Chapter 22

33.4K 1.7K 45
                                    

Reyna menoleh ke belakang ketika sesuatu menepuk bahunya, ia mendapati Kelvin yang tersenyum dan dengan ransel yang hanya diselempangkan oleh bahu kanan.

"Kenapa? Perasaan dari tadi itu muka ditekuk aje, pemandangan pagi gue jadi nggak enak," protes Kelvin yang berjalan beriringan melewati koridor kelas.

Reyna menggeleng pelan.

Kelvin menghentikan langkahnya dan menarik lengan Reyna untuk ikut berhenti karena sudah berada selangkah di depannya.

"Gue kan udah bilang, kalau ada masalah itu cerita. Gue pekaan, sori," dengan pede nya Kelvin menaikkan jambulnya ke atas.

Reyna terdiam. Sebenarnya, semalam Agam menelepon nya tak henti-henti, membuat Reyna muak dan mematikan ponselnya. Bukan hanya itu, bahkan saat Reyna menyalakan ponsel tadi pagi ada sebuah pesan masuk dari Agam bahwa ia akan menjemput Reyna pulang sekolah nanti.

Entah bagaimana, Reyna seperti kurang nyaman untuk kondisi yang sekarang. Mungkin menurut orang lain itu terlalu berlebihan, tapi tidak untuk Reyna. Ini berarti seseorang telah mengajaknya berperang dengan kelancangan mengklaim dirinya sebagai kekasih, padahal Reyna sendiri hanya menganggap sebatas teman.

Sebuah kepercayaan Reyna telah dihancurkan begitu saja, kebahagiaannya untuk memperbaiki hubungan persahabatan telah di kubur dengan buruk oleh Agam. Hanya dengan satu perkataan, semua dapat rusak. Perkataan yang tak semestinya keluar dari bibir orang lain yang tidak pernah ia kenal, mungkin ketemu saja belum pernah sama sekali.

Reyna hanya menunduk, mengingat kejadian kemarin semakin memburukkan perasaannya. Satu sisi ia tak ingin terus menerus menjauh dari Agam, tapi disisi lain orang itu telah membuat keadaan mereka seperti ini.

"Dia minta maaf?" tanya Kelvin dengan membungkukkan sedikit badannya untuk melihat wajah Reyna yang tertutupi oleh rambut sepinggang nya.

Reyna mengangkat kepalanya yang membuat jarak wajah mereka semakin dekat. Karena terkejut, Reyna langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Iya."

"Terus?"

"Dia nelepon gue semaleman," jawab Reyna.

"Lo angkat?" Reyna menggeleng lemah.

"Gue benci-" potong Reyna merendahkan suaranya sebelum melanjutkan kalimat berikutnya, "Tapi sayang." lanjutnya.

Kelvin tersenyum sambil memegang kedua pundak Reyna, "Lo cuma harus terbiasa aja."

"Nanti juga kalian bareng lagi," kata Kelvin meyakinkan.

Mereka pun kembali berjalan bersisian dengan keheningan yang menyelimuti keduanya, Reyna menggigit bibir bawahnya. Haruskah ia memberi tahu Kelvin tentang pesan yang baru tadi pagi ia dapat, atau tidak perlu? Setelah menimbang-nimbang, Reyna merasa berat bila tak ada tempat bercerita sekarang.

"Vin," Kelvin bergumam sebagai respons.

"Agam..., pulang sekolah nanti pengen jemput gue." refleks Kelvin menoleh ke arahnya dengan alis yang terangkat satu.

"Gue nggak mau," jujur Reyna.

"Emang dia bilang gimana?" Reyna memasukkan tagannya ke saku baju dan mengeluarkan ponselnya.

Kelvin mengambil alih ponsel yang disodorkan oleh Reyna dan membaca kalimat berbaris di sana.

Gue mau jelasin semuanya sama lo, kenapa nggak angkat telfon nya? Besok gue jemput lo di sekolah, see you. -Agam.

"Lo kenapa gak mau?" tanya Kelvin sambil mengembalikan ponsel Reyna.

"Gue mau sendiri dulu. Gue belum siap."

Ketua Osis VS Kapten Basket ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang