Aku akan menjelma awan, merambat, pelan, menuju bukit dan menghujanimu dengan rinduku. Jutaan rintikan air yang akan mengetuk atap rumahmu, membangunkanmu, membasahimu dengan segala tentangku.
Kata orang hujan adalah gerimis yang melebat tiba-tiba, awan yang tak mampu menahan butiran air yang begitu banyak. Begitu juga rinduku. Hati yang tak kuasa menahan derasnya inginku bertatap denganmu.
Aku tak pernah berani berkata ini adalah sebuah rindu, tapi entah kenapa, semakin aku mengelak semakin kuat pula rasa ingin melihatmu, mendengarmu.
Kali ini aku memaksamu untuk saling merindu. Memang egois, itu karena aku tahu, kau tidak akan pernah sama sepertiku.
Sebentar, aku ingin memaksa? Apa aku cukup tangguh untuk menghadapi kenyataan bahwa kau sedang berbahagia bersamanya di sana. Apa aku cukup kuat untuk tetap menatapmu? Menatapmu berpeluk mesra bersama kekasih barumu? Aku tak cukup yakin dengan ini.
Yang kusanggup adalah tersenyum untukmu, menutup segala luka, menatap segala perih, bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun pada diriku.
Dan kembali, sebuah rindu mengantarkanku pada kehancuran.
Sebuah rinduku, sebuah lukaku.
Kadang rindu hanya perlu kita simpan, tak perlu kita ungkapkan. Karena doa akan lebih cepat sampai, dibanding apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Senja
PoetryPada sebuah perasaan, aku tak cukup mampu mengatakan bahwa aku terluka. Tak cukup sanggup, bila harus mengejarmu yang berlari sangat cepat, sedangkan aku di sini, tertatih, berdiri dari jatuh pun aku belum mampu. Lewat tulisanku, aku mendoakanmu dar...