Maaf kalo mengecewakan atau gak sesuai ekspektasi karena di awal chapter ini bakal banyak cerita dari viewnya Raven.
Trus juga, mood gw lagi gk begitu bagus buat nulis. Jadi, bacanya pelan-pelan aja, oke? Wkwk
Enjoy~
*
*
*
*
*
*
*Dulu saat aku masih kecil, aku pikir rasanya memiliki seorang kekasih itu indah. Saat di mana aku bisa merasakan kasih sayang dari seseorang yang aku cintai, begitu pun sebaliknya. Tanpa ada keraguan kalau hatiku tak akan berubah.
Dan juga, sejak kecil aku menyukai karakter yang baik, cantik dan sopan. Haha. Dylan bahkan tak akan pernah setuju jika aku bisa seperti karakter yang aku sukai. Dia bilang aku lebih cocok dengan karakter antagonis. Aku bersikeras kalau apa yang Dylan katakan itu tidak benar.
Tak pernah kubayangkan jika sekarang akulah yang menjadi karakter antagonis yang tak pernah kuinginkan. Parahnya aku melakukan itu bukan dalam sebuah drama, namun dalam kehidupan nyata. Aku bahkan merasa aku lebih jahat dari seorang tokoh antagonis.
Aku berpura-pura.
Aku berbohong.
Aku menyakiti sahabat sekaligus kekasihku sendiri.
Bodohnya, aku selalu berharap semuanya akan baik-baik saja.
Aku bahkan dapat melihat dengan jelas dari matanya kalau ia juga tersakiti. Aku paham kalau bukan hubungan ini yang ia inginkan. Aku tahu ia menginginkan hubungan di mana kedua pihak dapat saling mencintai. Tapi, ia hanya tersenyum dan menggenggam tanganku erat seolah ia baik-baik saja tanpa mengatakan apapun yang menyinggung hubungan ini.
Setiap hari dia memperlakukanku dengan manis seperti mengajakku jalan-jalan, belajar bersama, mencuri kecupan hangat di keningku dan berbagai hal lainnya yang selalu memberikanku kejutan. Ia juga bersikap seperti biasa ketika kami berkumpul bersama dengan Kaya dan Dylan. Aku tahu, ia tak berniat sedikit pun untuk menyakitiku.
Tapi, apakah ia sadar? Kelakuannya justru semakin membuatku bingung.
Dia masih berusaha sampai saat ini. Tapi, dia juga tak ingin aku terlalu memaksa apa yang tak kuinginkan. Lalu apa maumu sebenarnya, Seokjin? Kau benar-benar membingungkan.
Meskipun sejak dulu aku selalu menganggap Dylan aneh dan menyebalkan. Tetaplah ia yang sudah mengenalku dari kecil. Dylan paham betul dengan sifatku walaupun kami seringkali terlibat pertengkaran kecil.
Aku tak terkejut begitu mengetahui kalau Dylan menyadari kejanggalan dari hubungan aneh ini. Aku tahu cepat atau lambat Dylan pasti akan menyadarinya. Dylan menginterogasiku dengan banyak pertanyaan. Ia cukup kecewa saat mengetahui aku belum bisa menerima Seokjin walaupun hubungan kami telah berlangsung beberapa bulan.
Aku menangis.
Di sisi lain aku bahagia memiliki sahabat seperti Dylan yang begitu memahami keadaanku. Dylan tak marah. Ia justru merengkuhku ke dalam pelukannya.
"Maaf, kali ini aku gak bisa bantu. Tapi, semua keputusan ada di tangan kamu, Raven. Fokus dulu sama ujian kamu, Ujian Nasional seminggu lagi. Baru setelah itu kamu buat keputusan."
Saat itu aku hanya mengangguk karena aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Namun, hingga saat ini aku bahkan belum membuat satu keputusan yang bulat. Dylan pun nampak tak menyinggung soal itu ketika aku bertemu dengannya dan masih bersikap seperti biasa. Mungkin dia pikir aku masih memerlukan waktu. Kuharap keputusan apapun yang kubuat nanti tak akan menyakiti siapapun walaupun aku yakin kemungkinannya hampir tak ada.
Berbicara tentang Pak Thomas.
Percayalah sampai saat ini aku masih menyukainya. Rekor pertama aku menyukai seseorang dalam jangka waktu yang lama. Apakah bisa kukatakan kalau aku telah jatuh cinta?
KAMU SEDANG MEMBACA
Thomas Brodie-Sangster Imagines
FanfictionWritten in bahasa. Gk tau deskripsinya apaan. Semoga suka. Udh itu aja hehe. Thomas Brodie-Sangster as Himself You as Ravensia