Di depan tempat fotokopi milik ibu kos, Dion mengikat tali sepatu larinya sembari bersiul-siul. Matahari baru saja menyembul keluar dari persembunyian. Hawa pagi ini tak sedingin biasanya. Justru, terasa lebih hangat karena sinar mentari yang tak seberani kala terpancar di siang bolong.
"DAR!"
"AYAM!" Dion hampir saja melempar sepatunya ke arah Gina yang muncul dari arah belakang secara tiba-tiba.
"Hehehe ... kaget amat, Mas Bro."
Dion langsung berdiri, tangan cowok itu sudah berniat untuk menjitak gadis tengil di depannya. Namun, hal itu langsung Dion urungkan ketika menyadari sesuatu.
"Apaan, nih?" tanya Dion heran melihat benjolan yang ada di kedua sisi kepala Gina.
"Biasa, eksperimen ibu kos."
"Benar sekali! Gimana, Yon? Lucu, kan?" Astuti yang baru saja keluar langsung menyambar. "Ini namanya Pucca hairstyle. Lagi booming tau," jelas wanita paruh baya itu bersemangat. Beliau terlihat amat bangga atas mahakaryanya dan Gina telah dinobatkan sebagai kelinci percobaan.
Awalnya, tempat fotokopi ini memang merupakan sebuah salon. Karena tak banyak pengunjung, juga sepertinya bisnis tempat fotokopi dan menjual berbagai alat tulis di kalangan mahasiswa dan pelajar jauh lebih diminati. Akhirnya, Astuti menutup salon tersebut.
Dion menaikkan alis sambil mengamati Gina dengan tatanan rambut yang terinspirasi dari tokoh kartun Pucca itu.
"Gimana, ucul khaaan? Gue jadi imut-imut." Gina mengerjapkan matanya genit dan menangkupkan telapak tangan di kedua pipi.
Dion berusaha keras untuk menyembunyikan kegemasannya pada Gina. "Imut-imut apaan. Amit-amit iya, Nang," ledek Dion yang kontan membuat Gina manyun.
"Ih kamu, Yon. Orang beneran imut begini kok!" bela Astuti tak terima.
Iya saking gemesnya, pengen gue karungin lo, Nang. Suara hati Dion berkoar.
Tapi namanya juga Dion Awan Angkasa, cowok itu seolah sedang tinggal di Bikini Bottom yang memiliki Hari Kebalikan. Dalam hati bilang imut, yang keluar di mulut malah amit.
"Sekarang kapan nih kita mulai lari paginya?" tanya Dion.
Gina kontan menjawab tegas. "Nggak, sebelum lo bilang gue imut."
Dion menghela napas selama beberapa detik. Entah mengapa lidahnya begitu kelu untuk mengungkapkan hal yang sejujurnya. Mungkin karena kadar kegengsiannya yang tinggi.
Namun, karena Gina yang terus-terusan memasang muka sok imut di depannya. Benteng pertahanan Dion akhirnya goyah.
"Heeewh, anak siapa sih, ini!" Dion memberondong Gina dengan cubitan gemas di pipi.
"Jawab dulu gue imut apa enggak?" Gina mengenggam kedua tangan Dion agar berhenti mencubit pipinya. "Terus, imutan gue apa Manis?"
"Imutan Manis, lah."
Dion memeletkan lidah mengejek kemudian kabur. Ia terbahak melihat Gina yang mencak-mencak dan mulai melesat untuk mengejarnya seperti banteng matador.
Gina memang begitu sewot bin sensi jika dibanding-bandingkan dengan Manis, sepeda kesayangan Dion. Yaiyalah, Manis kan benda mati bukan manusia. Masa dia selalu kalah saing dengan sepeda itu?
"Dadah, Ibu!" Sambil berlari, Dion melambaikan tangan pada Astuti yang terus tertawa melihat tingkah laku keduanya.
Gina mengejar-ngejar Dion seakan cowok itu sudah melakukan kesalahan fatal sekelas maling jemuran. Setelah cukup lama dan diwarnai sedikit cekcok, mereka lari beriringan dengan kecepatan sedang. Kadang, Gina hampir kewalahan meimbangi langkah Dion yang besar-besar. Maklum saja, kaki Dion jauh lebih panjang darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal Zone (SEQUEL FANGIRL ENEMY) [complete]
Romancecover by @nailayaa ❤ Karena Fanzone, Friendzone, Kakak-Adek Zone dan zona-zona cinta lainnya akan kalah sama yang namanya Halal Zone. Tapi untuk memasuki zona itu, kok kayaknya susah amat yak?! Halal Zone Intinya, Kapan dihalalin? Hak Cipta dilindun...