Kiya, Juli dan Pilip duduk di tepi koridor rumah sakit setelah mengantarkan Gery yang benar-benar babak belur karena aksi kalap Dion. Untung saja perkelahian itu tak sempat diketahui oleh pihak kampus. Dan sekalap-kalapnya Dion, dia masih memedulikan Gery yang tergeletak di tanah dengan meminta dua sohibnya membawa cowok itu ke rumah sakit.
“Untung aja noh si Gery kagak lewat. Dion kesambet apaan dah? Sumpah, sekarang gue jadi takut sama itu anak.” Juli bergidik ngeri memutar kembali memorinya tentang Dion yang tadi berubah menjadi monster petarung.
“Liat Dion marah aja gue nggak pernah.” Pilip menimpali. “Speechless gue Dion bisa ngamuk kayak gitu.”
Bagaimanapun juga, Dion hanya manusia biasa. Pilip dan Juli juga mungkin akan melakukan hal yang sama jika ada seseorang yang berani mengganggu orang yang mereka sayangi.
Di tengah-tengah Pilip dan Juli, dari dari Kiya hanya bungkam. Gadis itu masih merasa syok atas apa yang terjadi hari ini. Bayangan seringai menyeramkan Gery yang teramat dekat dengan wajahnya, membuat Kiya lantas menutup mukanya dengan kedua telapak tangan. Kiya tak bisa membayangkan jika ia ada di posisi Gina malam itu.
“Ya, lo kenapa?” tanya Pilip agak cemas menyadari Kiya sedang tidak baik-baik saja.
Juli yang notabenenya pacar resmi Kiya kontan dilanda panik dan sedikit membungkuk untuk mensejajarkan wajahnya dengan Kiya.
“Yang, hei, kenapa?” tanya Juli seraya menarik lembut telapak tangan Kiya yang menutup mukanya.
Kiya mulai terisak. Juli dan Pilip terenyak. Sebagai pacar siaga, tanpa ba-bi-bu lagi Juli beranjak cepat lalu beralih ke hadapan Kiya dengan menumpu satu lututnya di atas lantai. Menenangkan Kiya yang masih tersedu.
Melihat pemandangan itu, Pilip hanya tersenyum tipis. Agak getir. Mengikhlaskan ternyata memang tak semudah yang ia kira.
Sebuah panggilan telepon mengalihkan perhatian Pilip. Ia pun mengangkat telepon tersebut dan menjauh dari Juli yang masih menenangkan Kiya.
“Iya, halo, Cel?”
“Halo, Pilip. Gue denger dari anak-anak Dion berantem habis-habisan di kampus. Dia nggak kenapa-napa, kan? Dion ada masalah apa sih? Sekarang dia di mana? Gue telepon nggak aktif, Lip.” Rentetan pertanyaan Celia membuat Pilip pusing.
“Cel, lo bisa nanya satu-satu. Udah kayak wartawan aja, lo pikir gue juru bicaranya Dion?”
“Sori, Lip. Tapi Dion nggak kenapa-napa, kan?”
“Ya bonyok juga. Tapi nggak separah Gery, lah.”
“Tetep aja Dion bonyok, Lip.” Celia berdecak. “Sekarang Dion ada di mana?”
“Gue juga nggak tau pasti, Cel. Mungkin pulang. Lebih baik lo nggak usah ganggu dia dulu deh. Dion butuh waktu nenangin diri.”
Iya, Pilip memang benar-benar tak tahu pasti Dion ada di mana. Setelah meminta Pilip dan Juli membawa Gery ke rumah sakit, Dion menarik tangan Gina untuk ikut bersamanya.
Dion dan Gina memang langsung pulang. Menuruni motor Dion, Gina berjalan lunglai lalu membuka pagar. Gina yang masih merasa tak karuan secara sadar tak sadar menaiki tangga menuju ke atas genteng.
Nongkrong di atas genteng masih menjadi opsi utama Gina kala sesuatu mengusik pikirannya. Gina sedikit kaget menyadari Dion yang membuntutinya sampai ke atas sini. Mereka duduk membelakangi sinar senja yang benderang. Di perjalanan tadi sampai saat ini, keduanya hanya diam tanpa saling bicara. Terjebak dalam pikiran masing-masing.
Dion menolak untuk pergi ke rumah sakit karena merasa lukanya memang tak seberapa. Dion juga tak berniat untuk memastikan keadaan Gery saat ini juga, takut ia akan kembali lepas kendali dan membuat onar di rumah sakit karena tangannya yang masih gatal melayangkan pukulan pada cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal Zone (SEQUEL FANGIRL ENEMY) [complete]
Storie d'amorecover by @nailayaa ❤ Karena Fanzone, Friendzone, Kakak-Adek Zone dan zona-zona cinta lainnya akan kalah sama yang namanya Halal Zone. Tapi untuk memasuki zona itu, kok kayaknya susah amat yak?! Halal Zone Intinya, Kapan dihalalin? Hak Cipta dilindun...