20. Kehancuran dan Luka

3.3K 402 134
                                    

Berbalut kaos hitam, coat berwarna abu-abu dan celana yang berwarna senada dengan kaosnya, Jihoon duduk disudut Glory cafe. Ia sedang menunggu seseorang.

Lelaki yang ditunggunya datang. Sahabatnya. Pemuda Jeon itu duduk dihadapan Jihoon.

Jihoon menghela napasnya. Ia menaruh sesuatu diatas meja yang membuat Wonwoo mengernyitkan dahinya. Hanya sebuah kertas berwarna coklat lengkap dengan beberapa juntaian kalimat. Terlihat seperti sebuah alamat rumah.

Tapi tungguJerman ?

"Apa maksudnya ?" Tanya Wonwoo.

Lelaki manis itu tersenyum. Senyum manisnya hilang. Terlihat seperti orang yang harapannya telah hancur. Ya, harapan Jihoon hancur.

Harapannya menjadi sahabat selamanya bersama Soonyoung, harapannya menjadi kekasih Soonyoung, harapan untuk mendapatkan cintanya dan harapannya untuk menjadikan Soonyoung sebagai orang terkasihnya. Itu semua hanya harapan.

"Simpan ini baik-baik. Beritahu aku saat kau ingin berkunjung." Ujarnya.

Wonwoo semakin dibuat heran oleh Jihoon. "Tunggu dulu, ada apa ini ?"

Berat rasanya untuk berpisah dengan orang sebaik Wonwoo. Tapi, ini semua demi kebaikannya. "Aku akan tinggal bersama Eomma dan Appa di Jerman."

"Kapan ?"

"Hari ini." Jawab Jihoon.

Wonwoo membulatkan matanya. Matanya serasa siap mengeluarkan sesuatu. "Kenapa tiba-tiba ?"

Jihoon kembali tersenyum. "Aku tahu ini terlalu mendadak. Tapi, aku merindukan orang tuaku, Wonwoo-ya."

Wonwoo menggelengkan kepalanya. "Tidak, pasti bukan itu alasannya. Jujur padaku, Jihoon. Aku ini sahabatmu."

Namja manis itu mengaduk coklat panas miliknya lalu kembali tersenyum lirih. Matanya tidak memandang kearah Wonwoo. Kertas coklat itu sepertinya menjadi pemandangan yang lebih menarik daripada Hazel milik Wonwoo.

"Berhentilah tersenyum seolah kau bahagia, Jihoon. Aku muak melihatnya. Katakan apa alasannya."

Setetes air mata mengalir dipipi Wonwoo dan Jihoon yang mengigit bibirnya untuk meredakan isakkannya.

Ia menghela napasnya sejenak, lalu mengangguk. "Ini terlalu menyakitkan, Wonwoo-ya. Soonyoung—" Ia menggelengkan kepalanya seraya turunnya air mata itu mengalir melalui pipi putihnya.

"—dia bukanlah orang bisa kuraih." Lirihnya.

Lagi-lagi sebuah harapan. Harapan yang tidak tercapai itu memang menyakitkan. Soonyoung terlalu tinggi untuk ia raih. Ia berusaha keras untuk meraihnya. Tapi, saat baru saja Jihoon menggenggamnya, ia pergi. Pergi meninggalkan bekas luka yang tak bisa Jihoon hapus dan lupakan.

Sudah terlalu banyak air mata yang ia keluarkan hanya untuk Kwon Soonyoung. Sudah terlalu banyak harapan yang ia panjatkan. Semua tentang Kwon Soonyoung itu menyakitkan. Kali ini, izinkan air mata ini berhenti mengalir untuk Kwon Soonyoung. Izinkan ia bahagia tanpa Kwon Soonyoung.

Jihoon mendongak menatap Wonwoo yang sudah menitikkan air matanya. "Aku ingin pergi karena aku ingin bahagia. Aku ingin berhenti berharap pada orang yang tidak bisa kuraih. Terlalu rumit dan menyakitkan.

Aku ingin berhenti memikirkannya, menangisinya dan mengharapkannya. Sulit untuk berhenti, tapi aku harus mencoba. Aku ingin bahagia tanpa dirinya." Jelas Jihoon.

Jihoon benar. Ia pantas bahagia. Wonwoo mengerti itu. Ia tidak bisa melarangnya pergi karena ini bersangkutan dengan kebahagiaannya. Cintanya telah melunturkan senyum manisnya. Cintanya yang telah meredupkannya dann cintanya juga yang telah menghancurkan kebahagiaanya.

Love Blossom | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang