"Mereka itu tidak mengenalmu, bahkan dia tak tahu kau hidup di belahan bumi bagian mana. Dunia itu luas sekali, dan kau mengharapkan dia akan jadi milikmu? Bangunlah."
"Apakah kau yakin ... kau hanya mengidolakannya, dan bukan menyukainya seperti perasaan lawan jenis pada umumnya? Jangan terlalu dibutakan dengan rasa menyukaimu itu sampai kau lupa bahwa di sekitarmu banyak yang lebih mudah kau jangkau."
"Ingin sampai kapan kau menyukainya?"
"Kau bahkan tidak pernah bertemu dengannya, kenapa kau rela membuang waktu, dan menghabiskan uang untuk mengaguminya?"
"Mereka bahkan bertingkah, merias diri seperti perempuan, dan kau masih saja menyukainya."
Stigma yang sering ku terima, ucapan menusuk yang sering singgah di pendengaranku. Jujur saja, bahwa aku sendiri tidak tahu akan sampai kapan mengaguminya. Aku bahkan tidak yakin perasaanku ini hanya kagum atau sudah terlanjur sayang.
Selama ini aku hanya mendengarkan lagunya—melodi yang menjelma jadi sebuah peraturan, dan keharusan yang wajib kudengar sebelum tidur. Bahkan dengan melihat wajahnya sebelum tidur bisa membuatku terbang ke alam mimpi yang indah. Bahkan ketika hati ini benar-benar sedih, senyum mereka bisa menjadi obat terbaik.
Namun ada kalanya aku tak bisa tidur setelah mendengar kabar buruk ketika idolaku diterpa masalah atau musibah. Hal yang lebih buruk lagi adalah, mungkin bukan hanya aku saja yang menangis saat mendengar idolaku menjalin hubungan dengan seorang wanita. Lucu bukan? Aku seperti gadis yang memergoki pacarnya selingkuh, menangis sampai berulang kali mencari kelebihan dari wanita yang disukai idolaku.
Aku yakin bahwa semua yang ada di dunia ini haruslah diperjuangkan, termasuk pula dengan hidup menjadi orang yang mengidolakan artis atau penyanyi. Pernah tiba masanya aku terbakar api emosi, hatiku seolah mengeras ketika ada yang merendahkan, meremehkan, mencaci para idolaku—aku tak terima, karena aku mengenal mereka dengan baik.
Beruntunglah bila menjadi salah satu orang yang memiliki idola di masa remaja. Bukankah mengidolakan sosok orang merupakan tugas perkembangan yang baik? Masa remaja memang waktu yang tepat untuk manusia mencari jati diri, dan dengan mengidolakan mereka bisa jadi salah satu upayaku mencari jati diri ... walau rela tidur larut demi menunggu musik terbarunya.
Manusia itu terus berkembang, masa-masa remajaku yang bergelora dan penuh semangat berangsur berubah menjadi penuh persaingan, dan masalah ketika usiaku beranjak dewasa. Mengidolakan mereka memang bisa membuatmu bahagia, dan menjadi tempat pelarian dari masalah ternyaman. Hingga pada akhirnya aku menyadari sebuah fakta yang hanya bisa dilihat di usia dewasa, aku mulai sibuk dengan urusan bertahan hidup, dan bersaing dengan manusia dewasa lainnya. Aku yang sudah bertahun-tahun mengidolakan mereka pun harus mengakui sebuah kenyataan, bahwa tanpa sadar aku telah berhenti menjadi pengagumnya ketika usiaku beranjak dewasa.
Apakah semua fangirl di dunia memiliki nasib yang sama sepertiku? Atau hanya aku? Apakah hanya aku saja yang perlahan meninggalkan mereka karena sibuk dengan tugas-tugas menjadi orang dewasa?
🐇: Hai! Kare di sini!
Ah iya, pasti kalian bertanya-tanya kenapa dipublish ulang, dan berbeda. Betul, 'kan?
Ya. Jadi begini, cerita ini dibuat pada 2017. Saat ini sudah 2022, jadi aku mau perbarui tulisanku, aku mau tunjukin kalo cerita ini gak cuma baper tapi berbobot, berkualitas, dan bahasanya gak acakadul kayak yg lalu.
FYI, buat yg sudah baca sampai jauh, kalian gak akan rugi membaca ulang kok.
Karena cerita ini mengalami perubahan secara menyuluruh, sampai 95% termasuk endingnya.
So, happy reading Bestie!
XOXO ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious (PROSES TERBIT)
FanfictionBagaimana nasib Alyn ketika harus menjadi pemandu wisata idolanya sendiri? First make: 30072017 New Version: 07012022