Keping 4 Kenyataan

114 9 0
                                    

Kala itu..

Gadis itu terlihat anggun dengan dress pink yang dipakainya, hanya bermake up tipis dia sudah seperti ratu saja bagiku. Rambutnya hanya dibiarkan jatuh indah begitu saja, indah sekali. Bagaimana bisa ada makhluk seelok dia. Berhias cahaya rembulan membuatnya bercahaya seperti dewi. Entah berapa ribu hasil jepretan yang kuperoleh di setiap geraknya. Nanti sepulang dari promnight akan kuamati sampai aku tertidur dan akan terus kuamati keesokan harinya. Kedengaran sangat bodoh, tapi akan kulakukan.

Aku tidak tahu apakah aku akan bertemu lagi dengan gadis jelmaan dewi itu. Apakah dia akan tetap di Surabaya ataukah merantau ke negeri antah berantah? Aku selalu bertanya, namun gadisku tak pernah menganggapnya serius, ia hanya berdehem ria, menganggap pertanyaan itu angin lalu. Walaupun hari ini dia sangat cantik, sejujurnya aku sangat tak menginginkan hari ini ada.

"Steven? Kamu ngapain disini?," suara itu mengagetkanku, seberapa lama aku melamun sampai tak menyadari Lena yang sedari tadi didepanku menjadi di belakangku.

"Eh enggak, aku cuman lihat anak-anak nari," asal saja aku berucap.

"Oh.. duduk di sana yuk, di kursi itu," aku menurutinya sambil menyiapkan hati untuk bertanya, pertanyaan yang sama, pertanyaan yang membuat hatiku gusar.

Kami duduk bersebelahan, jauh dari teman-teman membuatku gugup sekaligus bahagia tak terkira. Kulihat wajahnya, sepertinya sama, sama-sama bahagia. Tak ada pembicaraan, syahdu yang mengusik. Aku hanya memeras jemariku, menarik-nariknya, berharap lepas dan tersangkut di genggamannya. Lidahku kelu, kehabisan kata-kata. Sejenak aku membenci otakku yang selalu diam tak berkutik saat seperti ini, apa otakku juga jatuh cinta? Yang benar saja, hatikulah yang jatuh cinta.

Hari ini akan kupuaskan degup jantungku berdegup sangat riang. Mungkin saja degub itu akan senyap esok. Bukankah, kesempatan itu tak datang dua kali? Dibawah bintang-bintang hatiku berteriak, hanya hatiku. Lena apa sebenarnya isi hatimu? Aku tak dapat menerka-nerka, terlalu sulit menyimpulkan kata sayang yang terucap lewat bibir manismu kala itu. Aku telah membuat lusuh kamusku hanya untuk mencari arti sayangmu padaku.

"Steven setelah ini kamu kemana?" Aku tak langsung menjawab, aku ingin membalasmu Lena.

"Kamu sendiri?" Kupalingkan mataku menatapnya dan benar saja seperti yang sudah-sudah. Lena hanya tersenyum. Aku lelah Len, aku lelah mencarimu. Dimana sebenarnya hatimu?

"Emang salah ya aku tanya?" Kesabaran ku mulai menguap.

"Nggak juga," jelas sekali raut mukanya berubah, namun ia memaksakan senyumnya. Aku tau lena mulai tak nyaman dan aku? Tentu saja hanya bisa diam.

"Steven aku pergi dulu ya," hanya itu yang kudengar sampai saat ini.

Cinta datang dan pergi sesukanya

Rapat yang melelahkan, Lena memijat-mijat keningnya. Banyak sekali yang perlu dipersiapkan untuk promosi perusahaan kali ini. Usulan-usulan untuk merekrut brand ambassador mulai dipertimbangkan. Tak tanggung-tanggung Pak Ridwan, selaku kepala perusahaan meminta Ariana Vero direkrut. Saraf-saraf Lena mulai menegang, bergejolak, mengais-ngais cara mendapatkan model molek berdarah Singapore itu. Pikirannya berkutat soal dana, dana, dan dana.

"Len gimana ini? Pak Bos mintanya aneh-aneh," Magda menggerutu duduk asal saja di sebelah Lena.

"Hussh Da ngomongnya jangan keras-keras,"

"Eh Sorry, abisnya aku kesel sih, presentasi buka cabang di kota-kota kemaren udah ngabisin dana banyak lho,"

"Aku juga bingung, Ariana itu bukan model sembarangan. Coba kamu cari tau jadwal Ariana bulan-bulan ini kemana aja, siapa tau kita bisa ketemu."

"Gila ya Len? Mau ketemu dimana?" Tampaknya Magda bertambah gusar, Lena tertawa geli saja, melihat rekannya itu. Tapi siapa tau kan? Dunia ini terlalu sempit, kamu bisa bertemu kawan lamamu di suatu tempat yang tak terduga.

Pukul delapan malam, Lena mulai gelisah. Jalan masih ramai, mobil masih berlalu lalang, sepeda montor menderu-deru di persimpangan. Pulang sendiri? Yang benar saja melangkahkan kaki saja Lena tak berani. Lena tak pernah berhasil pulang malam seorang diri, kecuali dan hanya kecuali bersama Bernad. Ragu-ragu Lena menghubungi Bernad karena setau Lena, Bernad sibuk dengan proyek barunya. Setelah menimbang-nimbang Lena memutuskan hanya mengirim pesan supaya Bernad tak harus terganggu dengan dering telepon.

Pukul 20.12

"Nad, aku pulang agak telat."

Massage delivered.

Pukul 20.13, From : Bernad

"Tunggu ya."

Lena tersenyum, ia kemudian duduk di bangku kayu kecil persis di depan kantornya. Bernad tak pernah hilang akal untuk terus menjaga Lena selagi ia masih bernafas. Bernad telah bersumpah tak kan membiarkan debu menggores kulit kekasihnya. Bukan lagi omong kosong, Lena merasakannya. Lena tak pernah merasa dicintai setulus itu sebelumnya, bahkan orang tuanya yang entah kemana. Baginya Bernad adalah orang tua, sahabat, kekasih, teman, yang akan selalu terukir manis di hatinya.

Akumencintaimu karena kamu begitu.

Kamu NafaskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang