Keping 32 Jaring Laba-Laba

14 2 0
                                    


Lena POV

"Ambil saja pak kembaliannya." Aku tak mau membuang waktu, aku langsung berlari memasuki halaman Bernad dan membuka pintunya begitu saja.

"Lena? Sayang?" Bernad tampak agak terkejut.

"Kamu tidur di sofa?" Kulepas jaketku dan kuletakkan sembarang. Bernad tampak begitu pucat. Saat kugenggam tangannya, reflek aku menyahut jaketku dan menyelimutkannya pada Bernad.

"Ya.. aku sambil liat bola kemaren, jadi ketiduran deh."

"Nggak Bernad.. Kamu sakit, bibirmu pucet banget."

"Kamu nggak kerja sayang?" Tangan dinginnya membelai pipiku. Kutatap dalam-dalam matanya. Kenapa kamu tak berani melihatku? Kamu berbohong, aku tahu itu. Bolehkah aku melihat amplop yang ada di balik punggungmu? Itukah yang kamu sembunyikan sampai kamu tak berani duduk? Aku lelah Bernad, aku menolak bermain petak umpet bersamamu.

"Aku buatkan kamu makan ya?" Perlahan kulepaskan genggamannya, saat itulah Bernad menatapku, tatapan yang sangat pilu. Tatapan pria yang mencoba tegar. Aku tahu itu Bernad. Aku cepat berbalik, kini aku yang tak bisa menatapnya.

Bernad POV

Lena, sungguh aku minta maaf. Aku beryukur kamu tak sama sekali tau tentang amplop ini. Sigap kusembunyikan amplop itu kedalam tas. Aku janji Len, aku pasti jujur. Tak tahukah kamu mulut ini seperti terkunci? Aku tertekan Len, tolong aku. Jangan menatapku seperti itu, aku tak sanggup.

"Nad.. aku buatin bubur ayam."

"Makasih sayang.. tapi ini udah enakan." Bernad mencoba duduk. Alasan yang paling tepat adalah karena amplop coklat itu, yang sudah berpindah tempat.

"Sini aku suapin.. tut tut kereta lewat.."

"Aeemm... enak banget Len," Bernad menyandarkan kepalanya di bahu Lena. Entah semua bebannya terangkat, dunia ini kembali bersahabat. Lena menoleh, menunduk dan mencium lembut bibir Bernad yang memutih, Bernad membalas, menumpahkan rasa damai ini

"Aduh nular nggak ya sakitnya," Lena terkekeh sembari menyuapkan suapan kesekian. Bernad menggeleng.

"Kamu tetap disini Len. Kamu dan aku."

Sejenak mereka terbebas, damai sedang merangkul mereka. Lena hanya cukup menunggu, Bernad hanya cukup bersiap. Dalam hati, mereka berbisik semua baik baik saja.

Semangkuk bubur ayam telah habis tak bersisa. Bernad dan Lena duduk sambil berpaut tangan, enggan untuk beranjak dari sofa. Televisi di depan mereka menyala, sedapat mungkin berusaha menghibur dua insan ini. Terdengar gelak tawa, komentar tajam, teriakan dari Bernad maupun Lena.

"Eh Len.. ajak Bro jalan-jalan yuk," ucap Bernad tiba-tiba.

"Yakin? Kan kamu lagi sakit gini.. Tiduran aja Nad." Lena menepuk pahanya pelan.

"Aku kan udah bilang, kemaren aku ketiduran gara-gara nonton bola. Belum makan, belum apa, jadi masuk angin deh, tapi sekarang gapapa." Bernad menarik tangan Lena berdiri.

"Iya deh iya.. oh ya Ken juga tambah gemuk lho.."

"Oh ya? Bagus dong.. Nanti kalo kita liburan coba dijodohin ya?" Ucap Bernad sembari memasang tali pengikat pada leher Bro. Seakan ingin pamer, Bro menggeleng-geleng kepalanya menyisakan bunyi gemerincing.

Steven POV

Sejak dari rumah Bernad, mataku sama sekali tak bisa kupejamkan. Mataku seperti terpaku menatap langit-langit kamar. Baru kali ini aku menatap ke arah yang berbeda, jam weker. Aku mendengus kesal, 05.00, waktuku bersiap kerja. Apa sebaiknya aku tidak masuk hari ini?

Lena dan Bernad, mendengar nama itu membuatku meriang.Aku tersangkut dalam jaringlaba-laba mereka. Aku tertangkap basah memeluk Lena dan sekarang harus menjaganya selagi Bernad sakit. Sepertinya aku hamper kehilangan seluruh perasaanku karena aku tak lagi bisa mendeskripsikannya.

Baru saja kelopak mataku menyerah dan hendak terlelap, dering handphoneku membuatku terlonjak.

"SHIT!!" Makiku keras-keras dan langsung menampar pipiku keras-keras pula saat melihat nama yang menyembul di layar handphoneku.

"Halo sayanng ada apa?" Aku mencoba memulai dengan sewajar mungkin. Aku berani taruhan pembicaraan akan berubah drastic menjadi tidak wajar.

"Seharusnya aku yang tanya itu ke kamu." Siapapun itu cepat bayar, aku menang telak dalam taruhan ini.

"Ini masih pagi Magda, jangan marah-marah gitu ah. Aku kebangun nih."

"Bodo amat, kamu kemana aja kemaren?"

"Aku sibuk banget kemaren, sorry."

"Tapi seenggaknya kamu kasik kabar Ven."

"Iya sayang..aku minta.." Jangan salahkan aku jika sambungan terputus. Entahlah sudah waktunya aku tidur.

Kamu NafaskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang