Volume 13 - Letting

2.3K 358 31
                                    

  "We won't ever see each other again after."  IKON--Airplane. 

Irene meremas ujung kaos yang ia kenakan. Gadis itu nampak tak nyaman dengan posisinya, sedikit peluh membasahi dahinya. Kepalanya tertunduk dalam dan ia tidak berani untuk mendongak barang sekian senti saja. Sebab di hadapannya telah ada sosok Wendy dengan kedua tangan terlipat di depan dada dan mata yang memandang Irene dengan tajam. Setelah datang dan berteriak tak jelas, Wendy segera mengusir Bo Gum dari flat Irene tanpa memberikan kesempatan bagi lelaki Park itu untuk menyelesaikan kalimatnya. Dan sekarang gadis blasteran itu hendak menginterogasi Irene setelah melihat flat Irene yang nyaris kosong.

"Jadi kau ingin pindah tanpa sepengetahuanku, hm?" Sinis Wendy sembari tersenyum miring. Irene tak menjawab, gadis Bae itu hanya mampu mengeratkan remasannya pada ujung kaos toskanya itu. Kepalanya semakin tertunduk, lagipula dia tak mampu untuk menjawab pertanyaan sinis Wendy barusan.

"Sebenarnya kau menganggapku apa, Irene-ah? Apa beberapa tahun ini tak cukup untuk menunjukkan bagaimana sebenarnya persahabatan kita?" Kali ini suara Wendy melemah membuat perasaan bersalah menyelip di relung hati Irene. Sepertinya, sikapnya sudah terlampau berlebihan.

"Kau menghilang selama tiga hari dan tidak memberi kabar lalu sekarang kau ingin pindah tanpa memberitahuku terlebih dahulu? Kau kejam sekali," tambah Wendy kemudian menundukkan kepalanya sedih. Irene mendongak, menatap lemah Wendy yang kini duduk dengam lemah di depannya.

"We—Wendy-ah, bukan begitu maksudku..." lirih Irene pelan, dia memperdekat jaraknya pada Wendy kemudian menggenggam kedua tangan sahabatnya itu. Wendy mengangkat kepalanya dan membalas tatapan lemah milik Irene.

"Appa-ku dipindahtugaskan lagi. Dan kali ini aku harus ikut pindah karena appa-ku dimutasi ke Australia. Dan aku tidak tahu bagaimana cara memberitahunya padamu. Aku juga tidak sanggup," ujar Irene bergetar, ia menahan tangisnya sekuat tenaga.

"Australia? Kenapa jauh sekali? Apa-apaan sih kantor appa-mu itu." Gerutu Wendy kesal, gadis itu memberenggutkan wajahnya membayangkan hari-harinya tanpa Irene membuatnya begitu sedih.

"Aku juga tidak mau pindah, tapi... eomma-ku tidak mau meninggalkanku sendirian lagi. Maaf, Wendy-ah," kata Irene masih menggenggam tangan Wendy. Mereka berdua sama-sama berusaha untuk menahan tangis, mencoba terlihat tegar di depan satu sama lain.

"Kapan kau pergi, huh?" Mata Wendy berkaca-kaca dan mau tak mau membuat mata Irene ikut berkaca-kaca. Alhasil keduanya menangis tapi sok-sok menutupinya.

"Besok, jam tujuh pagi, eomma-ku sudah mengurus semuanya dengan baik. Aku hanya tinggal pergi ke bandara. Aku akan bertemu dengan mereka di bandara Melbourne nantinya," jawab Irene tak bergairah sembari tersenyum getir.

"Bagaimana dengan Sehun? Kau akan meninggalkannya begitu saja?" Irene menatap Wendy sedikit terkejut, namun setelahnya gadis itu membuang napas pelan, "Aku sudah kalah, lagipula ini hanya perasaan sesaat. Aku tidak apa-apa, aku akan segera melupakannya." Irene terkekeh hambar, melupakan apanya, batinnya. Wendy dan Sehun adalah dua alasan utama mengapa dia tak mau pergi meninggalkan Korea. Tapi, sepertinya Sehun harus dihapus dari daftar alasan itu. Sebab, Irene harus belajar melupakan pria itu. Pria yang sudah menciumnya kemudian pergi tanpa berkata apa-apa.

"Aku antar kau ke bandara besok, ya?" Pinta Wendy dengan wajah memelas. Irene hendak menolak sebab jika Wendy ikut, ia bisa-bisa tidak jadi pergi. Tapi, dia tak tega menolak permintaan Wendy. Lagipula besok adalah hari terakhir mereka bertatap muka. Jadi, tidak ada salahnya membiarkan Wendy mengantarnya ke bandara.

"Baiklah, tapi jangan meraung-raung di sana, ya?" Irene tertawa kecil mengundang Wendy untuk memukul pundak sahabatnya itu.

"Ya, justru kau yang akan menangis besok!" Seru Wendy setengah jengkel. Irene kembali tertawa melihat tingkah sahabatnya yang bakalan sangat ia rindukan itu.

L♡DK: Living With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang