9 [sembilan]

5 1 0
                                    

Np : Coldplay - Fix you

-
-
-

Sucipto menggonta-ganti channel tv karena acara yang ditampilkan tidak cocok dengan seleranya. Ya, sejak perjanjian dengan Siera. Sucipto kini lebih sering menghabiskan waktu di rumah.

Siera yang sedang tiduran dan bermain hp di sofa menengurnya "Kalau Papa cari acara persis selera papa gak bakalan ada. Kayak hidup, sampai mampus gak bakal ketemu yang namanya kesempurnaan."

Sucipto memandang anaknya skeptis "Kamu bicaranya yang halus sedikit bisa?"

"Makanya papa sering-sering di rumah biar didik bicara dan perilaku Siera." lontaran jawaban Siera bagaikan boomerang yang menyerang Sucipto dan membuat Sucipto bungkam.

"Bahas kesempurnaan, kenapa kamu gak nerima Samuel dengan ramah? Dia sempurna lho." sindir Sucipto.

Siera mendengus "Itu kan maunya papa."

"Ye kayak kamu gak tergoda sama cowok ganteng aja." argumen Sucipto memojokkan Siera.

Siera hanya diam, malas memperkeruh susasan dan keaadaan hatinya.

Bi Tutik yang tadi pamit pulang kini masuk ruang keluarga. Sucipto heran "Kok balik lagi Bi? Ada yang ketinggalan? Atau mau dianter?"

"Anu den ada tamu." jawab Bi Surti.

Siera tak memperdulikan siapa yang bertamu malam-malam itu.

"Yaudah suruh masuk sini saja." perintah Sucipto yang segera dilaksanakan oleh Bi Surti

Kemudian munculah Samuel yang berbalut kaus putih dan jaket levis biru muda, tak lupa di tangannya ada satu box martabak jumbo "Malam Om." sapanya.

"Oalah kamu toh, sini-sini gabung sama Om dan Siera." sambut Sucipto antusias.

Siera akan beranjak menuju kamar melihat kehadiran Samuel. Namun cekalan Sucipto di tangannya membuat Siera harus duduk lagi.

"Yaudah Om tinggal aja ya, ini om bawa martabaknya. Makasih lho Samuel." Ucap Sucipto sumringah dan beranjak pergi.

Tinggalah Samuel dan Siera ditemani acara tv yang sedang menampilkan acara kartun.

"Kamu gak main kemana gitu?" tanya Samuel yang kini duduk bersandar sembari menatap Siera.

Siera sedikit menyesal karena sedang memakai piyama bergambar minion. Biasanya hanya lingkup keluarga yang ia perbolehkan melihat tampilannya yang sedikit berbeda jika ada di luar. Namun kini, Samuel melihat sisi yg ia sembunyikan itu.

"Menurut kamu kalau aku disini itu lagi keluar gak?" jawab Siera melontarkan pertanyaan kepada Samuel.

Samuel terkekeh "Yaudah. Btw sekarang kamu pintar ya. Aku dengar nilai kamu naik semua."

Siera yang sedang chating dengan nyonya Bavaria segera berkonsultasi.

Siera : Tante, Samuel kasih pujian ke aku nih. Harus gimana?

Ny Bavaria : coba deh jawab "Iya sejak sadar waktu aku terbuang sia-sia, ngejar seseorang itupun gak dihargai. Aku sadar pendidikanku lebih penting"

Sebelum menjawab, Siera menegakkan badan dan meneguk salivanya "Iya sejak sadar waktu aku terbuang sia-sia, ngejar seseorang itupun gak dihargai. Aku sadar pendidikanku lebih penting"

Samuel langsung menatap Siera "Sebenarnya aku gak maksud nyakitin kamu. Tapi aku kurang suka cara kamu ekspresiin perasaan kamu ke aku. Itu terlalu berlebihan."

Siera mengunci mata Samuel lalu tertawa hambar "Kalau aku berlebihan, kenapa sekarang kamu yang kelihatan ngejar aku balik ya? Atau cuma aku yg kegeeran." jawab Siera spontan tanpa bertanya kepada Nyonya Bavaria terlebih dahulu.

Samuel terlihat sedikit gusar "Terus kalau aku yang ngejar kamu balik, kenapa kamu ngejauh?"

"Kamu gak pernah dengar ya yang namanya hukum karma?" pertanyaan Siera bagai boomerang yang menyerang Samuel.

Samuel memijat pelipisnya "Terus kamu mau apa sekarang? Kamu mau aku kembali cuek? Kembali sarkasme? Itu yang kamu mau?

Siera tersenyum "Kalau kamu serius ngejar, kamu gak bakal berhenti semudah itu."

"Kamu seolah-olah gak mau aku kejar, tapi saat aku akan berhenti kenapa kamu mencoba menghalangi?" Samuel menatap Siera.

"Mendingan kamu ngobrol sama Papa. Aku mau tidur."  saat Siera sudah berdiri, Samuel ikut berdiri dan menarik Siera ke dekapannya. Mereka bertahan dengan posisi itu selama beberapa menit. Siera menahan nafas lalu mengurai pelukan Samuel. Ia lalu beranjak meninggalkan Samuel yang ulu hatinya terasa ngilu.

"Den, Non Sieranya gak bangun-bangun. Waktu saya pegang keningnya panas banget. Saya siapin kompres dulu den." lapor Bi Tutik yang sudah enyah dihadapan Sucipto.

Sucipto segera menaruh koran asal dan berlari ke kamar Siera.
Benar saja, Siera sedang meringkuk dalam balutan selimut tebal. Bi Tutik yang sudah selesai menyiapkan kompres segera menempelkan handuk yang telah direndam air dingin ke kening Siera.

"Den ini perlu enggak telfon dokter. Takut non Sieranya tambah panas." ujar Bi Tutik ikut panik.

Titt Tittt

"Bentar bi, ada tamu saya buka dulu. Kalau panasnya tambah panggil dokter Surya aja dan telfon Toni tolong buatin surat ijin buat Siera. Bibi urusin dapur dulu gih." pesan Sucipto yang segera menuju pintu untuk melihat siapa yang bertamu.

Samuel menyalimi Sucipto "Om, Siera udah siap?" tanya Samuel yang sudah memakai seragam lengkap.

Sucipto tersenyum lemah "Dia sakit Sam. Kamu berangkat sendiri aja ya?"

"Sakit apa Om? Di rumah sakit atau masih di rumah?" tanya Samuel panik.

"Kamu gak sekolah? Ini udah jam 7 lho?"

"Saya gak masuk sekolah om, jagain Siera." keukuh Samuel.

Sucipto merasakan peningnya bertambah "Nanti Papa kamu marah, kamu mau Om yang dimarahin? Kamu anak orang lho, Om gak bisa seenaknya bolehin kamu bolos."

"Nanti itu urusan Sam om. Samuel boleh masuk?"

"Yaudah sana ke atas."

Samuel segera menuju kamar Siera. Disana Siera terkulai lemah dengan kompres di dahinya.

"Ma, mama?"

Samuel duduk di ranjang dan menggenggam tangan Siera. Ia tak tega, Siera mengigau tentang sang Mama yang sudah lama tiada.

"Ada dua kemungkinan Siera panas tinggi dan ngigau kayak gini. Kalau dia gak bahagia banget, ya dia sedih banget. Ini kedua kalinya dia kambuh, terakhir kali saat Mamanya gak ada Sam." penjelasan Sucipto yang sudah berada di belakang Samuel.

"Ma..ma"

Samuel menyentuh dahi Siera,  "Masih panas om, om gak manggil dokter?"

Tanpa menjawab Samuel, Sucipto melangkah keluar dan menelepon dokter.

Samuel segera menghubungi Cakra dan meminta tolong untuk membuatkan ia surat ijin.

"Kata dokter, Siera cuma butuh paracetamol dan istirahat. Kamu gak usah panik." ujar Sucipto yang sedikit terharu. Karena kini ada lawan jenis yang memberikan perhatian kepada Siera, selain dari dirinya.

Samuel mengangguk "Om gak kerja? Biar Samuel yang jaga Siera."

"Om gak tega ninggalin Siera Sam. Om suruh Bi Tutik ambil paracetamol dulu, nanti kalau ada apa-apa panggil om ya. Kamu kalau mau sarapan atau makan ke dapur langsung aja." ucap Sucipto yang sudah meninggalkan Samuel dan Siera.

"Sier, maaf. Aku penyebab kamu kayak gini ya?" ucap Samuel dengan menatap wajah Siera dan menggenggam tangannya.

"Setelah kamu sembuh, aku janji bakal bahagiain kamu Siera." batin Samuel.

                            ❒


CANDRAMAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang