Keping 1 Pancake Madu

279 20 10
                                    

Bernad POV

Kupikir hidup tak seperti air yang mengalir, ada kalanya kamu perlu berhenti karena kejenuhan. Kamu tak bisa membuat segala hal terlihat sempurna, ibarat kamu menulis, coretan demi coretan selalu muncul sehingga kamu perlu menghapusnya dan mengulangnya dari awal. Kuakui hidup itu berat, semua berdasar pilihan termasuk cinta yang kurajut.

"Bernad, kok diem? Capek ya?" Matanya memandangku lembut, Lena dia kekasihku.

"Enggak, yuk lanjutin makan, omong-omong gimana kerjanya hari ini?"

Kami terus berbincang-bincang hingga pukul 10 malam, lalu aku mengantarnya pulang. Kami berdua selalu sibuk, jadi hari Sabtu adalah waktu yang tepat untuk sekadar berbagi tawa. Malam ini kami pergi ke salah satu cafe favorit kami, dengan menu yang selalu sama. Aku asyik dengan ayam bakar pedas dan Lena dengan nasi goreng seafoodnya.

Cinta tak pernah ragu untuk menunjukkan kesenanganmu hingga larut di dalamnya.

Lena POV

Sabtu malam, adalah waktu kami berdua. Pekerjaanku sebagai assistent manager sebuah perusahaan komestik membuatku tak punya banyak waktu untuk Bernad, begitu juga sebaliknya. Namun hari ini berbeda, Bernad tak seperti biasanya, dia lebih banyak diam. Awalnya, aku hanya diam hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya. Bernad hanya tersenyum dan mengalihkan pembicaraan. Caranya mengaduk-ngaduk makanan membuatku yakin, Bernad berbohong.

Pukul 23.30

"Semuanya baik-baik kan Nad? Kayaknya kamu ga nafsu makan hari ini.."

Message delivered.

Kemeja hitam bergaris abu-abu menjadi sahabat Bernad pagi ini. Pesan yang dibacanya tadi malam tak kunjung dibalasnya. Ia hanya keluar, menaiki sepeda motornya menuju rumah Lena. Bernad tau, sikapnya kemarin malam pasti akan membuat pujaan hatinya resah. Bernad sendiri resah tak tau apa yang harus ia perbuat, bahkan kehabisan kata-kata sebelum mengucapkannya.

"Hai Nad.. tumben kerumah?" Lena berdiri di ambang pintu, memeluk kekasihnya itu sekilas dan langsung memberi isyarat supaya Bernad masuk.

"Aku temenin ya hari ini, masak bareng yuk.."

Lena POV

Jarum jam di rumahku belum genap menunjukkan pukul 7, namun Bernad sudah duduk disebelahku saat ini. Ada apa? Aku juga tak tau. Bernad bahkan tak menyindir apapun soal pesanku kemarin malam.

"Masak? Emang kamu bisa masak?" Aku tertawa kecil, berusaha tetap tenang.

"Ya enggak sih, tapi ada kamu kan?"

Lena dan Bernad asyik di dapur, wajah mereka penuh dengan tepung. Minggu pagi ini dilalui mereka dengan pancake madu buatan mereka. Lezat? Sangat! Karena mereka berdua membuatnya dengan cinta.

"Semua yang dibuat dengan cinta akan berakhir dengan cinta."

"Gimana Len? Enakkan?" Bernad mengedipkan matanya, berhasil membuat Lena terpaku sesaat.

"Iya enak, kan aku yang buat, kamu main-main terus dari tadi Nat, gemes deh."

"Loh kok hidungku dicubit sih? sakit tau Len.. Aku cubit balik lho."

Banyak sekali yang mereka perbincangkan pagi itu. Bernad bercerita bahwa minggu lalu anjingnya kabur ke dapur tetangga sebelah, kebingungan mencari HP yang ternyata ada di tangannya. Lena bercerita mendapat pesan misterius dari saudara sepupunya sendiri, bermimpi bertemu Adelle, dan kehilangan sandal yang baru saja dibelinya. Selalu ada tawa di sela-sela cerita mereka, namun berakhir dengan sebuah pertanyaan.

"Oh ya Nat, kamu kok ga bales smsku?"

Bernad POV

Kenapa dia menanyakan hal itu? Aku sangat berharap tak mendengarnya. Aku bingung, tak ada kata-kata yang kulontarkan selain mengalihkan pandanganku pada tanaman anggrek milik Lena yang tengah mekar.

"Kamu ada masalah ya? Cerita dong ke aku.."

"Aku belum bisa cerita sekarang," kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutku, aku baru sadar, aku berbicara dengan nada yang meninggi.

"Oh yaudah deh gapapa," Lena tersenyum, kecut.

Sepulang dari rumah Lena, Bernad gelisah. Ia merasa sangat berdosa, membentak kekasihnya tadi. Tapi, Bernad benar-benar tak berbohong, ia belum bisa menceritakannya.

Pukul 12.00

"Len, aku minta maaf ya. Aku ga ada maksud bentak kamu, aku janji aku pasti cerita."

Message delivered.

Kamu NafaskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang