Mendoakanmu Dari Jauh

2.7K 152 10
                                    

MUHAMMAD BIMA DIRGANTARA.

*Sepulang dari rumah Aisyah.*

Jujur saja aku sangat gugup ketika akan pergi ke rumahnya. Hatiku gundah, akankah dia mau menjadi calon istri ku? Ketika aku dan umi ku sampai di depan rumahnya, aku berharap bukan Aisyah lah yang membukakan pintu rumah. Beruntungnya ketika saat itu yang membuka pintunya adalah neneknya. Coba saja jika yang membukanya Aisyah, pasti wajahku langsung kelihatan memerah karena saat itu hatiku berasa tidak karuan.

Setelah kami dipersilahkan masuk oleh neneknya, aku dan umi ku langsung duduk. Ketika nenek Aisyah masih memanggil Aisyah, sungguh perasaan cemas datang menghampiri ku. Dalam pikiran ku timbul pertanyaan-pertanyaan yang membuat ku bingung haruskah aku meneruskan mengatakannya nanti ketika Aisyah telah ada di hadapan ku ataukah mengurungkan niat ku untuk mengatakan padanya jika aku menginginkan ta'aruf dan menikahinya ketika sepulang ku dari Jerman? Sungguh aku tak tahu akan hal ini.

Beruntungnya, aku memiliki seseorang yang selalu menemani ku, yang selalu memberikan ku nasehat-nasehat, dan selalu mengingatkan aku akan banyak hal. Dia adalah umi ku. Umi berusaha menenangkan ku ketika perasaan ku berubah tak karuan arahnya. Umi pasti tahu tentang apa yang aku rasakan. Ketika Umi mengatakan padaku jika aku harus tenang dan berdoa semoga apa yang aku inginkan dapat terwujud, perasaan ku yang tidak karuan itu sedikt demi sedikit mulai berubah lebih nyaman.

Tak lama kemudian, Aisyah datang. Awalnya aku tidak tahu harus mengatakannya sekarang ataukah nanti. Namun dengan tekad yang kuat dan diiringi doa, aku langsung mengatakan padanya dan di depan neneknya jika aku ingin ta'aruf dengannya dan akan menikahinya. Sungguh pernyataan yang tidak pernah aku bayangkan yang akan terlontar dari bibir ku.

Betapa leganya hatiku, ketika aku dapat mengungkapkan semuanya tadi. Mengungkapkan padanya jika aku ingin melakukan ta'aruf dengannya. Aku juga lega atas jawabannya yang mau menunggu ku 2 tahun lagi untuk aku nikahi. Awalnya aku ragu akan mengungkapkan pertanyaan itu padanya. Namun ternyata, apa yang aku harapkan tidak sia-sia.

Minggu depan, aku akan pergi ke Jerman. Berarti aku tidak dapat bertemu dengan Aisyah. Aku hanya dapat mendoakan nya dari jauh dalam sholat ku. Aku berharap jika aku diberikan kemudahan disana, dan 2 tahun lagi aku akan pulangdan akan menikahinya. Semoga saja Allah selalu mendengar atas doa-doa ku dan dapat dikabulkan. Amin.

***

Hari ini aku akan berangkat ke Jerman. Dan itu berarti aku harus meninggalkan umi ku sendiri. Awalnya umi sempat melarang ku untuk melanjutkan study ku ke Jerman. Umi meminta ku untuk melanjutkannya di Indonesia saja. Namun, aku mencoba menyakinkan umi agar aku diizinkan untuk menuntut ilmu kesana.

Tangis haru sempat pecah ketika umi mengantarkan ku ke bandara. Namun, beruntungnya pada saat itu ada Aisyah yang juga mengantarkan aku ke bandara dan mencoba untuk menenangkan umi.

Aku menitip pesan ke Aisyah, calon istri ku. Agar ia mampu menjaga umi ku dan menganggap umi ku sebagai ibu nya sendiri. Aku juga berpesan pada Aisyah agar dia selalu dapat menjaga dirinya sendiri selagi aku pergi ke Jerman.

Aisyah juga berpesan kepada ku agar aku selalu menjalankan perintah Allah disana, yaitu sholat 5 waktu dan selalu mengawali kegiatan dengan berdoa dahulu agar diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menjalankannya.

Sungguh hal ini membuat ku susah untuk meninggal kan umi dan Aisyah. Namun, mau tidak mau aku harus meninggalkan mereka. Aku juga berjanji akan selalu menghubungi mereka walaupun hanya sebatas pesan singkat. Karena aku tahu, aku dan Aisyah masih bukan mahram.

Saat aku telah diminta untuk segera masuk ke pesawat, aku meminta izin ke umi agar aku selalu diberikan perlindungan oleh Allah. Aku mencium tangan umi yang saat itu masih terus saja menangis karena kepergian ku untuk menuntut ilmu.

"Assalamua'laikum." Bima mencoba tegar saat ia mengucapkan salam kepada sang Umi dan Aisyah.

"Wa'alaikumsalam."

Aisyah masih saja terus menenangkan Umi yang masih terus saja menangis.

***

AISYAH.

Kamu telah pergi
Kamu pergi untuk menuntut ilmu
Aku berharap jika kamu disana baik-baik saja
Aku akan menunggu mu disini
Hanya doa lah yang aku dapat berikan kepadamu
Aku akan berdoa untuk mu
Untuk keselamatan mu
Untuk kesehatan mu
Untuk segalanya untuk mu
Semoga jika kelak kamu pulang kesini, kamu dalam keadaan yang baik dan selalu dilindungi oleh Allah
Aku akan setia mendoakan mu dari jauh wahai calon imam ku

***

Hari demi hari terus terlewati, saat ini sudah hampir 2 tahun Bima berada di Jerman. Dan bulan depan, Bima akan kembali ke Indonesia. Dan itu berarti Bima dan Aisyah akan melangsungkan pernikahan yang sudah mereka tunggu-tunggu.

Aisyah, Umi Bima, dan Nenek sedang sibuk mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan untuk pernikahan. Dari mulai gaun yang akan Aisyah gunakan. Jas yang akan Bima gunakan. Sampai gedung yang akan mereka pakai untuk resepsi pernikahannya nanti.

Tiga bulan lagi mereka akan melangsungkan pernikahan dan itu berarti bukan waktu yang tidak lama lagi. Aisyah yang begitu setia menunggu kepulangan Bima sungguh bahagia, karena sang calon imam akan pulang dan akan menikahinya.

***

Selamat membaca semuanya😊 Jangan lupa vote dan comment ya.

Kurang 2 part lagi nih, yang sabar yang nunggunya.

Terima kasih sudah membaca, maaf kalau cerita nya gak nyambung atau kurang menarik.

AKU KAU DAN DOAKU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang