•23•

411 31 4
                                    

Aku ingin kembali merasakan seperti apa aku yang dulu. Anak kecil yang hanya bisa menangis dan merengek, yang belum mengerti apa itu cinta.

---

Sore itu tepat pukul 15.00, kondisi kamar inap Julia ramai para suster yang berlalu lalang menangani Julia. Semua panik. Jelas saja, tiba-tiba Julia mengalami kejang-kejang. Dan saat itu hanya ada Alrez yang menjaganya. Ia langsung menghubungi Fiqi dan Aurel dan juga orang tua Julia.

Fiqi, Aurel yang pergi bersama Aulia itu pun langsung berlari mendekati Alrez yang sendirian dan sesekali ia mengusap wajahnya gusar. Fiqi diam ia tidak menanyakan hal apapun kepada Alrez saat ini. Mungkin nanti. Semua hening tidak ada percakapan lagi antara kita selain mendengar sibuknya para suster dan dokter yang menangani kondisi Julia.

"Sayang, Julia kenapa nak?" Tanya seorang ibu yang tidak lain ibunya Julia dengan terburu-buru menghampiri mereka semua.

Alrez belum sempat menjawab, ia hanya mencium punggung tangan ibunda Julia itu, begitu juga dengan Fiqi, Aurel dan disusul oleh Aulia.

"Julia kenapa, Rez?" Tanya Melia sekali lagi kepada Alrez. Ibunda Julia.

"Aku tadi lagi nyiapin makan buat Julia tapi tiba-tiba dia kejang tante... maafin Alrez ya belum bisa jagain anak tante..." Tanya Alrez disusul dengan sesenggukan.

Melia shok mendengarnya. Tentu saja. Sejak pertama kali Julia ditetapkan mengalami koma oleh dokter, Alrez dan Fiqi lah yang menjaganya. Ia tetap fokus terhadap pekerjaannya itu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya semenjak ia kehilangan suami tercintanya beberapa tahun yang lalu.

Melia mengangguk dan menarik Alrez untuk bersandar di bahunya, mengelus bahu sebelah kiri Alrez dan sesekali ia menyandarkan kepalanya ke kepala Alrez. Ia sangat suka Alrez, lelaki humoris nan dewasa ini yang lebih sering memerhatikan selalu kondisi Julia dibanding Fiqi yang tertutup dengan kesibukannya saat ini. Melia tersenyum tipis walaupun terlihat sedikit penyesalan dari ukiran senyumannya.

Bagi Melia, Alrez sudah seperti anak pertamanya sebelum Julia.

Fiqi diam. Aurel diam. Begitu juga dengan Aulia, tak ada reaksi lagi diantara mereka bertiga selain menunduk dan menengadah kepalanya menahan isak tangis yang mereka rasakan.

Terdengar mesin EKG dari luar yang berbunyi tidak beraturan.

Fiqi melirik ke arah pintu kamar inap Julia yang kondisinya masih sama, beberapa kali dokter itu mengangkat jarum suntik ke udara dan menyuntiknya ke beberapa titik tertentu di lengan Julia. Fiqi meringis. Ia bisa merasakan nyeri disaat jarum suntik itu perlahan menusuk lengan Julia.

"Kenapa?" Bisik Aurel yang sedari tadi melihat gelagat Fiqi yang seperti sedang melihat film pembunuhan.

Fiqi menggeleng. Tersenyum. Melirik sekilas Aurel dan kembali menunduk.

Sepi. Satu kata yang melekat di pikiran Fiqi.

Fiqi menaikkan wajahnya ketika ia melihat satu per satu suster keluar dari kamar inap, begitu juga dengan Melia, Aurel, Alrez dan Aulia. Dan tak lama kemudian. Seorang dokter keluar dari ruangan ditemani oleh seorang suster lelaki yang sibuk mengatur berkas-berkas Julia.

"Keluarga ananda Imelda Julia Ashari?" Tanya dokter itu ketika melihat sederet nama di atas kertas yang di berikan oleh suster tadi.

Cinta Bersemi Di Putih Abu - AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang