Keringat dingin masih keluar, walau tidak separah saat pertama kali melakukannya.
Malam itu saat kami bicara soal belajar dan berakhir pada Yoongi yang menyinggung traumaku, kami melakukannya. Yoongi sungguh mengajariku bagaimana aku harus belajar melawan trauma itu.
Yoongi menciumku lembut malam itu—yang satu itu kami sering melakukannya, tapi yang berbeda adalah Yoongi tak hanya mencium bibir, tapi juga hampir seluruh bagian tubuhku.
Keringat dingin sungguh membasahi tubuhku. Aku gemetar dan tak hanya sekali tubuh Yoongi kudorong untuk menjauh. Tapi pria itu tak gentar. Dengan bisikan dan sentuhan halusnya, ia seolah berubah menjadi penyihir hebat yang sedang merapalkan mantera untuk meluluhkanku.
Malam itu, kami berakhir dengan bergelut panjang dan tidur tanpa pakaian. Pun paginya Yoongi yang biasanya tidur lebih lama dariku, bangun lebih awal dan bersikap sangat manis padaku. Memberi morning kiss, bersikap layaknya suami pada istrinya.
Setelah malam itu, sedikit demi sedikit aku belajar mengatasi traumaku. Bayangan menakutkan pria itu perlahan memudar, tidak ada lagi ketakutan akan Yoongi yang mungkin akan merebut sesuatu yang berharga dariku.
Pagi ini, hampir dua bulan—tanpa terasa—setelah malam itu, aku kembali terbangun dengan selimut menjadi satu-satunya kain penutup tubuhku.
Yoongi sudah bangun, duduk di sisiku, menyandarkan punggungnya pada dashboard ranjang kami dan fokus pada ponsel di tangannya.
Entah apa yang sedang ditekuninya di benda keluaran Amerika tersebut, sampai ia tak sadar aku sudah bangun dan terpaku pada dirinya yang entah bagaimana tampak begitu menakjubkan saat bangun tidur hanya dengan kaus putih polos melapisi tubuh atasnya.
"Jam berapa sekarang?" tanyaku basa-basi. Aku tidak perlu tahu waktu, hanya ingin mendapat perhatiannya.
"Jam delapan. Ada apa?"
Aku menggeleng pelan. "Tidak ada apa-apa. Kau tidak bekerja?"
"Aku cuti hari ini."
"Cuti. Tumben sekali."
"Kita harus bertemu Baekhyun Hyung saat jam makan siang nanti."
"Baekhyun?"
Yang punya piano di apartemennya itu?
"Iya. Dia pengacara yang akan membantumu mengusut lagi kasus kematian orang tuamu."
Sungguh, aku sempat lupa pada kasus itu, apa yang Yoongi janjikan saat membujukku untuk menyetujui pernikahan ini. Sikap Yoongi yang berubah lembut dan perlahan kami seperti pasanan suami-istri pada umumnya membuatku melambung tanpa sadar.
Aku sudah lupa daratan.
"Masih nanti siang, 'kan? Aku mau tidur lagi."
Perkataanku menarik perhatiannya lagi. Seperti ingin mengatakan sesuatu yang entah apa, tapi kemudian ia hanya berujar, "Baiklah," dan beringsut turun, kembali berbaring di sampingku.
"Tidurlah," katanya, tapi berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan, ibu jarinya justru mengelus lembut pinggangku yang polos tanpa pakaian.
"Aku tidak boleh tidur?"
"Boleh, tapi satu kali lagi dulu, ya?"
***
Tempat pertemuan kami dengan Baekhyun cukup rahasia. Kembali ke apartemen berpiano milik Baekhyun, sepertinya pria berwajah manis itu juga cuti hari ini demi pertemuan ini.
Kasus orang tuaku sepertinya juga sangat penting untuk mereka.
"Aku tidak bisa memasak, jadi aku pesan saja di luar. Kuharap kalian suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Craziest Thing [TELAH TERBIT]
FanfictionMin Yoongi mengajakku menikah. Lima tahun tidak pernah bertemu sama sekali dan hal serius yang dikatakannya padaku menjadi hal paling gila yang pernah kudengar seumur hidupku. Lebih gilanya lagi, dengan penawaran yang tak dapat kulewatkan, aku berka...