Yogyakarta menjadi kota terakhir BXD berlibur, dan mereka hanya menghabiskan waktu tiga hari saja di Kota Istimewa itu. Rencana awal, Alyn sebetulnya ingin pulang ke kota kelahirannya, namun tertunda karena pekerjaan. Ketika pesawat yang ditumpanginya tiba di bandara Yogyakarta, rindu yang dirasakan Alyn justru semakin besar. Lebih tepatnya rindu dengan neneknya.
Menempuh perjalanan selama lima jam, dan kini sudah tengah malam. Yogyakarta masih cukup ramai di beberapa titik kota, dan bus melaju dengan lancar tanpa terhambat macetnya jalan. Para penumpang bus sudah terlelap, kelelahan karena harus berjalan ke sana-ke mari sejak pagi, tapi tidak untuk Alyn. Wanita itu terjaga, memandangi setiap jalan yang dilalui bus, menanti bus yang ditumpanginya melewati jalanan menuju tempat tinggalnya.
Ada perasaan yang mengganjal, sebetulnya ini sudah dirasakan Alyn sejak kemarin, namun perasaan itu semakin besar. Terlalu gelisah, hingga makan malam di pesawat sama sekali tidak dihabiskan—tidak selera makan.
Alyn baru ingat bahwa sejak naik pesawat sampai turun pesawat ia mematikan ponselnya, akhirnya wanita itu mengeluarkan benda pipih tersebut dari dalam tas.
Baru saja beberapa detik benda itu dinyalakan, belasan notifikasi masuk. Mulai dari ayah, ibu, sampai kedua kakaknya. Banyak telepon masuk, dan pesan. Hingga pada saat ibu jari Alyn menemukan sebuah pesan dari Eren, kakak pertamanya. Pesan yang cukup mengejutkan.
Eren:
I know it's hard for you, but she's gone. Nenek menyusul belahan jiwanya ke surga, di dalam tidur.
Sontak tubuh Alyn gemetar, kepalanya tiba-tiba dingin yang disusul rasa pening bukan main. Ia melihat jam tangannya, dan menoleh ke sana- ke mari seperti orang linglung. Hal itu disadari sopir bus yang duduk di samping Alyn.
"Kenapa, Mbak?" tanya sopir bus, khawatir jika mereka telah melewatkan sesuatu.
Alyn melihat jalanan yang dilewati bus. Jalan menuju rumahnya telah terlewati, rasanya Alyn ingin cepat-cepat turun dari bus dan berlari menuju rumahnya. Alyn ingin pulang.
"Gak ada apa-apa, Pak," ucap Alyn. Wanita itu langsung membuka ponselnya kembali dan mencari-cari nomor Ayahnya.
Alyn menelepon ayahnya, dan tak lama telepon itu pun tersambung. Hatinya langsung campur aduk begitu mendengar suara-suara berisik dari seberang.
"Ayah, Alyn di Jogja. Nanti Alyn usahain pulang ya, maaf ya Ayah. Maaf, harusnya kemarin pulang," ucap Alyn, gemetar.
"Sudah, yang penting kamu bisa pulang, bisa ketemu Nenek. Nanti ayah minta Devan buat jemput kamu ya. Sekarang kamu di mana?"
Alyn menggigit ibu jarinya. Air matanya tertahan-tahan, rasanya sesak sekali. Wanita itu ingin menjerit, dan menangis sekencang mungkin.
"Alyn masih di jalan, dari bandara, sekarang mau ke hotel Tentrem. Ayah, sebentar lagi Alyn mau sampai, Devan tolong buru-buru jemputnya ya?" Alyn menutup teleponnya dan kemudian mengirim pesan ke partner kerjanya, Sena, yang saat ini bertugas di bus lain.
Baru kali ini Alyn merasakan kaku, sekaligus mati rasa di tubuhnya. Sekujur tubuhnya dingin, dan gemetar, Alyn diliputi rasa ketakutan yang sama sekali tak pernah ia perhitungkan. Di samping itu, dalam kepalanya terpenuhi rasa bersalah, menyesal, dan marah pada diri sendiri. Seharusnya Alyn tidak perlu ke Bali untuk bekerja lagi, seharusnya Alyn pulang dan menemui neneknya.
Ketika bus sudah memasuki area hotel, Alyn menyalakan lampu bus dan memberitahukan pada BXD untuk bersiap-siap turun. Seharusnya Alyn memberi tahu ketika bus jalan beberapa meter mendekat ke hotel, tapi karena perasaan yang kacau balau—ia terlambat.
Alyn sudah siap-siap berdiri di balik pintu, dan ketika bus sudah berhenti, wanita itu buru-buru membuka pintu.
"Baiklah, sekarang kita sudah tiba di hotel, selamat beristirahat dan sampai jumpa besok pagi! Karena kita akan bersenang-senang kembali!" seru Alyn, wanita itu memasang senyum selebar mungkin. Walau begitu, tak lama kemudian air matanya lolos menetes dan mengalir di pipi.
Buru-buru Alyn itu menghapus air matanya sebelum ada yang menyadari, dan ia bergegas keluar dari bus. Pada saat itu juga Sena keluar dari bus, dan langsung berlari menghampiri Alyn dengan raut penuh kekhawatiran.
"Alyn ... sabar ya." Sena langsung merangkul pundak Alyn, juniornya yang sudah seperti kawan terdekatnya selama seminggu ini. "Kamu kalau mau pulang boleh, nanti saya yang urus bagaimana besok. Saya yang nanti tanggung jawab, kamu boleh pulang," ucap Sena. Pria itu mengusap-usap pundak Alyn yang terasa lemas ketika dirangkul.
Alyn menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Wanita itu tak bisa berpikir apa-apa selain rasa ingin pulangnya begitu besar. Sekuat apapun ia menahan tangisnya, tetap saja air mata terus mengalir walau bibirnya tak bersuara.
"Saya, titip rombongan ya, Kak. Nanti soal bayaran, aku bagi buat Kak Sena," ucap Alyn lirih. Ia merasa tak enak harus meninggalkan Sena sendiri dengan wisatawan yang cukup berat.
Sena menggeleng. "Heh! Kamu jangan mikir itu, sekarang kamu pulangnya gimana?" tanya Sena.
"Dijemput teman. Maaf ya, Kak. Aduh, aku jadi sungkan banget." Alyn menghapus air matanya, dan menoleh ke belakang. BXD sudah turun dari bus, dan tengah mengeluarkan barang bawaan. Tak jauh dari bus, terdapat mobil merah yang berhenti di depan bus. "Kak, saya udah dijemput," ucap Alyn, seraya menunjuk mobil tersebut.
Sena melihat sosok pria berkacamata yang keluar dari mobil dengan pakaian serba hitam, dan berjalan mendekat.
"Kamu baik-baik ya, yang kuat," ucap Sena, lalu menepuk kedua pundak Alyn, seolah mentransfer bantuan kekuatan.
Alyn melihat Devan sekilas, dan menatap Sena. "Terima kasih ya, Kak. Saya pamit dulu," ucap Alyn, dan diakhiri dengan senyum tipis sebelum berjalan pergi meninggalkan Sena.
Tidak jauh dari sana, ada Yoongi yang ternyata sudah memperhatikan Alyn sejak dari awal turun bus sampai Alyn hendak naik ke mobil.
Yoongi menatap bingung kejadian tadi, sebab Alyn dan satu pemandu wisata lagi berbicara dengan bahasa yang tak Yoongi mengerti. Namun dari raut wajah Alyn, Yoongi bisa mengetahui, bahwa tidak ada yang baik-baik saja.
"Alyn-ssi!" panggil Yoongi, tepat sebelum Alyn menutup pintu mobilnya. Pria itu bahkan berjalan maju beberapa langkah untuk menghampiri, namun terlambat sebab mobil yang ditumpangi Alyn sudah lebih dulu melaju.
Yoongi benci situasi asing semacam ini. Ketika rasa keingintahuannya begitu besar, dan kekhawatiran menguasai kepalanya, namun situasi membuatnya seperti orang bodoh yang tak mengerti apa-apa. Melihat mobil Alyn yang menjauh meninggalkannya seperti ini saja mampu membuat Yoongi sakit hati dengan alasan yang tak jelas.
🐇: Aaaaaaaa 🤧😭🤧😭🤧
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious (PROSES TERBIT)
FanfictionBagaimana nasib Alyn ketika harus menjadi pemandu wisata idolanya sendiri? First make: 30072017 New Version: 07012022