Hilda membuka gorden jendela kamarnya. Cahaya mentari yang tadi terhalangi langsung menyusup begitu saja tanpa permisi. Senyum Hilda mengembang. Hangatnya bukan main. Disapa langsung oleh mentari setelah malam yang dingin, benar-benar bisa membuat perasaan Hilda kembali bahagia.
Setelah mandi, Hilda duduk di sofa yang berada di samping jendela kamarnya. Sebuah buku bewarna ungu muda dengan gambar bunga lavender terletak di atas meja. Pulpen hitam Hilda buka tutupnya dan ia tumpahkan isinya di kertas putih buku tersebut. Sebuah catatan untuk mengenang, begitulah Hilda menyebutnya. Hilda tidak pernah lupa menulis dalam buku tersebut untuk mengenang segala kejadian yang berpengaruh kepada Hilda. Rincian kejadian dan pelajarannya agar Hilda tidak melupakannya.
Wajahnya terlampau serius saat menulis. Mengingat rangkaian kejadian. Seperti menulis cerpen kisah sendiri bagi Hilda. Meskipun mengenang itu kadang menyakitkan, tapi Hilda tetap menulisnya agar ia tidak lagi mengulang kejadian yang sama jika itu buruk dan agar ia selalu mengingatnya jika peristiwa itu baik alurnya. Tidak lupa menulis pelajarannya juga agar ia tetap bersyukur. Baik atau buruk kejadian itu, tetap bisa Hilda ambil positifnya dan pada akhirnya Hilda akan mensyukuri apa yang sudah Hilda dapat.
Hilda meletakkan pulpen hitamnya kemudian memilih foto polaroid koleksinya untuk ditempel di atas tulisan. Hilda tersenyum sudah menemukan foto yang pas untuk ditempel. Setelah itu, ia menutup buku bewarna ungu miliknya dan memilih menyimpannya di laci meja. Dengan senyum lebarnya, Hilda keluar dari kamar. Siap mengawali hari Minggu di pagi yang cerah tanpa mendung yang mengisi langit biru bersama dengan perasaan Hilda yang sedang dipenuhi dengan bunga.
Sebuah Catatan untuk Mengenang.
Banyak hal yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Banyak pelajaran juga yang gue ambil dari beberapa peristiwa yang tentunya sangat mengejutkan bagi gue sendiri.
Gimana nggak mengejutkan kalau dikhianati dua orang yang paling dekat dengan gue sekaligus?
Hansel, mantan pacar gue yang gue kira akan benar-benar mengubah malam Minggu gue menjadi lebih berharga. Dia baik, awalnya. Terlihat serius dari matanya. Sampai gue bisa terlalu dalam jatuh hati sama dia karena dia benar-benar merebut hati gue. Tidak ada rasa janggal dari dalam diri gue karena gue terlanjur meletakkan kepercayaan gue sama dia.
Charin, dia sahabat gue. Orang yang selalu menemani gue saat gue nggak tahu lagi harus lari kemana, orang yang selalu ada di dekat gue saat gue butuh bantuan, orang yang selalu memberi saran ini dan itu tentang percintaan ataupun dalam keseharian gue, orang yang bisa menghibur gue karena tingkahnya. Sama seperti Hansel, gue menaruh kepercayaan yang besar sama Charin karena dia sahabat gue.
Tapi kepercayaan dari gue mereka letakkan di ujung tanduk dan akhirnya dijatuhkan oleh mereka sendiri. Ya, kepercayaan gue hancur dan nggak ada sisa. Lebur. Gue percaya sama Hansel yang akan setia sama gue tapi dia anggap gue cuma gadis polos yang gampang dimanfaatin. Dia menyepelekan gue gitu aja. Gue percaya sama Charin, tapi ternyata dia ikut mendalangi permainan. Hansel dan Charin main di belakang gue.
Gila, ya? Gue dulu bikin dosa apa, sih sama semesta?
Kemudian, gue dihadirkan satu orang oleh semesta yang baik. Dia berhasil menghibur gue disaat gue benar-benar hancur karena Hansel dan Charin. Dia, Ardo. Cowok yang nggak bisa dibilang kalem tapi tulus. Gue benar-benar lihat sorot matanya. Terlihat di sana dia nggak akan mempermainkan orang yang dia sayang. Dia bilang ke gue kalau dia suka sama gue dan minta sebuah kesempatan agar bisa masuk ke hati gue.
Tapi, gue sendiri nggak tahu kapan bisa buka hati lagi setelah semua kejadian ini. Gue nggak mau bikin cowok sebaik Ardo nunggu gue yang nggak tahu kapan siapnya untuk nerima orang baru. Maka, gue nggak kasih kesempatan untuk Ardo. Kalau akhirnya gue juga tetap nggak bisa, Ardo pasti akan kecewa dan gue nggak mau dia merasakan kecewa itu. Ardo terlalu baik untuk dikecewakan.
Banyak hal yang berubah setelah drama dikhianati ini. Gue dan Charin nggak seakrab dulu. Tentu saja. Gue dan Hansel jadi seperti Rusia dan Amerika yang perang dingin. Kami cuma bicara kalau ada perlu mendesak aja. Di luar itu, kami saling diam meskipun duduk bersebelahan.
Lampion dari Hansel masih gue simpan. Sayang untuk dibuang karena terlalu lucu. Sebagai pengingat juga kalau orang yang memberi lampion itu pernah menyakiti hati gue.
Setelah semuanya terjadi, gue juga balik lagi ke rutinitas malam Minggu seperti biasanya. Sendirian. Tanpa pergi kemanapun. Menikmati malam yang gue agung-agungkan sejak dulu bersama diri sendiri. Gue juga pasti sibuk belajar karena sudah kelas XII. Banyak ujian sudah menunggu di depan mata.
Dari semua yang terjadi, gue belajar banyak hal. Arti bahagia yang sebenarnya, belajar dari rasa kecewa, menghargai, dan menjaga apa yang sudah diberikan untuk kita. Untuk lo yang punya orang spesial, tolong dijaga baik-baik karena dia pasti juga sudah percaya sama kita. Jangan pecahkan kepercayaan mereka.
Dari semua hal yang terjadi, gue juga dapat pencerahan untuk melihat siapa sahabat gue sebenarnya, siapa orang yang gue sayang sebenarnya. Ternyata selama ini gue salah menaruh kepercayaan dengan mereka, jadilah berakhir seperti ini.
Sudah dulu kisahnya. Karena mengingat hal yang tidak ingin diingat itu butuh tenaga lebih banyak.
—Hilda.🌹🌹🌹
-E N D-
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Minggu Hilda [COMPLETED]
ContoIni kisah malam minggu seorang cewek bernama Hilda Widya Develine. Malam minggunya ia habiskan seorang diri dengan cara menghias kamarnya dengan tumblr light, stiker minions, atau sibuk berselfie ria dan vidio call dengan sahabatnya. Semua itu ia...