Chapter 40

38.3K 1.7K 54
                                    

Reyna berdiri di depan cermin sambil mengikat rambutnya. Ia melirik ke arah jam tangannya dan keluar kamar ketika waktu menunjukkan pukul 6 lebih 30 menit.

Perasaannya selalu saja gelisah semalaman ini, mungkin, dimulai dari semalam saat ia keluar rumah. Tapi satu hal yang harus ia lakukan, bahwa ia harus bertemu dengan seseorang nanti.

Setelah berpamitan, Reyna keluar dari rumahnya sembari mengikat tali sepatu yang lupa ia ikat. Reyna kembali berdiri dan menegakkan tubuhnya juga membenarkan seragamnya supaya tak kusut. Ia menghela napasnya panjang dan mulai berjalan menjauh dari halaman rumah.

Hari ini, Reyna berniatan untuk menaiki taksi. Hanya, entahlah, ia hanya ingin buru-buru sampai di sekolah. Jadi, pagi ini, ia hanya harus berjalan ke depan gerbang perumahan lalu menyetop kendaraan di sana.

Reyna selalu memasang senyumnya, begitupula kepada satpam perumahan yang sedang berjaga sembari meminum kopi hangatnya. Ia berdiri di depan gerbang untuk beberapa menit sampai akhirnya mendapatkan kendaraan itu.

"Kemana, Mbak?" tanya sopir taksi itu.

"SMA Garuda satu, Pak." Sopir itu mengangguk dan kemudian mulai menjalankan kendaraannya.

Reyna mengeluarkan ponsel dari saku bajunya dan membuka notif pesan yang baru saja masuk.

Rey, berangkat bareng gue mau gak? Bentar lagi gue jemput.
-Agam.

Reyna berdecak sebal dan menelepon sang pengirim pesan itu barusan. Ia mulai mengoceh ketika Agam baru saja menerima panggilannya.

"Telat banget, ih. Gue udah naik taksi tau." Reyna memanyunkan bibirnya ketika yang ditelepon malah tertawa.

"Bagus, gue jadi gak ngebuang bensin yang berharga."

"Ah, tau deh."

"Gam," ditelepon, Agam hanya membalasnya dengan dehaman.

"Gue sebaiknya minta maaf atau nunggu dia minta maaf?"

Agam berdeham dan mulai berbicara dengan lembut.

"Gue bakal ngedukung semua keputusan lo. Minta maaf duluan lebih bagus."

Reyna terdiam sejenak, kemudian ia memindahkan posisi ponselnya ke telinga kanan.

Reyna membalasnya dengan dehaman mengerti. Ia berpamitan untuk menutup panggilan ketika taksi yang ia naiki sudah berhenti di depan gerbang sekolahnya.

"Gam, udah dulu, ya. Gue udah di depan sekolah."

"Iya," jawab Agam.

Reyna pun menutup panggilannya segera dan membayar taksi itu, lalu Reyna keluar dari sana untuk memasuki gerbang sekolah.

Reyna berjalan santai melewati koridor kelas yang masih sepi. Hanya beberapa anak yang baru juga datang maupun yang sudah datang sebelumnya.

Namun langkah Reyna terhenti di depan pintu kelas XII IPA-2. Ia mengamati papan yang menggelantung di atasnya sebagai tanda kelas. Reyna celingak-celinguk ketika mengamati kelas itu dan kemudian bernapas lega ketika belum ada seseorang pun yang datang.

Reyna berjalan ke arah meja seseorang dan menaruh ranselnya di sana. Tangannya mulai membuka reseleting tas dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Tidak butuh waktu lama, Reyna kembali menggendong ranselnya dan keluar dari kelas itu.

--<>--

Kelvin melepas helm-nya dan turun dari motornya. Ia membenarkan rambutnya yang sedikit teracak dan menggendong ransel di salah satu pundaknya.

Ketua Osis VS Kapten Basket ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang