Keping 12 Small Party

55 9 0
                                    

Pukul 09.00, From Ari

"Hai.. hari ini jadi ketemu Pak Ridwan kan? Aku datang satu jam lagi. See you."

Lena membaca pesan itu berseri-seri. Lena sangat mengagumi Ari. Baginya Ari tak memiliki sisi cacat atau bercak noda sekalipun. Lena membuka laci mejanya, mengamati kembali kalung pemberian Ari. Sejak hari itu ia tak menyentuhnya. Sabtu pagi ini menjadi hari perdananya menggantungkan kalung itu di lehernya.

"Baru dipake kalungnya?" Magda mengintip dari sekat tripleks pembatas meja kami.

"Iya aku masih ragu aja mau pake," Lena sama sekali tak menjatuhkan pandangannya ke Magda. Tangannya cekatan mengepak kertas-kertas di mejanya.

"Oh.. dia mau kesini ya?" Lena mengangguk.

"Eh Da.. tolong dong proposalnya kasik ke Mas Joko, biar dijilid. Aku mau urus pengiriman katalog bulanan Miracle, soalnya ntar sore udah harus disebarin ke reseller. Nanti jam 10 kita ketemu lagi bareng Ari." Lena beranjak, melirik Magda yang mendengus kesal. Kandas sudah niatnya untuk mengembangkan talenta istimewanya, rumpi.

Semuanya kembali sibuk.

Hari yang panjang berakhir sudah. Tak lagi dikantor, Lena, Magda, tak ketinggalan Ari kini terdampar di Central Park Mall. Sudah dua jam, masih berbalut seragam kantor tapi tawa mereka meledak-ledak belum ada rambu untuk berhenti. Mereka menyebutnya "Small Party" resmi menjalin kontrak kerja sama antara Miracle dan Ari untuk tiga tahun. Mereka terus tertawa membiarkan kalung berbandul BFF menari-nari ria.

"Guys kalian emang teman terbaik i've ever had," deru heels Ari melambat. Kening Magda berkerut.

"Kamu kok yakin banget?" tanya Mada kemudian.

"Kalian berbeda, dari kecil hidup di depan camera makes me uncomfortable."

"What do you mean?" Lena menggamit lengan Ari. Lena melihat sinyal yang asing dari mata Ari. Sinyal itu memancarkan sepi, bosan, tertekan dan banyak lagi yang menjengahkan hati.

"Semua orang enggan ketemu sama aku. Kehidupanku yang terkesan umm Glamour and luxury bikin aku kayak kepisah sama kehidupan yang sebenernya. Semuanya takut ketemu aku, mereka kira aku arrogant. Kalaupun ada, mereka semua manfaatin aku. Ga ada yang bisa terima aku apa adanya," nafas Ari memburu. Suaranya bergetar.

"Hei.. calm down," Magda mengelus punggung Ari, "kita terima kamu apa adanya iya kan Len?"

"Iya.. kalung ini bisa jadi witness and proof untuk persahabatan kita." Lena memegang bandul itu. Kini ia tak lagi ragu. Lena yakin ia telah menjalin ikatan yang tepat, ikatan yang murni, ikatan yang tak pernah meminta tapi selalu memberi.

Pukul 17.00 From Bernad

"Ke Cafe kayak biasanya? I miss my queen."

Pukul 17.03

"Iya sayang, aku ada di Central Park miss you the more my king."

Message delivered.

"Guys sorry aku harus duluan," Berat hati Lena menyampaikan. Tapi bagaimanapun juga sabtu malam bersama Bernad di Cafe sudah merupakan ritual.

Kamu NafaskuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang