Vian, Kevin dan Rendy terkekeh mendapati Vino sedang berbaring di sebuah kursi sendirian di pinggir lapangan basket yang begitu rindang, karena pohon yang agak besar melindungi tubuhnya dari sengatan matahari yang mulai berada diatas kepala.
Semilir angin membuat Vino merasa lebih tenang dari kegalauannya. Ucapan Livi dua hari lalu begitu melekat di otaknya, belum lagi gadis itu menangis karenanya.
Meski begitu, Vino juga masih mengingat betul bahwa cewek yang ia sukai secara tidak langsung mengucapkan kata sayang padanya. Hal itu membuatnya tersenyum dalam pejaman matanya. Tak disadarinya sedikitpun bahwa tiga sahabatnya sedang berencana mengejutkannya.
Di pimpin oleh Rendy yang menghitung dengan suara pelan yang tak akan di dengar Vino.
"Satu..dua...ti..ga"
"Hoiii" sentak mereka serentak membuat Vino terkejut hingga terjatuh dari atas kursi, tempatnya berbaring tadi.
Sementara Vino mendengus sebal atas perbuatan sahabatnya, mereka malah tertawa dengan saling tos karena rencana mereka berhasil. Vian, Kevin dan Rendy ikut duduk di samping Vino yang sudah kembali ke atas kursi.
"Livi?" tanya Vian menepuk bahu Vino.
Yang ditanya hanya diam, dia yakin jika para sahabatnya tak begitu bodoh untuk mengetahui jawabannya. Apalagi persahabatan mereka sudah terhitung dalam kurun waktu yang lama.
"Elsa bilang Livi ngga cewek matre"
Vino mendengus mendengar ucapan Vian "Gue juga ngga bilang dia matre. Tapi jaman sekarang itu pacaran ngga ada yang ngga ngeluarin modal banyak buat ceweknya Al"
Kevin mengangguk setuju dengan ucapan Vino, bagaimanapun pacaran itu bukan sekedar kata sayang dan cinta.
"Gimana kalau seandainya pemikiran kayak gitu cuma terlintas di pikiran lo sementara Livi biasa aja?" tanya Rendy.
Vino memejamkan matanya sejenak "Pada akhirnya dia akan mikir ke sana, apalagi kalau misalkan pas anniv Becca sama lo, atau bahkan Elsa sama Vian, kalian ngasih sesuatu sama mereka. Apa itu menjamin Livi ngga merasa iri?"
"Terus, kalau pada akhirnya lo takut ngga bisa bahagiain Livi, kenapa lo buat dia suka sama lo? Kenapa lo ngejar-ngejar dia? " geram Rendy dengan nada tak suka.
Vino menundukkan kepalanya, disadarinya ucapan Rendy benar adanya. Tidak seharusnya dia berupaya mendapatkan Livi sementara dia takut tak bisa membuat Livi senang bersamanya.
"Bener banget kata Rendy." setuju Kevin "Ya Tuhan, gue ngga nyangka Rendy sebijak ini. Ngga salah kalo lo dapat predikat playboy sejagat" puji Kevin antusias merangkul sahabatnya.
Vian terkekeh, ia sendiri menepuk bahu Vino "Kita ngga perlu berfikir jauh sebelum jalani yang bahkan udah ada di depan kita"
Vino mengangguk kecil "Gue akan coba"
"Gitu dong, baru sahabat kita" ujar Rendy. Vian dan Kevin bersama merangkul Vino dengan tawa.
Beberapa orang yang berlalu lalang memerhatikan mereka merasa iri melihat persahabatan empat orang itu. Meskipun bukan siswa-siswa terkenal di Aruma, tapi tidak membuat mereka tidak di kenal banyaknya siswa siswi Aruma. Apalagi semenjak mereka selalu bersama dengan tiga gadis idola Aruma.
***
Pulang sekolah tak lantas membuat semua orang langsung kembali ke rumah mereka, bahkan jika di hitung masih lebih banyak yang menghabiskan waktunya disekolah dibandingkan di rumah.
Begitu juga dengan Elsa, Livi dan Rebecca. Mereka masih harus mengerjakan tugas kelompok untuk presentasi pelajaran ekonomi. Itu sebabnya sampai saat ini mereka berada di kantin yang agak ramai siswa-siswi lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH MUDA (END)
Teen FictionNb: nama tokoh utamanya sudah terlanjur diubah Gue kira, gue yang bakal nahlukin lo dengan keseksian gue apalagi gue idola Aruma, tapi ternyata lo yang ngga ngelakuin apa apa yang romantis bisa buat gue tahluk ~~ Elsa Arqanaya. Gue bingung sama per...