Lee Tae Ho memasuki kamar istrinya dengan perasaan gundah. ia mengamati istrinya yang tengah menatap kosong ke luar jendela. Lee Tae Ho hanya menghela napas pelan sebelum duduk di atas tempat tidur. "Jung Woo sudah tahu semuanya."
Mata istrinya sedikit melebar, tetapi hanya itu. apabila ia khawatir ia tidak menunjukan ekspresi apa pun.
"Ia menanyakan padaku mengenai hubungan kita bertiga di masa lalu.."
"Hentikan!!" Ibu Jung Woo meraung keras. itu adalah kata pertama yang ia ucapkan pada suaminya selama bertahun-tahun. Ia menutupi kedua telinganya, nampak sangat tersiksa.
Lee Tae Ho menghela napas dan membungkuk di bawah kaki istrinya, berusaha menenangkannya. "Mianhae, yeobo. Tapi ia harus mengetahui yang sebenarnya. Dan kau sebagai ibunya dan istriku, wajib menceritakan segalanya."
Setelah beberapa lama, akhirnya Lee Tae Ho keluar dari sana dan mengacak rambutnya. Ia sudah tahu bila istrinya tidak akan pernah mau membuka mulut mengenai kejadian dari beberapa tahun silam.
Tanpa diketahui, setetes air mata mengalir di pipi wanita itu.
Ia kembali menatap keluar jendela, berusaha mengenang kejadian itu.
Hari itu, ketika ia mengetahui bahwa mantan sahabatnya kembali bertemu dengan cinta pertamanya, yaitu suaminya sendiri. Sejak awal ia sudah tahu bahwa cinta suaminya tidak pernah untuknya, walau pun mereka sudah menikah, tapi tak pernah sedetik pun Tae Ho dapat melupakan wanita itu.
Dan ketika diselidiki, tanpa ia ketahui ternyata wanita itu sudah melahirkan darah daging dari suaminya.
Ibu Jung Woo memjiat keningnya, berusaha tidak mengingat kejadian perselingkuhan suaminya itu. kalau saja wanita itu dan anaknya tidak pernah ada, maka ia dan suaminya akan tetap hidup bahagia.
Ya, ia memang mengakui kesalahannya dulu, sejak awal ia sudah tahu bahwa Lee Tae Ho dan wanita itu sudah menjalin kasih, dan mucul perasaan iri di hatinya. Dan, beruntung, karena ia berasal dari keluarga berada, ia dapat dengan mudah mendapatkan Lee Tae Ho dari perjodohan.
Mianhae. Tapi, apabila aku harus mengulanginya lagi, aku tetap akan mengambil pilihan yang sama.
...
"Ha Na ssi bagaimana keadaanmu?" Tae San menatap Ha Na yang baru saja terbangun dengan cemas.
Ha Na memegang kepalanya yang terasa berat. "Di mana aku?" Katanya dengan suara yang serak.
"Kau tidak ingat? Tadi kau muntah-muntah dan tak lama kau pingsan lalu Jonghyun memanggilku kemari."
Ha Na membulatkan matanya. Benar. Dia masih di rumahnya. Rumah miliknya, kenangannya.
"Di mana oppa?"
"Di luar, ia sedang menelepon seseorang."
Ha Na hanya mengangguk lemah.
"Jadi katakan yang sejujurnya padaku, aku adalah dokter juga, katakan, sudah separah apa kondisimu? Aku memang belum mengatakannya pada Jung Woo dan Jonghyun, tapi aku yakin, kau.." Tae San mengecilkan suaranya hingga hanya berupa bisikan. "Tidak punya waktu yang lama lagi."
Ha Na tersenyum kecil. Wajahnya pucat pasi. Benar ia sudah tahu hal itu. memang sedari awal, sejak tiba di Korea ia sudah tahu bahwa waktunya tidak lama lagi, oleh karena itu, ia harus segera menemukan ingatannya yang hilang. Tapi, sejak ia bertemu dengan Jung Woo, ia merasa masih memiliki harapan untuk hidup.
"Aku tahu." Ha Na menatap Tae San lembut. "Bisakah kau merahasiakannya dulu? Waktuku tidak banyak, sekarang yang kuinginkan hanyalah menjalani hidup yang bahagia."
"Tapi, apakah kau tidak berniat untuk dioperasi?"
Ha Na menggeleng lemah. "Sudah terlambat."
Ketika Tae San hendak menyela lagi, pintu terbuka dan Jonghyun langsung menghambur masuk. "Astaga, syukurlah kau sudah sadar." Katanya sambil memeluk Ha Na. "Tadi aku khawatir sekali."
Ha Na tersenyum. "Aku sudah tidak apa-apa."
Jonghyun lalu melepaskan pelukan mereka. "Ha Na, aku tahu bahwa saat ini kondisimu sedang tidak stabil, tapi, Jung Woo inin menemuimu. Katanya ada yang ingin diceritakannya padamu."
Ha Na mengerutkan kening bingung.
...
Ha Na keluar dari kamarnya dan mendapati Jung Woo serang termenung di luar sendirian hingga tidak menyadari kedatangannya.
Ha Na tersenyum tanpa sadar ketika menatap pria itu sambil berjalan mendekatinya. "Sudah lama menunggu?"
Jung Woo tersentak dari lamunannya dan menatap Ha Na dengan ekspresi hampa. "Duduklah." Ucapnya serak.
Ha Na menurut dan duduk di samping Jung Woo.
Swtelah lama terdiam akhirnya Jung Woo membuka mulut. "Kau ingat saat pertama kali kita bertemu?"
Ha Na mengerutkan keningnya, "Di Bandara?"
Jung Woo menggeleng. "Aniyo. Jauh sebelum itu. Ketika aku pertama kali bertemu denganmu ketika kita masih kecil."
"Kenapa kau bertanya soal itu?"
Jung Woo menatap Ha Na. "Kau tahu, kalau dipikir lagi, sekarang aku benar-benar menyesal telah bertemu denganmu waktu itu."
Jung Woo menggenggam tangan Ha Na erat seolah tak mau melepasnya. "Hanya satu hal yang ingin ku katakan padamu." Jung Woo menelan ludah. "Saranghae."
Jung Woo lalu bangkit dan meninggalkan Ha Na setelah meletakkan sepucuk surat diatas meja.
"Tunggu, Jung Woo!"
Tetapi Jung Woo tidak menoleh.
Ha Na lalu mengalihlan pandangannya ke arah surat itu dan mulai membacanya.
Ha Na.
Ha Na tersenyum melihat tulisan tangan Jung Woo yang rapi itu.
Aku tidak bisa mengatakannya langsung tapi, Mianhae. Neomu mianhaeyo. Aku tidak bisa mengatakannya langsung.
Aku tahu ini semua masih belum pasti tapi, seandainya saja semuanya memang benar, aku ingin kita untuk sementara tidak bertemu lagi.
Kau dan aku, kita harus membenahi perasaan masing-masing terlebih dahulu sebelum pada akhirnya bertemu lagi.
Aku yakin kita akan bertemu lagi suatu saat nanti, aku berdoa untuk kebahagiaanmu.
Apa kau tahu? Kau mirip sekali dengan ibumu, kalian berdua sama-sama sangat cantik. Aku yakin jika ia masih ada sekarang, ia akan bangga padamu.
Dan aku juga ingin minta maaf mewakili ibu dan keluargaku. Maaf karena telah merenggut kebahagiaanmu dan ibumu. Maaf karena telah merebut ayah yang seharusnya kau miliki. Maaf karena tidak bisa menjagamu. Dan maaf juga karena aku sangat mencintaimu.
Oppa-mu, Jung Woo.
Ha Na melipat surat itu kembali dan menekannya di dada. Air matanya sudah mengalir sejak tadi membasahi surat itu.
Ia tidak tahu. Tidak, bukan tidak tahu. Ia tidak ingin tahu. Ia tidak ingin mengakui kenyataan sebenarnya, kenyataan yang begitu menyakitkan.
Ia tidak mau mengakui bahwa sebenarnya Jung Woo dan dirinya adalah saudara kandung. Ia tidak mau mengakui bahwa Jung Woo adalah kakaknya.
Perlahan mata Ha Na memejam.
Ia ingin melupakan segalanya, ia yakin bahwa ini hanyalah mimpi buruk. Dan bila nanti ia sudah bangun, Jung Woo akan berada di sampingnya dan mengatakan bahwa itu semua hanyalah sebuah kebhongan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until My Last Day (END)
RomanceKebetulan. Apa ini yang dinamakan kebetulan? Berawal dari pertemuan mereka di Bandara, awalnya Jung Woo dan Ha Na sama-sama tidak mengira bahwa mereka berdua akan saling jatuh cinta? Tapi ada banyak masalah yang menghadang, mulai dari sahabat Jung W...