Aku menyedihkan, mereka berdua brengsek. Ada ungkapan yang lebih berengsek untuk mengungkapkan betapa berengseknya mereka? Katakan padaku!
Aku tidak berniat mengasihani diriku sendiri, tapi mau bagaimanapun aku menampik, saat ini aku memang patut dikasihani bahkan oleh diriku sendiri.
Suami yang sejak tadi dibicarakan Sojung adalah Yoongi. Suamiku.
Aku berhak marah, lebih dari siapa pun, tapi ujung-ujungnya keadaan akan berbalik di mana aku akan kalah, hina, menyedihkan. Semua bercampur jadi satu dan akan tersemat padaku seutuhnya.
"Hei, kalian tidak mau berkenalan?"
Persetan dengan mulut sampah Sojung!
Demi apa pun, aku tahu betul bagaimana Sojung dan kali ini cukup yakin jika wanita ular ini mungkin sudah tahu bagaimana situasiku dengan Yoongi. Sojung punya kuasa besar untuk mencari tahu bahkan apa yang semut lakukan di selokan.
"Kami bertetangga dulu." Yoongi menjawab sementara aku enggan mengeluarkan sepatah kata pun untuk keduanya.
Akan lebih baik jika ia diam. Ini justru semakin menyakitiku.
"Benarkah? Aku tidak tahu. Aku tahu Yoongi Oppa setelah kau tidak tinggal ... maaf. Aku tidak bermaksud mengungkit masalahmu dulu."
"Tapi kau sudah mengungkitnya," ujarku datar. "Aku permisi. Orang yang kautunggu dan ingin kautanyakan soal pinjam rahim orang lain sudah datang."
Aku sempat melihat raut terkejut di wajah Yoongi sebelum pergi. Terlalu mengejutkan untuknya mungkin aku mengetahui hal rahasia mereka dan mengungkapkannya dengan gamblang.
Aku tidak sejahat Sojung, tapi soal ketajaman mulut, adu saja dan lihat siapa yang menang.
***
Membuang ponsel adalah hal pertama yang kulakukan begitu meninggalkan kafe. Aku harus pergi sejauh mungkin dari hidup Yoongi dan Sojung. Janin ini harus kujaga untukku sendiri daripada aku harus menyerahkannya pada mereka berdua.
Enak saja. Aku yang susah payah mengandung, hak asuhnya langsung hilang begitu lahir nanti.
Kamar flat Taehyung dan Hoseok tadinya menjadi tempat pertama yang ingin kutuju, tapi kemudian urung karena besar kemungkinan Yoongi akan mencariku—kalau masih peduli—ke sana. Bisa kacau kalau sampai Yoongi membongkar hubungan kami pada mereka.
Hera menjadi satu-satunya tempat yang kutuju dan bodohnya ponsel sudah kubuang di saat aku belum tanya apakah Hera ada shift di rumah sakit atau tidak.
Tapi untungnya aku cukup beruntung kali ini.
"Kenapa tidak bilang kalau kau akan datang?" Hera cukup terkejut saat membuka pintu untukku.
"Ponselku hilang." Aku beralasan. "Kenapa? Kau ada janji dengan pacarmu?"
Di luar dugaan, Hera terbelalak. "Bagaimana kautahu?"
"Jadi benar?"
"Aku cuti hari ini untuk bertemu dengannya. Apa aku sudah cerita soal kesibukan kami?"
"Sudah. Dia pengacara sibuk dan kau dokter yang tak kalah sibuknya. Sempurna sekali hubungan kalian."
Selagi duduk di ruang tengah rumah Hera, aku mengeluh iri. Kehidupannya sempurna. Berasal dari latar belakang keluarga yang baik, orang tua penyayang tanpa skandal, cerdas, mimpi yang terwujud, pekerjaan mapan, dan sekarang ditambah pacar yang juga punya pekerjaan impian para Ibu untuk anak gadis mereka.
Aku? Sedih sendiri jadinya kalau mengingat betapa malangnya nasibku sampai detik ini.
"Kau terdengar seperti sedang mengeluh terselubung kalau hubungan asmaramu tidak baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Craziest Thing [TELAH TERBIT]
أدب الهواةMin Yoongi mengajakku menikah. Lima tahun tidak pernah bertemu sama sekali dan hal serius yang dikatakannya padaku menjadi hal paling gila yang pernah kudengar seumur hidupku. Lebih gilanya lagi, dengan penawaran yang tak dapat kulewatkan, aku berka...