Safe and Sound part 4

328 37 28
                                    

GW KEMBALI KAWAN ( ͡° ͜ʖ ͡°)

Apa masih ada yg nunggu ending cerita ini? Baca aja yak wkwk. Semoga suka!




“Sial!” Stiles mengumpat pelan.

Napas Thomas tercekat melihat sosok tegap yang berdiri tak jauh dari mereka. Ravensia dan Nita bertukar pandang. Dada mereka bergemuruh antara gelisah dan takut. Sosok yang memiliki tatapan elang itu menghembuskan asap rokoknya kasar. Wajahnya jelas terlihat marah. Tentu ini bukan kabar baik untuk mereka.

“Matikan mesin itu!” bentaknya.

Thomas tersentak dan mematikan mesin itu. Perlahan Stiles membalikkan tubuhnya. Netranya mengedar ke sekeliling, mereka telah terkepung sekitar 50 tentara. Pasukan tentara yang ia yakin milik ayahnya itu menatap tajam ke arahnya. Hatinya teriris kala melihat Derek dan tentara di distriknya kini ditahan.

“Kemarilah. Jangan jadi pengecut,” kata ayahnya dingin.

Stiles berjalan ke ayahnya. Raganya siap menerima hukuman apapun dari ayahnya. Tepat di hadapan ayahnya, Stiles mendecih. “Apa yang kau inginkan dariku?”

‘bugh’

Stiles jatuh tersungkur. Darah mengalir di sudut bibirnya, ia meringis. Sudah lama ia tak merasakan pukulan ayahnya. Ia merasa pukulannya kini terasa lebih kuat dan menyakitkan dibanding sebelumnya.

“Aku tak pernah mengajarkanmu untuk menjadi pengecut, Stiles.”

Stiles menyeringai, memandang remeh ayahnya. “Coba ku ingat. Kapan kau pernah mengajariku?”

‘Bugh’

‘Bugh’

‘Bugh’

Stiles mengerang. Kali ini ia merasakan tendangan kuat di perutnya berkali-kali. Rahang Thomas mengeras. Ingin sekali ia membalas pukulan pria tua itu. Thomas menoleh, dilihatnya Ravensia dan Nita menatap takut ke arah Stiles. Ia menghela napasnya.

“Palingkan saja wajahmu jika kau takut,” bisik Thomas pelan.

Suara Thomas masih bisa terdengar oleh Ravensia. Gadis itu menoleh dan mengangguk pelan. Perlahan ia rasakan tangannya digenggam lembut oleh Thomas. Desiran hangat mengalir di tubuhnya. Ia pun tersenyum kecil.

“Kau tahu? Aku sangat kecewa dengan kakakmu. Ku kira ia bisa ku banggakan. Tapi, apa yang ku lihat? Dia sama saja bodohnya denganmu!” ayah Stiles kembali menendang dengan keras, membuat Stiles kembali terbatuk darah.

Stiles mendesis. “Tidakkah kau berpikir kalau kaulah yang bertindak bodoh? Merampas hak orang lain. Apa kau pikir itu hal yang patut dibanggakan?”

Ayahnya tertawa keras. “Aku? Aku justru telah membanggakan negara kita anakku. Dengan semua ini negara kita perlahan menjadi negara yang ditakutkan. Pemerintah pusat pun mengakui itu. Tapi, aku justru sangat kecewa mendengar kabar kalau kakakmu diam-diam mebangkang dengan kebijakannya.”

Thomas mengernyit heran. Pikirnya tak mungkin kalau Komandan Dylan membangkang. Ia tahu betul Komandan itu mengoperasikan distrik ini dengan kejam. Bahkan kabar ini telah diketahui distrik-distrik lain.

Stiles menyeringai. “Lalu, kau mau apa? Membuatku menjadi sepertimu?”

Netra ayahnya menajam. Seulas senyum remeh terpatri di wajahnya. "Aku tak akan membuang waktuku dengan sia-sia, Stiles. Aku cukup tahu mana yang pantas untuk dibuang."

Ayah Stiles mengeluarkan pistolnya, mengerahkannya ke kepala Stiles. Mata Thomas membulat, begitu pula Derek. Stiles tersenyum lemah, napasnya terengah menanti detik-detik terakhirnya. Berulang kali ia bergumam maaf untuk kakaknya. Meskipun ia tak tahu, kakaknya masih ada untuknya atau tidak.

Thomas Brodie-Sangster ImaginesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang