Kendaraan bergerak itu sudah memasuki sebuah bangunan yang cukup megah, bangunan dimana seorang Kim Taehyung dibesarkan oleh kedua orang tuanya dengan kasih dan sayang, juga tempat penuh dengan kenangan bahagia sewaktu kecil bersama Kim Sejeong.
"Rasanya sudah lama tidak mengunjungi rumahku sendiri" Taehyung terkekeh dengan ucapannya itu.
Mereka turun dari mobil dan memasuki rumah itu. "Ibu ayah kami datang!!!" Teriak Taehyung.
"Kau benar-benar seperti raja kera di hutan yang selalu berteriak-teriak"
"Heyyy Kim Sejeong jika aku raja kera maka kau ratu dari si kera itu. Kita sudah terikat baik buruknya aku juga akan berdampak padamu dan sebaliknya." Sejeong hanya berdesis mendengar kata suaminya itu.
"Yang dikatakan Taehyung benar menantuku" tiba-tiba ibu Taehyung datang.
"Rasanya tidak bisa dipercaya, sejeong kecil paman sudah besar dan menjadi menantu paman" Ayah Taehyung juga mucul di belakang ibu Taehyung. Mereka terkekeh bersama mengingat bagaimana masa kecil kedua anaknya tersebut, begitu lucu dan menggemaskan. Mereka ingat betul saat Taehyung merengek ke Sejeong agar mau menjadi pacarnya tapi Sejeong selalu menolaknya dan Taehyung mengadu ke orang tunya sambil menangis. Sekarang mereka tanpa menjalani tahap pacaran kini sudah menjadi sepasang suami istri.
"Yakk apa yang ayah dan ibu tertawakan?" Taehyung merusak acara nostalgia meraka.
"Ahh tidak apa-apa. Ayo makan pasti kalian laparkan? Pulang sekolah kalian pasti tidak langsung makan iya kan?" Ajak Ibu Taehyung.
"Aku sudah menawarkan untuk memasak, tapi Tae bilang Tae rindu masakan ibunya jadi aku mengurungkan niatku" kata sejeong sedikit kecewa.
"Ya sudah bincang-bincangnya kita lanjut setelah makan saja. Ayok" kata ayah Taehyung.
Mereka semua menuju tempat yang penuh hidangan lezat. Taehyung sepertinya benar-benar merindukan masakan ibunya, buktinya dia makan seperti orang yang sudah sebulan tidak makan.
"Pelan-pelan Tae nanti tersedak" Sejeong menasehatinya.
"Ini enak sekali Jeong, beda dengan masakanmu.. Uhukk.. Uhukk.. Uhukk.." Taehyung tersedak.
"Yak kan sudahku bilang hati-hati. Ini minum dulu." Sejeong menepuk-nepuk punggu Taehyung cemas.
Kecemasan Sejeong terlihat begitu jelas, kedua orang tua Taehyung hanya tersenyum melihat kejadian didepannya itu. Meski mereka sudah menikah sifat kekanak-kanakannya masih ada dan itu sangat lucu di mata orang tua Taehyung.
Perut Taehyung sudah terisi sangat penuh rasanya dia tidak sanggup lagi untuk berjalan. Sejeong masih sibuk membereskan meja makan dan mencuci piring. Setelah semua pekerjaan selesai mereka berkumpul di ruang keluarga.
"Bagaimana sekolah kalian setelah menikah?" Tanya Ibu Tae.
"Berjalan seperti biasa, seperti aku dan Tae belum menikah" Jawab sejeong.
"Baguslah kalau begitu. Ibu sebenarnya menginginka cucu dari kalian"
"Apa?" Kata TaeJeong bersamaan.
"Wahh kalian kompak" ayah tae tertawa.
"Ibu tau itu berat karena kalian masih seorang pelajar. Tapi setelah lulus cepat-cepat berikan kami cucu" Ibu Tae terkekeh.
"Tae mah siap lahir batin untuk memberikan cucu yang banyak sama ibu" jawab Tae antusias dan mendapatkan sebuah pukulan dari sejeong. Melihat itu orang tua Taehyung tertawa bersama.
"Kami harus pulang, ini sudah malam"
"Kenapa pulang cepat Jeong? Kita kan bisa menginap disini." Rengek Tae.
"Besok sekolah. Seragam kita di rumah Tae"
"Ahhh baiklah"
"Tae bisa ke ruangan ayah sebentar? Ayah ingin mengatakan sesuatu. Hanya berdua" ayah meninggalkan ibu dan sejeong disusul Taehyung dibelakangnya.
"Tae.. ini ambilah sedikit uang untuk mencukupi kebutuhan istrimu" ayah menyodorkan amplop berisi uang yang ternyata tidak sedikit itu.
Taehyung ragu untuk mengambilnya, dia tidak enak kalau setiap bulannya uang yang dia peroleh dari ayahnya. Dia yang menikahi sejeong jadi dia sendiri yang harus menafkahi istrinya itu.
"Maaf ayah aku tidak bisa menerimanya"
"Kenapa?"
"Aku yang menikahi Sejeong jadi aku juga yang harus mencarikan uang untuk menafkahi istriku. Bukan dari ayah tapi dari hasil keringatku sendiri."
"Tapi kamu masih sekolah"
"Aku bisa jadi pekerja magang ayah. Walau penghasilanku sedikit tapi itu didapat dari keringatku sendiri aku rasa itu sudah cukup, sejeong juga bukan tipe wanita yang suka akan kemewahan dia gadis sederhana. Ayah tidak perlu memberikan kami uang lagi setiap bulannya, cukup ayah membayar uang sekolahku saja"
"Kau sudah dewasa rupanya. Kalau begitu terima ini sebagai yang terakhir dan gunakan uang itu sebagai modal usahamu kelak jika kau ingin. Terimalah ini ayah mohon" Tidak enak menolak permohonan ayahnya akhirnya Taehyung menerimanya untuk terakhir kali.
Ayah dan anak keluar dari tempat mereka berbincang tadi. Taehyung dan Sejeong berpamit untuk pulang ke rumah kecil yang mereka tempati saat ini dan selamanya.
"Apa yang kau bicarakan dengan ayahmu?"
"Soal cucu" jawab taehyung asal sambil cengengesan.
"Yakk!!" Sejeong memukul lengan Taehyung untuk kesekian kalinya.
"Yakk sakit. Ayah ibu lihat sejeong memukulku lagi" rengek Taehyung.
Kedua orang tuanya hanya ketawa geli melihat putranya yang merengek kesakitan seperti anak kecil itu. Mereka melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan.
.
.
.
.
.
"Akhirnya sampai di istana kecilku" Taehyung merebahkan tubuhnya diatas kasur."Jangan langsung tidur. Ganti pakaianmu dulu"
"Gantikan" pinta Taehyung manja.
"Ganti sendiri jika kau masih ingin hidup" ancam sejeong. Tiba-tiba handphone sejeong berbunyi, banyak sekali panggilan tak terjawab dan pesan singkat. Sejeong memang sengaja tidak membawa handphone-nya takut menggangu pertemuannya dengan orang tua Taehyung.
"Hallo Gyu?"
Mendengar nama orang yang paling dibencinya keluar dari mulut sejeong dia menghentikan kegiatan menggati bajunya.
"Aku dari rumah Taehyung"
"Ahhh baiklah aku mengerti"
"Okehh sampai jumpa besok. Mimpilah dengan indah" sejeong mematikan ponselnya. Sejeong melirik Taehyung yang sudah ingin tidur.
"Tae"
"Hemmm"
"Mimpilah dengan indah"
"Tidak perlu kau ucapkan kalimat itu untukku. Denganmu berada disisiku mimpi indahku menjadi kenyataan" Taehyung menyuruh sejeong tidur disampingnya
"Apa aku mimpi indahmu Tae?"
"Tentu saja" Taehyung memeluk sejeong.
"Lalu bagaimana denganmu? Apakah kamu sudah menerimaku Jeong? Kau sudah melupakan Mingyu?" Tanya Taehyung balik.
"Itu.. itu.. aku minta maaf Tae"
Sungguh itu kebohongan terbesar sejeong dalam hidupnya. Bohong jika dia tidak menerima Taehyung, bohong jika dia tidak menyukai Taehyung, bohong jika dia bilang lebih mencintai Mingyu daripada Taehyung, Semua perasaannya kini adalah sebuah kebohongan.
"Tidak apa-apa. Mungkin aku terlalu bernafsu untuk mendapatkanmu, untuk memilikimu. Hingga lupa, cinta itu tentang ikhlas. Diterima atau ditolak."
Sejeong menahan tangisannya dalam pelukan Taehyung. Siapa yang tidak sakit jika mengetahui orang yang kita cintai juga mencintai kita, namun kita 'terpaksa' diharuskan untuk berpura-pura tidak menyukai orang itu? Situasi itulah yang dialami Sejeong saat ini. Tapi Sejeong yakin dia mampu berjalan menuju cahaya kebahagian bersama Taehyung. Sejeong semakin mengeratkan pelukannya.
"Maaf, lagi-lagi aku menumpahkan tangisku untuk meredakan sesaknya dada karena rasa yang penuh kebohongan belaka." Batin Sejeong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt You
Fanfiction"Aku tau ini salah, aku akan memperbaiki secepatnya. Setelah itu kita akan berjalan pada cahaya kebahagian dimana hanya ada aku dan kau Tae."