untuk akhir yang baik."

"BANGKE LU!" sorak Angga dan Ardi bersamaan.

***

Thanks for read, gays :))

See you❤

Malam Minggu Hilda [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang