Chapter 04 : The Ghost Bag. 2

14 3 7
                                    

Jora terbiasa melakukan segalanya sendiri. Ia menolak ketika Pak Renolf ingin mengobati lukanya. Ia menyuruh guru itu mengurus hal yang lebih penting dibandingkan mengurusi dirinya. Ia duduk bersandar di kursi dengan kedua tangan dilekatkan di atas meja. Ia melihat wajahnya di balik pantulan cermin. Keningnya berkerut dan matanya menyipit menatap lekat-lekat bayangan di balik cermin. Ia tidak bisa melihat jelas bayangannya. Jora meraih kacamata yang tersimpan di dalam sakunya, lalu meletakkannya di atas meja. Kacamatanya pecah karena jatuh ketika dihajar cowok menyebalkan itu. Ia memasangkannya di wajahnya. Lensa sebelah kiri benar-benar retak tidak terpakai lagi.

Di balik pandangan remang-remang, ia bisa melihat kondisi wajahnya. Mukanya benar-benar babak belur. Di sisi bibirnya membengkak dan membiru, hingga mengeluarkan darah. Ia bahkan mimisan. Pelipisnya terasa nyeri. Kepalanya juga terasa pusing.

Ini semua ulah cowok itu. Mario. Oh, jadi ia yang disebut sebagai The Ghost itu? Ia benar-benar hebat sampai bisa membuatnya luka seperti ini. Tunggu dulu, ini bukanlah saatnya untuk mengagumi orang yang tidak penting.

Jora membersihkan luka yang memar.

Semua ini bukanlah apa-apa...

Jora tiba di kelasnya. Seperti biasanya ia pasti menemukan siswa-siswa berjubel ke setiap sisi seperti membentuk gumpalan masing-masing. Ia tahu apa yang mereka bicarakan. Mereka pasti mulai mengata-ngatainya lagi. Apalagi setelah mereka mengetahui Jora baru saja berkelahi dengan siswa lain. Ya, sudahlah. Sudah hal biasa ia akan menjadi bahan gosip. Huh, ini seperti menjadi makanan seharian baginya.

Sebenarnya melihat kondisinya, Pak Renolf sempat menyuruhnya untuk tidak masuk kelas hari ini. Guru itu bahkan bertanggung jawab dan mengantakannya ke rumahnya. Tapi ia malah menolakanya. Ia rasa guru itu terlalu melebih-lebihkan mengenai kondisinya. Apa salahnya sedikit babak belur. Ia rasa ini bukanlah hal yang terlalu dilebih-lebihkan. Ini bukanlah apa-apa.

"Jora," kata seseorang. Suaranya terdengar heboh. Tidak salah lagi...

Andi langsung menghampiri Jora yang sudah duduk di bangku paling depan. Ia duduk di samping cowok itu. Ia benar-benar gusar.

"Apa yang terjadi padamu, Jora. Kamu terluka. Siapa yang melakukan ini?"

"Berisik, ini bukan urusanmu," kata Jora menepis tangan Andi yang ingin menyentuhnya. "Ini bukanlah apa-apa."

"Sebaiknya kamu aku antar pulang. Kamu..."

"Tidak usah," sahut Jora datar ketika meletakkan tas dan mengeluarkan isinya.

Andi tidak tahu harus berkata apa lagi. Ia ingin sekali menghibur Jora, tapi apa yang harus dilakukannya. Sangat sulit menyenangkan hati Jora. Oh, ya, kenapa aku sampai lupa?

"Jora, aku mau memberi sesuatu untukmu," katanya dengan bertingkah seperti orang yang ingin memberi kejutan. Sayangnya Jora tidak menyukai itu.

Andi langsung memamerkan buku yang nampakanya tebal itu dengan dilapisi plastik hitam sembari berkata, "Kejutan!" Sayangnya, itu tidak mengejutkan.

Cowok itu langsung menjulukan buku itu ke depan Jora dengan penuh keyakinan. Ia nampak begitu semangat sekali. "Aku sengaja membeli buku ensiklopedia ini untukmu. Mudah-mudahan kamu mau."

Jora meleguh sebentar, lalu melihat cowok itu dengan sinis. Sikap seperti ini pun, Andi masih tetap berani tersenyum seperti itu. Sesungguhnya hatinya terbuat dari apa sih? Kenapa ia masih selalu mencoba mendekatinya padahal ia sudah cukup cuek dan kasar?

Patoraglic [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang