Part 10

1.2K 60 0
                                    

Prilly dan Prilla bersama-sama lari di koridor rumah sakit, tadi saat mereka masih di sekolah. Mama mereka menelpon Prilly dan mengatakan bahwa Papa mereka masuk rumah sakit karena serangan jantung. Air mata di antara keduanya telah jatuh membasahi pipi keduanya.

Tiba di tempat resepsionis, Prilly langsung menanyakan ruangan sang Ayah.

"Bapak Wahyu Aditama ada di ruang ICU." Jawab sang resepsionis.

Prilly dan Prilla segera melanjutkan langkah kaki mereka berdua di ruang ICU, sesampainya di ruang ICU mereka melihat Nadya dan Abi sedang duduk bersama di kursi. Prilly berlari, menghampiri Nadya dan memeluknya sambil terisak.

"Ma, Papa gimana?"
Nadya menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Prilly, membuat Prilly tak mengerti dengan jawaban ambigu dari Nadya. Prilly beranjak dari duduknya, ia menatap pintu ruang ICU yang tertutup rapat, berjalan ke arah jendela, Prilly dapat melihat tim medis memeriksa Papanya melalui celah-celah gorden jendela ruang ICU. Di sana, Papanya terbaring lemah.

"Ma, kenapa bisa penyakit Papa kambuh?" tanya Prilly lirih.

Lagi, Nadya menggeleng, suatu jawaban ambigu membuat Prilla mengusap wajahnya frustasi. Mamanya sama sekali tak mengeluarkan suara menjawab pertanyaan Prilly, hanya menjawab dengan gelengam kepala saja.

"Abi, Opa kenapa?"

Abi mendongakkan kepalanya menatap Prilly yang sama sekali tak menatapnya.

"Abi gak tahu Mbak kenapa, tapi tadi Opa tiba-tiba pingsan pas mau kembali ke kantor." Jelas Abi.

"Aba kamu udah dihubungin?" tanya Prilly lagi.

"udah Mbak, Aba tadi udah dihubungin katanya sebentar sore baru pulang."

Prilla mendekati Prilly yang masih setia berdiri de dekat jendela. Ia memeluk Prilly dari samping sambil terisak pelan. Mereka sama-sama terisak. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka, Nadya menghampiri Dokter yang baru saja keluar di ruang ICU diikuti oleh empat orang perawat.

"gimana Dok?"

Dokter tersebut menghela napasnya pelan, lalu berkata, "pasien ingin bertemu dengan kalian semua, terutama Prilla." Ujar Dokter itu. "ya sudah, kalau begitu saya permisi dulu." lanjutnya.

Prilly, Prilla, Nadya dan Abi memasuki ruang ICU. Di dalam ruang ICU, mereka berempat menghampiri Wahyu yang sedang terbaring lemah di atas brankar rumah sakit. Melihat Wahyu yang mengulurkan tangan padanya, Prilly pun menerima uluran tangan dari Wahyu, sejurus kemudian tangan Wahyu merengkuh tubuh mungilnya dalam dekapan Wahyu.

Wahyu mengecup puncak kepala Prilly yang terisak di dekapannya.

"maafin Papa ya," Prilly menganggukkan kepalanya.

"maafin Prilly juga Pah."

Wahyu mengalihkan pandangannya menatap Nadya lalu ia melepaskan pelukannya pada Prilly dan mengulurkan tangannya pada Nadya. Sama seperti Prilly tadi Nadya menerima uluran tangan Wahyu dan mendekap Wahyu.

"maafin aku,"

Nadya mengangguk, "iya Mas, iya."

Abi bergabung memeluk Nadya, Wahyu, dan Prilly. Sementara Prilla ia hanya mampu menatap mereka betempat yang sedang berpelukan, ia iri melihat mereka semua dapat berpelukan dengan Wahyu, papanya.

Apa ia tak bisa mendapat pelukan hangat dari seorang ayah?
Apa memang hanya ia yang tak dianggap oleh Papanya?
Tak sadar air matanya pun telah jatuh membasahi pipinya.

Wahyu melepaskan pelukannya pada Nadya, diikuti oleh Prilly dan Abi. Wahyu menyuruh mereka bertiga menyingkir, lalu ia memanggil Prilla.

"kenapa Pa?"

Si Cupu Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang