(23) One Step Closer

10.1K 892 38
                                    

Pastikan sudah baca part yang diprivate sebelumnya yaa. 

Selamat membaca!


Ify mengambil inisiatif untuk berjalan mendekati Trio, tangannya meraih papan nama bening itu dengan cepat, lebih tepatnya merebut. Trio mendelik heran melihat respon Ify, sampai akhirnya suara Ify yang sarat ketakutan pun terdengar.

"Saya belinya mahal, Pak. Jangan dirusak," katanya sambil menatap Trio lekat.

Tanpa Ify lihat, ujung bibir Trio tertarik sesaat. Ada perasaan hangat ketika menyadari bahwa masih ada orang yang peduli padanya, meski dengan cara yang tidak biasa. Namun tenaga Trio terlalu habis hingga tidak bisa memberikan komentar apa-apa.

Keterdiaman Trio membuat Ify kembali menggerakkan tubuhnya, peduli setan dengan apa yang dipikirkan lelaki itu sekarang dengan perubahan sikap Ify. Tapi lebih cepat papan nama mengerjakan tugasnya, akan lebih baik.

Ify meletakkan benda bening itu di meja kerja Trio, setelah sebelumnya menyingkirkan papan nama yang lama. Siapa sih yang buat papan nama salah begini? Kenapa nama asli orang disingkat? Jadinya yang teringat di sistem pikiran kan bukan nama sendiri? Pantes aja kalau gangguan kepribadiannya jadi makin parah.

Ify sadar bahwa satu-satunya urusan yang membawa dia ke ruangan Trio sudah beres. Dia pun berjalan kembali ke arah Trio yang masih terduduk di sofa, tidak bergerak meski satu inchi pun.

"Jangan dirusak ya, Pak. Apalagi dibuang," kata Ify sambil memasukkan papan nama yang lama ke dalam kotak kardus, kemudian mengambil paper bag dan hendak meninggalkan Trio yang membatu.

"Kamu mau ke mana?" Suara Trio yang berat membuat tubuh Ify yang hendak berbalik membeku. "Stay, please..."

Ify menghela napas tanpa suara. Risiko terbesar datang ke ruangan Presiden Direktur tanpa dipanggil pemilik ruangannya adalah digosipkan. Dan digosipkan tentang hal-hal yang negatif merupakan sebuah bencana.

Tapi, jika diam dan sendiri dalam menghadapi kesedihan membuat Trio terlintas untuk kembali mencoba bunuh diri. Itu lebih dari sebuah musibah. Dan Ify tidak ingin menjadi salah satu variabel pendukung musibah itu terjadi.

Ify meletakkan kembali paper bagnya di atas meja dan mengambil duduk tepat di sebelah Trio, dengan jarak hampir satu meter.

"Bapak butuh sesuatu? Udah makan?" Hanya itu yang terlintas di pikiran Ify. Tidak pernah ada kata yang pas untuk bisa menghibur orang yang baru saja kehilangan. Bahkan mungkin, Trio merasakan yang lebih dari itu. Penyesalan.

Trio menggeleng dan kembali tidak bersuara. Suasana yang canggung membuat Ify berpikir sampai kapan kegiatan aneh ini akan berlanjut? Dengan ide gila dan keberanian tingkat tinggi, setelah memangkas habis seluruh ketakutan tentang risiko digosipkan. Perlahan namun pasti, Ify mulai mengurangi jarak duduk dengan makhluk bernapas di sebelahnya.

"Kalau mau nangis, nangis aja, Pak," kata Ify dengan siaga satu akan hardikan dan pukulan yang bisa saja terjadi sebagai respon alamiah dari ucapannya. "Nggak ada orang lain yang akan tahu, selain saya dan Tuhan."

Ify melihat Trio menelan ludahnya, bahkan kedua tangannya yang berada di atas paha kini sudah membulat sempurna, seperti menahan sesuatu yang sedang Ify pancing untuk keluar. Bahkan wajah berantakan Trio itu perlahan memucat.

Setelah tiada lagi jarak yang membuat tubuhnya dan tubuh Trio terpisah, Ify kembali memberanikan diri untuk menyentuh bahu kekar lelaki itu. Mungkin tubuhnya terlihat baik, tapi tidak dengan auranya. Ify memahami aura itu karena dia pernah merasakannya, dulu sekali, saat semuanya belum bisa dia ikhlaskan.

Marry Me If You Dare - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang