Prolog

1.3K 85 3
                                    

Dari depan teras Villa, aku menatap langit malam yang nampak begitu cantik. Jutaan cahaya bintang yang bersinar dan berkedip, ditemani rembulan purnama membuatku sedikit bahagia. Hembusan Angin malam yang berasal dari beberapa pepohonan yang tumbuh di sekitar Villa menyapu permukaan kulitku yang tidak terlapisi kain.
Dingin. Itulah yang kurasakan. Seperti kehampaan yang melanda hatiku selama ini. Seperti sebuah perasaan layaknya kapal terombang-ambing di tengah lautan.

Tiba-tiba, seseorang hadir, menyampirkan jaket pada bahuku sambil berkata, "seharusnya pakai jaket. Semakin malam, udara di puncak akan semakin dingin. Nanti kamu bisa sakit," katanya yang kemudian berdiri di samping kanan dengan keadaan tangan terbungkus kantung celana, tatapannya menengadah, menatap jutaan bintang di langit. Rambut hitamnya sedikit menutupi dahinya. Entah mengapa aku merasa semakin terlihat pendek saja berdiri di sisinya seperti ini.

5 tahun bukanlah waktu yang sebentar, selama itu kita tidak pernah lagi bertemu, bahkan benar-benar hilang contact. Dalam posisi seperti sekarang, aku bertanya-tanya dalam hati. 'Apakah ini nyata? Dia di sampingku.'

Namun aku sadar, saat aku melihat jaket yang tersampir pada pundakku. Jaket ini adalah jaket yang dulu sempat aku tukar dengan jaket milikku.

Perhatian kecil yang dia berikan lagi-lagi membuat hatiku mencelos sedih. Kenyataannya sekarang seperti ada jarak yang membentang jauh memisahkan kami berdua. Terkadang aku tertawa miris. Kami yang dulu sedekat nadi, kini justru sejauh langit dan bumi.

"Apa kabar?" Buruk. Ingin sekali lidah ini bersuara. Namun nyatanya terlalu kaku.

"Kamu banyak berubah, ya?"

Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala——konyol.

Karena merasa jika sedari tadi aku tidak bersuara--sekilas dia memandangku--hanya dalam beberapa detik saja.

"Aku harap kamu baik-baik saja selama ini." Kembali dia memandang langit.

Dia tersenyum——ke arah langit malam. Aku terpaku sejenak, melihat sekilas senyum miliknya yang dulu bagaikan hujan membasahi tanah gurun pasir yang kering, walau hanya sebentar, namun air yang jatuh benar-benar sangat berharga untuk beberapa tanaman yang hidup di gurun tersebut. Sudah lama tidak pernah lagi kulihat sejak 5 tahun yang lalu.
Bahkan, aku lupa kapan terakhir kali kami bertemu, bersanda gurau, sekadar saling sapa. Andai kejadian itu tidak pernah terjadi, andai semua waktu bisa diulang, mungkin sampai sekarang semua akan baik-baik saja.

Hingga kemudian dia menoleh-kearahku.

"Ada sesuatu yang ingin kuberikan."

"Apa?"

Dari balik saku celananya, dia mengambil sebuah benda.

"Untuk kamu," ucapnya.
Dia menyerahkannya sesuatu kepadaku. Kunci dari semua pertanyaan yang selama ini menghinggapi kepalaku.

***********

Note :

Selamat datang di Short story ke dua-ku. Kali ini aku membuat judul "Mendung bukan berarti hujan."

Ada yang tahu artinya?

Cerita ini adalah short story. Jadi tidak boleh lebih dari 10k word. Kemungkinan pasti setiap part tidak akan panjang. Mungkin maksimal 800word. Tapi jangan khawatir. Cerita ini bakal sering update kok. Apalagi kalau ramai.

Mendung Bukan Berarti HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang