15 [lima belas]

7 1 0
                                    

NP : Issues - Julia michaels
-
-
-
-

Samuel sebenarnya sudah mau balik ke kelas setelah buang air kecil di toilet cowok. Namun saat ia melihat Toni keluar dari laboratorium komputer ia memutuskan berbalik arah dan mengejar Toni.

"Ton!" seru Samuel membuat Toni berhenti dan menengok.

"Apa?" tanya Toni yang heran melihat Samuel di hadapannya sedang terengah-engah.

Samuel mendelik "Lu bilang ke Siera ya?"

Toni yang tak butuh lama mencerna apa yang dimaksud Samuel segera mengangguk "Iya, kenapa? Lu gak terima?"

"Kenapa sih lu selalu buat Siera tambah benci gue?" tanya Samuel heran, dahinya mengekerut.

Toni tertawa "Gini ya Sam, lu kemarin buat Siera telat. Lu gak gentle tau gak, abis ditolak terus merajuk?"

"Gue cuma gak biasa sama penolakan." elak Samuel mengalihkan tatapannya ke pot-pot bunga gantung.

Toni mendecih "Terus apa kabar Siera yang terus menerus dapat penolakan dari lo? Gak enak kan kalau ditolak? La itu yang dirasain Siera selama ini."

Samuel bergeming. Ingin menolak kata-kata Toni, namun jauh di lubuk hatinya membenarkan.

Melihat Samuel diam, Toni melanjutkan "Harusnya dengan penolakan Siera kemarin lu bisa intropeksi. Kenapa orang yang memuja lo malah nolak lo. Gue pikir lu pinter."

"Bukannya Siera udah berhasil buat gue cinta sama dia? Gak cukup gue peduli, ajakin jalan, antar jemput?" protes Samuel tak terima atas apa yang dikatakan Toni.

Toni menggeleng-gelengkan kepala "IQ lu jongkok kalau realisasi dari cinta cuma sebatas jalan, antar-jemput. Coba mikir gimana masukin bola ke ring dengan cara yang tepat, gak asal masuk!" sindir Toni menyinggung keahlian Samuel dalam bidang basket, namun payah bidang cinta.

Samuel akan membalas perkataan Toni namun sudah dipotong Toni "Gue masih ada mapel. Balik sono ke kelas, renungin omongan gue!"

Setelah mengatakan itu Toni bergegas menuju kelasnya. Setelah bermenit-menit berlalu Samuel tetap berdiri di tempat. Otaknya sedang mencerna kata-kata Toni. Yang sulit diakuinya, memang fakta.

Dengan berat, Ia melangkah menuju kelasnya sendiri. Sudah berapa menit ia membuang waktu?

"Permisi pak." ucap Samuel setelah sampai di kelas.

P

ak Rohmad mengangguk, malas memarahi dan malas berasumsi "Silahkan."

Samuel akhirnya duduk di bangku dengan Cakra yang terus menatapnya.

"Dari mana aja?" tanya Cakra menyiratkan keingintahuan yang amat dalam.

Samuel meraih pulpen dan memainkannya di tangan "ketemu Toni."

Cakra ingin mengutarakan percakapannya kemarin dengan Siera lewat Whatsap. Namun ia terlalu bimbang, dan takut menyinggung perasaan Samuel yang sedang kalut.

Samuel menyadari tatapan Cakra sedari-tadi. Ia menyenggol lengan Cakra, "Kenapa sih?"

"Gini Sam, m..m kemarin gue Wa Siera." ujar Cakra sengaja tidak ia lanjutkan. Menunggu respon dari Samuel.

Samuel mengangkat dagu "terus?"

"Dia bilang, dia sakit hati lu bilang cari perhatiin. Sedangkan dulu lu gak pernah mencoba hargai dia." tutur Cakra pelan-pelan dan menyusun kata agar tepat.

Samuel hanya menyangga kepalanya. Menerawang mengingat percakapannya dengan Toni.

"Harusnya dengan penolakan Siera kemarin lu bisa intropeksi. Kenapa orang yang memuja lo malah nolak lo. Gue pikir lu pinter."

"IQ lu jongkok kalau realisasi dari cinta cuma sebatas jalan, antar-jemput. Coba mikir gimana masukin bola ke ring dengan cara yang tepat, gak asal masuk!"

"Gue terlalu takut Cak. Gue malu, gue munafik, gue naif. Karena dulu gue nolak dia tanpa pernah mencoba menghargainya." jawab Samuel akhirnya.

"Lu dari mana aja sih Ton! Untung Pak Ero belum dateng." cerocos Siera menatap Toni dengan tatapan ibu yang sedang marah.

Toni terkikik "Seneng gue, lu udah gak akting kayak dulu. Rasanya gak bicara sama orang asing."

"Iya deh gak akting lagi gue." balas Siera.

"Tapi pinternya tetap diterusin nyet. Jangan semuanya lu buang." tuding Toni mewanti-wanti.

Siera tersenyum geli mengingat betapa keras usahanya dalam belajar. Semua buku ia baca, browsing materi, mengerjakan latihan soal. Kalau dipikir-pikir ada positifnya, akting kemarin.

"Gue udah capek sebenarnya ngejar Samuel terus. Ya sempat terbuai sih, tapi gue pikir ini kan cuma roman anak SMA. Masak gue selebay ini?" pertanyaan Siera sebenarnya mengarah kepada dirinya sendiri.

Toni memahami pergolakan batin Siera, tanpa mau mempengaruhi pilihannya. Toni berusaha menasehati Siera "Semua balik ke lo Sier. Hidup yang jalanin elo. Tapi, disetiap pilihan yang kita pilih ada resiko masing-masing. Yang pasti ada susah dan senang. Tapi jangan takut memilih pilihan, kita gak akan tahu gimana kedepan kalau kita gak milih."

Siera bertepuk tangan heboh dan memekik kegirangan "Ya ampun Tono, lu sekarang generasi Kick Andy ya. Bisa-bisa pak Andy lu geser posisinya."

"Lebay banget sih lu. Gue serius nih." dengus Toni.

"Iya Toni, terimakasih ku ku ucapkannn." serbu Siera memeluk Toni.

Toni hanya meronta-ronta mencoba melepaskan pelukan Siera.

Fix, ini part pendek. Sory gue gak bisa panjang-panjang, ini cuma sedikit ungkapan dari masing-masing pihak. Jadi selebihnya kita lanjut di part 17, see you reader mwah :*

CANDRAMAWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang