Keping 20 Salah Tingkah

54 5 0
                                    

"Hai Len. Eh kamu kan yang waktu itu?"

"Iya ini temen aku Magda, Magda bilang kalian udah pernah ketemu." Magda sudah berasap seperti kepeiting rebus, memikirkan hukuman apa yang akan dijatuhkan pada Lena setelah ini.

"Oh hai aku Steven." Steven menjabat tangan Magda, menariknya begitu saja membuat Magda mendadak merasa kikuk.

"Ven, yuk berangkat. Tapi aku duduk belakang ya, mau lurusin kaki, pegel banget pake hak 7 cm." Meski sama-sama terperanjat, Lena tak mendapat perlawanan sedikitpun. Magda dan Steven mengangguk. Awal yang baik, pikir Lena. Ia berusaha menekan-nekan dan menyembunyikan rasa sakitnya.

Sepuluh menit mereka membisu, Steven yang merasa canggung, Magda yang salah tingkah, dan Lena yang memejamkan matanya, berpura-pura tidur dan membiarkan pembicaraan antara Steven dan Magda mengalir tanpa dipotongnya.

"Ngomong-ngomong ke studio foto buat apa?" Steven mulai mengisi keheningan ini. Perjalanan mereka dengan bonus istimewa macet akan memakan waktu satu jam lebih dan sangat tidak mungkin jika dihabiskan dengan diam. Bukan tipe Steven sama sekali. Namun, gadis-gadis ini cukup membuatnya gugup lebih-lebih yang sekarang duduk di sebelahnya.

"Eh.. tanya sama aku?"

"Sama kuman di ketiakku.. hem ya sama kamu lah." Mereka tertawa.

"Aku sama Lena mau nemenin brand ambassador kami pemotretan buat beberapa produk-produk baru kami." Steven manggut-manggut, jemarinya mengetuk-ngetuk kemudi mencoba mengikuti irama musik yang mengalun.

"Kamu tinggal sama orang tua?"

"Enggak, aku kos di Jaksel."

"Ibu kosnya galak nggak?" Steven masih terus bertanya, tak kehilangan pertanyaan meskipun hatinya masih terus berdesir.

"Wah galak banget, kayak mak lampir!"

"Sayang banget, ga bisa culik kamu dong," ucap Steven, nadanya menggoda melirik gadis hitam manis di sebelahnya. Magda langsung menunduk malu.

"Khusus aku bisa kok." Suaranya memelan tetapi sangat jelas untuk di tangkap telinga Steven bahkan Lena yang masih tetap pada posisinya.

Perjalanan satu jam itu melesat begitu saja hanyut dalam canda disertai bibir yang menungging sempurna. Masih dengan salah tingkah, Magda berusaha mengimbangi tawa dari si pria jangkung. Lena sama sekali tak menyumbang apapun dalam pembicaraan mereka, membiarkan rencananya berjalan dengan lancar walaupun hatinya tercabik-cabik.

"Hai guys!! You're late.. sesi satunya sudah selesai." Ari tersenyum, semua yang melekat pada tubuhnya membuatnya seperti dewi. Rambutnya yang kecokelatan terlihat sangat manis dengan tatanan grown up-half up. Blush on yang mewarnai pipi sampai ke tulang pelepisnya menciptakan kesan elegant. Miracle Cosmetic telah menemukan bintangnya.

"Sorry jalannya macet," ucap Lena merentangkan tangannya, memeluk Ari.

Magda masih kikuk, tetapi akhirnya menepuk-nepuk sofa kosong di sampingnya mempersilahkan Steven duduk. Ari memandang mereka dengan tatapan yang jahil. Di coleknya pipi Magda. Steven kaget sendiri, cepat-cepat berdiri. Ia baru sadar, posisi duduknya terlalu dekat dengan Magda.

"Hai.. aku Steven," Steven mengulurkan tangannya, Ari membalasnya hangat.

Ari kembali profesional. Ratusan gaya dipersembahkannya di depan kamera. Bolak-balik ke kamar ganti, membongkar semua tatanannya, tetapi senyumnya tetap sama. Sama sekali tak menunjukkan wajah penat. Lena yang sedari tadi memperhatikannya hanya bisa berdecak kagum.

Kamu NafaskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang