Taehyung dan Hoseok tidak langsung setuju dengan penawaranku. Mereka bilang akan memikirkannya dan itu kembali membuatku tidak bisa tidur semalaman.
Setuju atau tidak, aku harus pergi dari mereka setelah jam sembilan pagi. Bisa saja aku langsung pergi, tapi aku tidak mau mereka semakin panik jika aku menambah daftar pencarian setelah Minhee.
Aku sempat berpikir akan kembali menjalani hidup normal sendirian karena hingga pagi tiba, mereka tak kunjung memberikan jawaban. Namun saat kami sarapan satu cup ramen di minimarket dekat sauna, kejelasan akhirnya kudapat.
"Apa tidak merepotkan jika sampai menyewakan tempat tinggal untuk kami?" Hoseok bertanya.
"Saudaraku tidak keberatan sama sekali. Dia akan membayar sewa satu tahun pertama, jadi uang hasil kalian bekerja bisa dikumpulkan untuk membayar sewa tahun berikutnya."
"Kenapa saudaramu tidak kembali lebih awal, ya?" Taehyung bersuara dengan pandangan menerawang lurus ke jalanan yang didominasi pejalan kaki yang akan berangkat kerja atau sekolah.
"Aku juga berharap begitu. Orang tuanya memperlakukanku dengan buruk, tapi hubungan kami baik." Kemampuan berbohongku meningkat. Hubungan baik? Konyol.
"Tapi bagaimana dengan Minhee? Bagaimana kalau dia kembali dan mencari kita?"
Aku merasa bodoh karena pertanyaan Taehyung barusan. Minhee menjadi salah satu alasan kuat aku mengambil keputusan ini, kenapa malah aku mengabaikan kemungkinan yang cukup besar kalau Taehyung atau Hoseok akan membahasnya?
"Aku malah berpikir apa mungkin Minhee sudah kembali ke rumahnya?"
"Kenapa berpikir seperti itu? Kau tidak melihatnya, 'kan?" Aku merasa Hoseok seperti sedang menuduhku, tapi aku harus tenang.
Aku menggeleng lemah. "Tidak. Aku tidak punya firasat buruk apa pun, Minhee juga tidak mengabari kita sama sekali. Jika Minhee masih di jalanan, kupikir pasti kita sudah menemukannya."
"Benar juga. Baik atau tidak keadaannya saat ini, aku juga yakin Minhee sudah tidak di jalanan lagi," timpal Hoseok berada di pihakku.
"Di mana pun Minhee berada, dia pasti akan mencari kita nantinya saat kembali. Kita tidak akan keluar kota. Tempat kerja baru kalian nanti juga tempat yang akan mudah dikunjungi olehnya."
***
Jam sembilan pagi, aku bersama Taehyung dan Hoseok sudah berada di kafe di mana aku janji bertemu Yoongi hari ini. Kalau tidak salah ingat, Yoongi tidak memintaku datang sendiri, jadi kurasa ia takkan marah karena kejadiran Taehyung dan Hoseok bersamaku saat ini.
Sepuluh menit menunggu, Yoongi tiba dengan setelan formalnya. Jika dulu ia benar kuliah hukum, mungkin sekarang Yoongi sudah jadi pengacara atau jaksa. Atau malah ia mengincar posisi hakim seperti ayahnya.
"Baguslah kau membawa mereka sekalian," katanya. Ia berdiri di samping meja, tanpa berniat untuk duduk. Lalu secarik kertas ia keluarkan dari saku kanan celana klimisnya, diletakkan di atas meja dekat dengan Taehyung dan Hoseok.
"Itu alamat flat baru kalian. Password pintu sudah kutulis di situ. Temui pengelolanya di lantai satu untuk mengisi data kalian."
"Terima kasih."
"Tidak jauh dari bangunan flat itu, ada toko roti dan minimarket. Masing-masing hanya ada satu lowongan, terserah bagaimana kalian akan membaginya. Di toko roti, temui Kim Seokjin dan bilang kalau kalian kenalan Min Yoongi."
"Bagaimana dengan yang minimarket?" tanya Taehyung dengan nada polos.
"Temui Lee Junho, bilang juga kau kenalanku. Aku hanya minta jangan mempermalukanku. Sisanya ... itu untuk hidup kalian sendiri, jadi pikirkan baik-baik kalau mau membuat masalah kecuali kalian mau kembali ke jalanan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Craziest Thing [TELAH TERBIT]
FanfictionMin Yoongi mengajakku menikah. Lima tahun tidak pernah bertemu sama sekali dan hal serius yang dikatakannya padaku menjadi hal paling gila yang pernah kudengar seumur hidupku. Lebih gilanya lagi, dengan penawaran yang tak dapat kulewatkan, aku berka...