Typo(s)
_________________"Ini bodoh! Sialan, aku telah dibutakan oleh cinta. Sialan, Park Chanyeol!"
Mata cokelat itu kembali dipenuhi cairan bening yang begitu berharga. Ia benar-benar tidak sanggup untuk melalui ini semua. Sempat terpikir untuk mengakhiri hidupnya. Namun, semua pikiran negative itu ia buang jauh-jauh ketika melihat bayang-bayang orang tuanya.
Bagaimana mungkin ia merenggut nyawanya sendiri? Sedangkan dahulu, ibunya menjaganya sembilan bulan di dalam kandungan, mempertaruhkan nyawa saat melahirkan, merawatnya hingga bisa tumbuh menjadi seorang gadis seperti sekarang.
Bayangannya beralih pada sesosok ayah yang selalu tersenyum ketika melihatnya. Pria tegas nan dingin yang menafkahinya selama ini, bekerja untuk memenuhi kebutuhannya, memberikan fasilitas agar jutaan mimpi gadis kecilnya tercapai. Rei percaya, sesosok pria dingin yang ia panggil ayah adalah pria yang paling sayang padanya. Jauh dari sifat dingin itu, Rei dapat merasakan kehangatan di kala ayahnya tersenyum.
Lalu, apa harus ia bunuh diri hanya karena hal sekecil yang ia landasi cinta sementara? Tentu tidak! Bahkan masih banyak pria di luar sana yang tersisa untuknya. Rei percaya Tuhan sudah mempersiapkan pria yang jauh lebih baik, yang tulus mencintainya.
Sweetheart
Suara itu menyapa gendang telinga Rei. Tidak, tidak. Semenit yang lalu ia sudah membuang jauh nama Chanyeol dari hatinya.
Sayang
"Diam!" Kata Rei tegas.
"Beritahu saja. Lagi pula, ayah Rei dan ayahku akan menjodohkan kami berdua."
Kalimat itu menyapa indra pendengaran Rei. Ini benar-benar menyebalkan. Di saat semuanya sudah hilang dan tak teringat, namun hal itu masih meninggalkan bekas yang sulit untuk dihindari.
"Diam kau, Park Chanyeol!" Kali ini Rei berteriak cukup keras. Ia memejamkan matanya hingga buliran bening yang sedari terbendung menjadi mengalir begitu saja.
"Reinna, kau kenapa, nak?"
Rei mendengar suara ibunya yang sangat khawatir. Oh sungguh, tak ada cinta yang tulus selain cinta ibu pada anaknya.
Ibunya duduk di tepi kasur, lalu mengusap jejak air mata yang masih terlihat jelas di pipi putih Rei. Setelah itu, wanita setengah baya itu mengusap dahi Reinna yang di penuhi keringat.
"Sayang, bangun... kau mimpi buruk, hm?" Kata Ibu Rei -Nyonya Lee sambil mengusap-ngusap rambut Rei yang sudah basah karena keringat.
Rei mengerjapkan matanya. Ia masih mencerna perkataan ibunya. Apa? Cuma mimpi? Rei berujar dalam hatinya.
"Ibu baru saja membuat kue, nanti antarkan ke rumah Chanyeol,ya?"
Rei segera duduk dan menatap ibunya kesal, "Tidak mau!"
"Kenapa? Bisanya kau senang mengunjungi rumah keluarga Park."
"Ibu... apakah aku akan dijodohkan dengan Chanyeol?" Tanya Rei.
Ibunya terkekeh pelan, sepertinya Rei memang harus tahu tentang hal ini.
"Ibu tidak tahu harus menjawab apa. Sebenarnya, ayahmu dan ayah Chanyeol hanya pernah membicarakan hal ini saat kalian masih anak-anak. Namun, mereka juga tak sepenuhnya memaksa kalian, kalian boleh memilih dengan siapa kalian akan menghabiskan hidup di dunia ini." Jelas Ibu Rei seraya mengusap lembut rambut anaknya.
Rei terdiam. Ia sedang membandingkan ucapan ibunya, dengan ucapan ayah Chanyeol di mimpinya tadi. Sepertinya, mimpi itu tidak benar. Orang tua tak bisa memaksakan kehendak anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent • PCY [Completed]
FanfictionJust silent. But, we can feel it each other. 》 20170426 - 20180122