Selepas dua jam menekuri buku Bahasa Indonesia, mengerjakan soal-soal Fisika, dan beberapa soal Matematika dengan perlahan-lahan, Andi tak ubahnya seperti peserta SNMPTN yang siap melaju ke pertempuran menuju PTN. Ia ingat ia merupakan siswa bodoh di kelas, sehingga ia terus berusaha serius mempelajari materi sekolah.
"Andi, akhir-akhir ini, kamu nampak serius belajar. Kamu mau juara kelas, ya?"
Andi sangat mendengar singgungan Rio. Ia tidak tahu apakah itu sindiran atau pujian, tapi itu tidak membuatnya teralihkan sedikitpun. Ia masih terus mengingat masa itu...
Sebuah lembar jawaban dibeberkan di depannya minggu lalu. Begitu Andi melihatnya, seorang guru wanita bernama Helen menurunkannya, lalu meletakkannya ke meja. Wanita itu melepas kaca matanya, lalu mengurut-urut pangkal hidungnya.
"Maaf, Bu," kata Andi memurung.
Helen mendesah. Ia kembali menempelkan kacamatanya. "Kamu tidak perlu minta maaf. Kamu hanya perlu berusaha. Aku harap kamu ikut remedial minggu depan. Kamu harus bekerja dengan sangat keras minggu ini."
"Ya, Bu."
"Bukan hanya nilai Fisika, kamu juga lemah dalam nilai pelajaran lain, Matematika, Kimia, bahasa Inggris dan lainnya," kata Helen. "Aku rasa tahun ini kamu tidak bisa naik kelas. Nilaimu sangat rendah,dan lebih rendah dari yang lain. Aku harap kamu berhasil dalam remedial minggu depan. Aku juga tidak mau kamu tinggal kelas, Andi."
Andi bisa saja tidak terlalu mengindahkan pembicaraanya dengan Bu Helen. Ia bisa menghubungi orang tuanya. Tanpa ulangan akhir sekalipun, ia bisa naik kelas. Ia bisa memanfaatkan kedudukan orang tuanya. Tapi bukan seperti itu. Ia bukan tipe orang manja. Oleh karena itu, mulai saat ini, ia akan berusaha untuk lulus.
∭
Tidak bisa dipungkiri kejadian setengah jam yang lalu ketika ia melintas di ruang guru, tengah menjajaki pikiran Jora. Kejadian itu menyita perhatiannya terhadap soal-soal matematika yang menggiurkan dan Mario dan Sella yang heboh berbicara tentang remedial. Ketika itu ia tengah lewat dan melintas. Ia melihat Andi tengah diceramahi habis-habisan oleh Bu Helen. Bu Helen sampai menunjukkan lembar jawabannya. Ia bingung kenapa ia harus menguntit dan memperhatikan cowok itu. Akhir-akhir ini ia tidak kelihatan dan tidak pernah didengarnya sebelumnya. Ketika baru melihat, ia menjadi penasaran.
Jora mengintip dari jendela kaca kantor guru. Ia bisa melihat nilai nol pada lembar-lembar jawaban Andi. Parah sekali.
"Oh, ya, kamu ikut remedial, Mario," kata Sella.
"Tidak dong," sahut Mario menyombongkan diri.
Remedial? Untungnya ada remedial. Jadi mungkin Andi akan lulus—yah, setidaknya ia harus berusaha keras. Tapi, tunggu dulu. Kenapa aku harus peduli?
"Kapan jadwal remedial?" tanya Jora tiba-tiba.
Sella sedikit tersentak. "Dua minggu lagi. Kenapa, Jora?"
"Jangan bilang kamu ikut remedial?" sambung Mario dengan mata tidak percaya.
"Jelas, tidak," kata Jora, lalu menyamarkan sikapnya dengan mengerjakan soal. Pikirannya masih melayang dan berlabuh pada Andi.
∭
Siang yang panas membuat Jora memutuskan untuk ke perpustakaan. Ia sengaja meninggalakan Sella dan Mario yang memaksanya untuk makan eks krim di cafeteria. Ia merasa akhir-akhir ini mereka berdua seperti memaksanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Patoraglic [COMPLETE]
Teen FictionDemi mendapat perhatian keluarganya, Jora Melkinson rela belajar seharian di rumah, jauh dari dunia sahabat, demi menjadi siswa pintar di sekolah. Ia ingin dipuji ayah-ibunya atas prestasi gemilangnya di sekolah. Namun sedikitpun orang tuanya tidak...