Keping 17 Pelukan Dingin

48 9 0
                                    

Magda POV

Sudah hampir setengah hari, tetapi otakku masih saja memutar rekaman yang sama. Mungkin otakku sedang mengalami error yang berat dan berkepanjangan. Pria jangkung itu datang membawa sepucuk surat , mewakili Lena yang absen hari ini. Siapa dia? Apa hubungannya dengan Lena? Mengapa bukan Bernad? Tetapi entah kenapa aku seperti tertarik ke dalam medan magnetnya.Pria itu hanya mengucapkan satu kalimat tapi hatiku seperti porak poranda karena degupan yang tak terkendali.

"Selamat pagi saya cuman mau titip ini, Lena nggak masuk hari ini. Makasih ya." Begitulah, memang kalimat itu tak ada hubungannya denganku, tetapi kalimat itu terus terngiang hingga detik ini. Apakah ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?

Meskipun tugasnya jauh dari kata sedikit belum lagi ditambah ia harus menggantikan posisi Lena sementara waktu, namun rasa penasarannya pada pria itu melambung melebihi semua itu. Tak ingin membuang-buang waktu lagi, Magda meliuk-liuk menerobos kemacetan Jakarta menuju rumah Lena.

Lima belas menit, sepeda motor matic Magda sudah berpose manis di depan rumah Lena, entah sampai berapa lama. Magda sudah tak terkejut lagi ketika di depan sepeda motornya, sedan silver teronggok begitu saja. Tapi apa Bernad tau soal pria dengan sepucuk surat itu? Magda baru sadar, tadi pagi setelah kedatangan pria yang telah meluluhlantahkan hatinya itu Bernad tergopoh-gopoh menanyakan di mana Lena. Ada yang tak beres. Magda jadi kelu, semua pertanyaannya terikat di kerongkongannya.

"Len ada Magda tu.." Bernad sedikit berteriak, "Boleh masuk nggak? Nggak usah aja ya?"

"Apaan sih Nad?" Magda tertawa, tawa yang palsu dan hambar. Ia langsung berjalan menuju kamar Lena, tak lagi menggubris Bernad.

"Eh ngambek? Santai dong Da.." Bernad mendorong tubuh Magda pelan.

"Enggak! Siapa juga yang ngambek?" Magda berbalik, berkacak pinggang menantang Bernad. Tak butuh waktu lima detik mereka sudah beradu mulut. Seperti biasa dan sudah biasa. Di balik selimut, Lena memandangi kedua orang yang sangat disayanginya itu. Terkikik sendiri sambil terbatuk-batuk.

"Aduh..sampe batuk-batuk gitu," sigap Bernad mengambil air putih, membantu Lena duduk dan meminumkannya.

Magda masih menahan pertanyaannya. Ia tak begitu yakin suasana akan tetap baik-baik saja jika pertanyaan itu terlontar. Lena tak pernah sekalipun membuka suaranya tentang pria jangkung itu, sudah sangat jelas Bernad juga buta tentang pria itu. Tiba-tiba semuanya begitu melegakan ketika ponsel Bernad bergetar.

"Halo, Ven.. oh sorry oke bentar lagi aku kesana." Berat hati Bernad menoleh ke arah Lena, "Sayang, sorry ya temen kerjaku Steven bilang ada kerjaan ga bisa ditinggal. Kamu baik-baik ya Len." Bernad mendekap Lena, mengecup kening Lena lama. Sebenarnya Lena sama sekali tak keberatan. Tetapi, nama itu membuat tubuhnya kaku. Rasa bersalah mulai merambati Lena. Bernad merasakan perubahan itu, Lena yang dingin, Lena yang tak membalas pelukannya.


Kamu NafaskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang